Pemidanaan LGBT dalam Revisi KUHP Dinilai Tidak Taati Prinsip HAM

  • Fathiyah Wardah

Pengendara motor melintas di depan spanduk bertuliskan penolakan terhadap kaum LGBT di kawasan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat, pada 27 Januari 2016. (Foto: Reuters/Agus Bebeng)

Arus Pelangi, organisasi yang berjuang untuk membela hak-hak kelompok LGBT menilai pemidanaan kelompok minoritas ini dalam rancangan KUHP atau revisi KUHP tidak menaati prinsip universalitas hak asasi manusia (HAM).

Rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin mengatur pemidanaan terhadap kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual dan trangender) dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana disorot banyak kalangan.

Ketua Badan Pengurus Federasi Arus Pelangi Ryan Kobarri kepada VOA, pada Senin, (23/5) mengatakan bahwa pemidanaan LGBT dalam rancangan KUHP atau revisi KUHP tidak menaati prinsip universalitas hak asasi manusia (HAM) yakni hak untuk hidup dan diperlakukan manusiawi.

Dia menegaskan apabila isu LGBT dimasukkan dalam ranah pidana, maka dampaknya akan makin buruk terhadap komunitas LGBT.

BACA JUGA: Dorong Pidana LGBT di RKUHP, Mahfud MD Dikecam

"Baru pernyataan-pernyataan negatif, yang diskriminatif saja, sudah meningkatkan angka kekerasan dan diskriminasi kepada kelompok LGBT. Apalagi (kalau) kita mempunyai undang-undang yang mengkriminalisasi kelompok LGBT. Jadinya menginstitusionalisasikan kekerasan terhadap LGBT di Indonesia," kata Ryan.

Berdasarkan data dari Federasi Arus Pelangi tahun 2018, delapan dari sepuluh anggota komunitas LGBT di Indonesia mengalami kekerasan dalam kehidupan sehari-hari; baik kekerasan fisik dan psikologis, maupun kekerasan seksual. Kebanyakan pelaku adalah orang yang tidak dikenal.

Artinya, menurut Ryan, kebencian terhadap kaum LGBT makin melanggengkan kekerasan atas mereka. Ia menambahkan ketika ada pernyataan diskriminatif dari pejabat atau tokoh maka itu seperti izin untuk bertindak diskriminatif atau melakukan kekerasan kepada kaum LGBT.

Lebih jauh Ryan mengatakan kelompok LGBT adalah kelompok rentan dan terpinggirkan yang mestinya mendapat perlindungan hukum dari negara, bukan malah dikriminalisasi. Menurutnya hak-hak dasar kaum LGBT sebagai warga negara selama ini telah dilanggar, termasuk hak mendapat pekerjaan dan hak terbebas dari kekerasan.

Spanduk bertuliskan 'Indonesia Darurat LGBT' di depan sebuah masjid di Jakarta, pada 25 Januari 2018. (Foto: Reuters/Beawiharta)

Federasi Arus Pelangi menuntut dua hal kepada Dewan Perwakilan Rakyat, yakni keterbukaan informasi mengenai proses penyusunan RUU KUHP dan mendesak RUU KUHP itu tidak akan mendiskriminasi kelompok minoritas, rentan dan terpinggirkan.

MUI: LGBT Jelas Penyimpangan Seksual

Menurut Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan, LGBT atau hubungan sesama jenis jelas merupakan penyimpangan seksual. Dia menegaskan manusia sebagai mahluk sosial dan makhluk berketuhanan, harus meyakini menyalurkan hasrat seksualnya sesuai kodrat dan fitrah sebagai manusia.

BACA JUGA: Gay dan Agama: "Tuhan Menghampiri dan Merangkul Mereka yang Tersisihkan"

"Tuhan menciptakan kita untuk hidup berpasang-pasangan, untuk saling mengenal, saling menikah, melanjutkan keturunan. Itulah yang diajarkan oleh agama. Saya yakin semua agama mengajarkan itu untuk kemaslahatan kehidupan manusia," ujar Amirsyah.

Dia menegaskan praktek LGBT sangat bertentangan dengan fitrah manusia untuk melanjutkan keturunan, sebab hubungan sesama jenis tidak akan bisa menghasilkan keturunan.

Pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD telah memberi sinyal positif bagi parlemen agar segera mengesahkan RUU KUHP tersebut.

Your browser doesn’t support HTML5

Pemidanaan LGBT dalam Revisi KUHP Dinilai Tidak Taati Prinsip HAM

Perilaku Sesama Jenis Akan Dikategorikan Sebagai Tindakan Pidana

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan dalam proses penyusunan RUU KUHP yang sedang berjalan, perbuatan cabut yang berlaku ke lawan jenis atau sesama jenis (LGBT) akan termasuk tindakan pidana.

Dia mengatakan perbuatan cabul LGBT dan kumpul kebo atau hidup bersama sebagai suami-istri di luar ikatan pernikahan akan masuk dalam pasal 420 dan 421 RUU KUHP. [fw/em]