Pengamat: 'Diskon' BLBI Mencederai Keadilan Publik

Menkopolhukam Machfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan pers di Jakarta, Senin (20/9), tentang kinerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas BLBI) telah memanggil 24 obligor dan debitur BLBI. (Courtesy: Biro KLI-Kemenkeu)

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mempertanyakan pembayaran utang lebih rendah dari kewajiban obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai pemberian diskon atau pembayaran utang BLBI yang lebih rendah melukai keadilan publik. Ia menilai uang yang digunakan pemerintah dalam BLBI merupakan uang rakyat yang dihimpun dalam bentuk pajak. Menurutnya, pemerintah semestinya menagih lebih banyak dari total utang dengan pertimbangan inflasi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. (Foto: VOA)

"Jadi jangan ada ampun, justru kasus yang sudah berlarut-larut dan para obligor bisa mengembangkan uangnya sehingga bisa membuat kerajaan bisnis. Artinya pemerintah sudah memberikan banyak insentif," jelas Bhima kepada VOA, Selasa (22/9/2021).

Bhima menilai penagihan utang BLBI yang lebih rendah dari nilai piutang merupakan kemunduran. Sebab, wacana penagihan utang BLBI kepada para obligor dan debitur BLBI sudah mendapat respons positif dari masyarakat.

Ada Yang Minta Pemerintah Perlakukan Obligor dan Debitur BLBI Secara Manusiawi

Kemarin (22/9), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan ada orang yang berpendapat pemerintah perlu memperlakukan secara manusiawi para obligor dan debitur BLBI. Alasannya situasi pada saat itu terjadi krisis ekonomi. Kendati, Mahfud tidak menyebut siapa yang menyampaikan permintaan tersebut.

Kata Mahfud, pemerintah sudah melakukan kebijakan yang manusiawi tersebut. Salah satunya yaitu dengan memberikan kebijakan pembayaran yang lebih rendah dari total utang. Karena itu, kata Mahfud, sudah tidak ada alasan lagi bagi obligur dan debitur untuk tidak membayar utang.

Menkopolhukam Machfud MD menyampaikan keterangan pers di Jakarta, hari Senin (20/9). (Courtesy: Biro KLI-Kemenkeu)

"Mereka membayarnya jauh lebih murah karena disesuaikan dengan situasi saat itu. Ada yang punya utang 58 triliun hanya menjadi 17 persen dari itu, ada yang 30 persen karena situasi seperti itu," jelas Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2021).

Mahfud menambahkan para obligor dan debitur telah membuat surat pengakuan terkait utang dan harta yang dimiliki yang diserahkan kepada pemerintah. Ia menegaskan kebijakan pemerintah soal BLBI sudah tuntas secara hukum dan politik. Hukum selesai melalui putusan Mahkamah Agung dan politik melalui interpelasi DPR pada 2009.

Menkeu: Satgas BLBI Telah Panggil 24 Obligor dan Debitur BLBI

Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas BLBI) telah memanggil 24 obligor dan debitur BLBI. Sebagian dari mereka mengakui memiliki utang dan telah menyusun rencana penyelesaian utang. Namun, ada juga yang tidak mengakui memiliki utang. Kata Sri Mulyani, Satgas BLBI akan mengambil tindakan hukum jika diperlukan untuk mengembalikan hak negara.

"Tim akan terus melakukan tindakan-tindakan sesuai landasan hukum yang ada untuk mengembalikan hak negara," jelas Sri Mulyani.

Menteri Keuangan Sri Mulyani hari Senin (20/9) menyampaikan keterangan pers di Jakarta tentang kinerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas BLBI) telah memanggil 24 obligor dan debitur BLBI. (Courtesy: Biro KLI-Kemenkeu)

Sri Mulyani menyebut salah satu orang yang telah ditagih yaitu obligor eks Bank Umum Nasional bernama Kaharudin Ongko. Meski Ongko baru mengembalikan sedikit dari utangnya. Aset yang telah disetor selanjutkan disetorkan ke kas negara. Tim Satgas juga telah melakukan sejumlah upaya memastikan pengembalian uang negara seperti menerbitkan surat paksa dan pencegahan ke luar negeri.

Your browser doesn’t support HTML5

Pengamat: 'Diskon' BLBI Mencederai Keadilan Publik


Awal April lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Total aset BLBI yang dapat dikembalikan ke negara mencapai lebih dari seratus triliun. Aset tersebut antara lain berupa jaminan deposito, sertifikat tanah, dan sertifikat barang. [sm/em]