2 Tahun Pasca Pemilu Afghanistan, Reformasi Masih Buntu

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, berjabat tangan dengan pesaingnya, Abdullah Abdullah, di Kabul. (Foto: Dok)

Dua tahun kemudian kedua pemimpin negara itu masih buntu mengenai reformasi pemilu, meningkatkan kekhawatiran mengenai persaingan presiden berikutnya tahun 2019.

Afghanistan di ambang perang saudara ketika kedua calon presiden menyatakan menang pada pemilihan putaran kedua tahun 2014, yang oleh pengamat disebut-sebut dinodai penipuan dan kecurangan sehingga hasilnya dipertanyakan.

Kebuntuan itu baru diselesaikan setelah Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry menengahi kompromi perjanjian pembagian kekuasaan dan tekad untuk mereformasi sistem pemilu di negara itu.

Dua tahun kemudian kedua pemimpin negara itu masih buntu mengenai reformasi pemilu, menunda pemilu parlemen yang sudah lewat waktunya dan meningkatkan kekhawatiran mengenai persaingan presiden berikutnya tahun 2019.

Sejak menjabat, Presiden Ashraf Ghani telah mengeluarkan dua keputusan presiden untuk memperkenalkan reformasi pemilu. Keduanya ditolak oleh lembaga legislatif dan sebagian analis mengatakan sebagian besar karena pendukung pimpinan eksekutif Abdullah Abdullah saingan Ghani masih menentang perubahan-perubahan itu.

Kantor presiden dilaporkan sedang merancang keppres ketiga dan mungkin berusaha untuk mengabaikan parlemen dengan perintah presiden berdasarkan pasal 79 konstitusi sementara parlemen sedang reses musim panas.

Aturan itu memungkinkan lembaga eksekutif mengabaikan lembaga legislatif ketika parlemen dalam reses dan pada saat darurat. [my/al]