Migrant Care Ungkap Jual Beli Surat Suara Pemilu RI di Malaysia

Surat suara untuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden di Gudang KPU Kotamadya Jakarta Timur pada Kamis (11/1) di Jakarta. (VOA/Indra Yoga)

Migrant Care menemukan adanya jual beli surat suara pemilu 2024 di Malaysia. Setiap surat suara itu dijual dengan harga 25-50 ringgit Malaysia atau Rp81-163 ribu.

Migrant Care, organisasi masyarakat sipil yang fokus pada advokasi isu pekerja migran Indonesia pada Sabtu (10/2) mengungkapkan adanya praktik makelar dalam jual beli surat suara pemilu Indonesia di wilayah Malaysia. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp81 ribu hingga Rp163 ribu.

Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan praktik itu merupakan fenomena yang kerap terjadi saat pemilu Indonesia di Malaysia. "Mereka itu makelar suara. Motif utama dari makelar ini adalah uang karena per surat suara itu harganya 25-50 RM," kata Wahyu, Sabtu (10/2).

Wahyu menjelaskan para oknum tak bertanggung jawab yang menjadi makelar itu memanfaatkan surat suara pemilu dari kotak-kotak pos yang terdapat pada apartemen-apartemen tempat warga Indonesia menetap di Malaysia. "Ini tindakan tidak sah memanfaatkan surat suara yang menganggur di kotak pos di apartemen-apartemen. Ini yang terjadi seperti itu, mereka (makelar) ambil dan kemudian terkumpul banyak," jelasnya.

Petugas merapikan surat suara untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) di Gudang KPU Kota Depok pada Rabu (10/1) di Cibinong, Jawa Barat. (VOA/Indra Yoga)

Menurut Wahyu praktik jual beli surat suara itu merupakan pelanggaran pemilu. Pasalnya surat suara pemilu yang dijual itu berpotensi dicoblos tanpa diketahui oleh pemilik surat suara.

"Problemnya adalah kalau terkait tindakan hukum itu ada di wilayah yurisdiksi Malaysia," ujarnya.

Surat Suara Lewat Pos Disalahgunakan Untuk Dijual

Staf pengolahan data dan publikasi Migrant Care, Muhammad Santosa, mengatakan pengiriman surat suara pemilu yang dikirim oleh kurir pos seharusnya langsung sampai ke penerimanya sehingga surat suara pemilu akan aman.

"Tapi fakta yang ada di lapangan itu sangat berbeda, kurir menyampaikan surat suara itu di kotak-kotak pos yang ada di depan apartemen-apartemen orang Indonesia menetap. Bagi penerima itu kan satu kotak pos itu tidak hanya untuk dia sendiri, tapi banyak orang tinggal di apartemen. Penerima enggak akan mengetahui secara persis apakah dia dapat surat suara kiriman melalui pos atau tidak," katanya.

BACA JUGA: Tiga Pemantau Asing Siap Amati Pemilu 2024

Hal ini menjadi peluang yang dimanfaatkan para makelar untuk mencari surat suara dari berbagai kotak pos di apartemen-apartemen tempat warga Indonesia di Malaysia menetap.

"Ini yang dimanfaatkan makelar, mereka memang sengaja mencari ke kotak pos satu ke kotak pos lainnya. Setelah itu mereka menimbun surat suara yang diambil dari kotak pos. Ketika ada yang membutuhkan maka terjadi tawar menawar antara 25-50 RM," ungkap Santosa.

Sebelumnya, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, menyebut ada 1.972 surat suara pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dicoblos secara ilegal. Informasi itu diperoleh dari Panitia Penyelenggara Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur. "Informasinya ada 1.972 surat suara yang dicoblos oleh orang yang tidak berwenang," kata Idham, Jumat (9/2), dikutip dari CNN Indonesia.

Petugas memeriksa surat suara untuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden di Gudang KPU Kotamadya Jakarta Timur pada Kamis (11/1) di Jakarta. (VOA/Indra Yoga)

Telusuri Pencoblosan Surat Suara Secara Ilegal di Kuala Lumpur

Sementara itu anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Loly Suhenty, mengatakan pihaknya sedang melakukan penelusuran terkait surat suara pemilu yang dicoblos secara ilegal di Malaysia.

"Saat ini Panwas Luar Negeri dalam pantauan langsung Bawaslu RI sedang melakukan upaya penelusuran. Upaya aktif yang dilakukan Bawaslu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya sehingga dugaan pelanggaran menjadi terang benderang. Dalam konteks ini perlu dipahami karena keterbatasan dan perbedaan yurisdiksi hukum negara maka kami (berkoordinasi) bersama atase kepolisian di KBRI," paparnya.

Migrant Care akan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara di empat negara dan wilayah perbatasan, seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Kuala Lumpur, Tawau, Batam, dan Nunukan. Hal itu dilakukan untuk mengawal proses pemilu yang demokratis, mencegah kecurangan, dan memastikan transparansi serta akuntabilitas. [aa/em]