MK Didesak Buka Rekaman KPK soal Kriminalisasi

  • Fathiyah Wardah

Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto (kiri) dan Ketua KPK non aktif, Abraham Samad (foto: VOA/Fatiyah Wardah).

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) membuka rekaman Kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko Susanto Ginting, Senin mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan rekaman yang membuktikan adanya upaya kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidik lembaga tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Dan selanjutnya tambahnya Mahkamah Konstitusi harus segera membuka rekaman tersebut di pengadilan.

Keberadaan rekaman berupa hasil penyadapan KPK tersebut terungkap dalam kesaksian penyidik KPK, Novel Baswedan dalam sidang uji materi terhadap Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

Novel yang ditetapkan kepolisian sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan pada 2004 menyatakan rekaman tersebut berisi pembicaraan tentang pelemahan KPK.

Pemohon uji materi itu adalah Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto. Bambang berharap MK mengubah aturan sehingga pimpinan KPK yang menjadi tersangka atas peristiwa sebelum menjabat, tidak otomatis membuat statusnya menjadi nonaktif.

Sebelumnya, kepolisian menetapkan Bambag sebagai tersangka dalam kasus kesaksian palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang digelar oleh MK lima tahun lalu.

Miko mengungkapkan membuka rekaman tersebut sangat penting dilakukan karena kriminalisasi terhadap KPK bukan baru terjadi kali ini. Sebelumnya tahun 2009, terjadi kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Sementara tahun 2012, kriminalisasi juga terjadi terhadap penyidik KPK Novel Baswedan ketika itu ia menangani kasus Simulator SIM yang melibat Djoko Susilo yang merupakan petinggi Polri. 2015 kata Miko dugaan kriminalisasi kembali terjadi terhadap dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang menangani kasus gratifikasi calon Kapolri kala itu Komjen Budi Gunawan.

"Tentu perlu ada evaluasi jika misalnya ini terbukti bahwa upaya sistematis, menurut saya ini harus ada evaluasi besar-besaran terhadap kepolisian. Pecat yang melakukannya. Ini juga bisa menjadi momentum bagi reformasi kepolisian dan tentu saja itu harus dipimpin oleh Presiden Joko Widodo," ujar Miko.

Selanjutnya, Miko menambahkan diperlukan komitmen dan upaya dari DPR dan Presiden untuk melindungi KPK secara institusi dan juga pimpinan, penyidik dan pegawai komisi anti rasuah itu.

Dia menilai selama ini upaya presiden Jokowi dalam menghentikan kriminalisasi terhadap KPK tidak tegas. Menurutnya ketidaktegasan Presiden juga menimbulkan dampak yang yang lebih luas terkait kriminalisasi ini.

Menurut Miko, kriminalisasi KPK tersebut harus segera diselesaikan dan jangan dibiarkan.

"Presiden harus mengambil peran bahkan presiden mempunyai kewenangan deponering bagi Jaksa Agung. Jaksa Agung mengeluarkan deponering bagi pimpinan dan penyidik KPK ini yang sekarang telah menjadi tersangka," tambahnya.

Beberapa waktu lalu, penyidik KPK, Novel Baswedan menyebutkan ada bukti yang dapat menunjukkan KPK dikriminalisasi.

Bukti tersebut, menurut Novel Baswedan, berwujud rekaman dan. Rekaman tersebut juga diyakini Novel telah membuat Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto kini berstatus sebagai tersangka di institusi kepolisian.

"Pada perkara pak Budi Gunawan juga ada ancaman-ancaman kriminalisasi , ada juga yang sudah dilakukan kriminalisasi terhadap pimpinan, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto," demikian papar Novel Baswedan.