Michael R. Wessel seorang komisioner pada Komisi Kajian Ekonomi dan Keamanan AS-China, sebuah organisasi yang berada di bawah pemerintah AS yang melakukan penyelidikan implikasi hubungan perdagangan dan ekonomi antara AS dan China.
Belum lama ini ia berdiskusi dengan VOA terkait keprihatinannya terhadap upaya China untuk bergegas mengaplikasikan teknologi 5G, generasi konektivitas nirkabel berikutnya yang tengah dikembangkan di seluruh penjuru dunia. Dengan jaringan 5G, para pengguna akan mampu untuk mengirimkan dan menerima lebih banyak data dalam waktu yang lebih singkat, yang dapat berimplikasi terhadap kendaraan swakemudi, kota pintar, serta teknologi pintar lainnya.
T: Seberapa besar pengaruhnya negara mana yang pertama kali menerapkan fungsi 5G secara penuh?
Wessel: Sangat besar pengaruhnya. Keunggulan bagi yang pertama kali menerapkan teknologi apapun yang baru tersebut bersifat krusial, namun dalam hal teknologi 5G khususnya bersifat penting karena ini adalah dasar dari inovasi dan aplikasi terkini termasuk teknologi untuk kota pintar, manufaktur jaringan komputer, dan kemampuan tempur terintegrasi.
Saat standar diciptakan, dikendalikan, dan dijual oleh negara-negara lain, ada tekanan yang lebih besar bagi AS untuk mengadopsi semua standar itu, yang akan berdampak pada biaya ekonomi yang signifikan dan keamanan nasional.
Contohnya, kepemimpinan AS dalam teknologi 4G berkontribusi pada pemasukan kepada perusahaan AS senilai $125 miliar dari luar negeri dan lebih dari $40 miliar dalam hal pemasukan bagi aplikasi dan pengembang konten, dan menciptakan 2,1 juta lapangan kerja baru selama periode 2011-2014. Dan, dari perspektif keamanan nasional, “kendali” terhadap teknologi meningkatkan tingakt risiko yang tidak dapat ditolerir.
T: Seberapa unggul teknologi Huawei atau China dalam hal teknologi 5G?
Wessel: Kepemimpinan China dalam hal teknologi 5G tergantung dari cara kita mendefinisikan persaingan. Beberapa perusahaan AS telah menawarkan perangkat berteknologi 5G dan menjalankan proyek-proyek perintis di kota-kota tertentu, jadi dalam hal ini mereka telah mengungguli China. Namun, investasi China dalam teknologi 5G ini sangat luas.
Terhitung pada awal Februari 2019, Huawei telah memiliki patent teknologi 5G “yang bersifat esensial standar” sebanyak 1.529, yang terbesar di antara perusahaan manapun, menurut firma analisis data Iplytics. Sebagai perbandingan, Qualcomm, sebuah perusahaan AS, memiliki paten esensial standar sebanyak 787 buah. Perusahaan China secara keseluruhan menguasai 36 persen dari semua paten esensial standar teknologi 5G, sementara perusahaan AS (Intel dan Qualcomm) hanya menguasai 14 persen di antaranya.
Dari segi pembangunan jaringan 5G, China juga lebih unggul: China Tower, sebuah monopoli yang dibentuk oleh pemerintah China untuk membangun infrastruktur 5G di negara itu, menyatakan kemungkinan pihaknya mampu membangun infrastruktur di negara itu secara keseluruhan menjelang tahun 2023. Sebuah perkiraan menyatakan China Tower membangun lebih banyak lokasi jaringan dalam 3 bulan dibandingkan AS dalam waktu 3 tahun. Di AS, prosesnya mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama, dimana setiap perusahaan menangani jaringannya sendiri, dan butuh untuk bernegosiasi dengan pemerintah daerah untuk penempatan lokasi menara telekomunikasi.
T: AS mendesak sekutu-sekutunya untuk tidak bekerja sama dengan Huawei dalam mengembangkan jaringan teknologi 5G berawal dari kekhawatiran bahwa raksasa teknologi asal China itu dapat memberikan akses kepada pemerintah China kepada jaringan telekomunikasi yang baru itu untuk kepentingan mata-mata. Beberapa negara seperti Jerman menyatakan mereka tidak akan mengesampingkan kerjasama dengan Huawei. Mengapa hal ini menimbulkan masalah bagi AS?
Wessel: Kami cenderung untuk lebih fokus pada biaya ekonomi dan tidak mempertimbangkan biaya kerugian terhadap keamanan nasional akan sesuatu yang bersifat signifikan seperti peluncuran jaringan teknologi komunikasi 5G di seluruh penjuru negeri.
Produk-produk, layanan, dan berbagai aktivitas Huawei telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan dan sekutu-sekutu kita harus mempertimbangkan seberapa besar kesediaan mereka untuk berinvestasi terhadap teknologi ini.
Penanggulangan risiko atau upaya transparansi palsu apapun tidak akan pernah dapat menutupi adanya kekhawatiran ini. Masalahnya Jerman dan sekutu-sekutu AS lainnya tlah menggabungkan beberapa perlengkapan buatan Huawei ke dalam infrastruktur teknologi mereka. Sama seperti virus, sekutu-sekutu kita dapat memilih untuk melakukan vaksinasi terhadap diri mereka terhadap potensi bahaya yang ada sekarang, atau menanggung risiko menyakitkan dan mahalnya pengobatan di kemudian hari. Sayangnya, ini risiko serius ini menyangkut risiko dalam berbagi data intelijen di antara para sekutu dan mitra. [ww/ft]