Mantan Presiden Bush Kutuk ‘Kekerasan’ oleh Pendukung Trump di Capitol

Ledakan yang disebabkan oleh amunisi polisi tampak di depan gedung Capitol sementara massa pendukung Presiden Donald Trump berkumpul di depan gedung tersebut di Washington, Rabu, 6 Januari 2021. (Foto: Reuters)

George W. Bush, satu-satunya mantan presiden dari Partai Republik yang masih hidup, mengutuk “serangan dengan kekerasan” oleh massa pro-Trump di Gedung Kongres Amerika Capitol, pada Rabu (6/1).

Akibat kerusuhan itu, proses sertifikasi kemenangan Presiden terpilih Joe Biden oleh para anggota Kongres, terpaksa dihentikan. Satu orang juga terkonfirmasi tewas dalam kerusuhan.

“Saya terkejut dengan perilaku sembrono dari beberapa pemimpin politik sejak pemilu dan oleh kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan hari ini untuk lembaga kita, tradisi kita, dan penegakan hukum kita,” tulis Bush dalam pernyataan yang disiapkan.

Bush adalah salah seorang dari sejumlah tokoh Republik yang mengutuk tindakan massa pro-Trump pada Rabu (6/1).

“Kekerasan sama sekali tidak memiliki tempat dalam demokrasi kita,” kata Penasihat Keamanan Nasional Robert O'Brien, Rabu.

“Negara kita lebih baik dari yang kita lihat hari ini di Capitol.”

“Saya marah dengan protes yang tidak patuh pada hukum yang terjadi di gedung Capitol Amerika Serikat hari ini,” kata Tom Cole, anggota Kongres Oklahoma, dalam sebuah pernyataan tertulis.

“Walaupun orang Amerika memiliki hak untuk dengan penuh semangat menyuarakan pandangan dan perbedaan pendapat secara damai sebagai protes, saya sangat mengutuk para pelaku aksi yang merusak dengan kekerasan ini,” imbuhnya.

Di antara para tokoh Partai Demokrat, mantan Presiden Barack Obama menyalahkan kekerasan itu secara langsung pada Presiden Donald Trump dan anggota partai Republiknya yang telah mendukung klaim palsu kemenangan pemilu dan seruannya untuk mengambil tindakan tegas agar dia tetap menjabat.

“Para pemimpin Republik memiliki pilihan yang jelas di lembaga demokrasi yang dinodai,” kata Obama. “Mereka bisa terus menyusuri jalan ini dan terus mengobarkan api yang menyala. Atau mereka dapat memilih kenyataan dan mengambil langkah pertama untuk memadamkan api. Mereka bisa memilih Amerika.”

Ketua DPR Nancy Pelosi menyebut massa pada Rabu (6/1) itu sebagai “serangan yang memalukan” terhadap demokrasi Amerika.

Meskipun Trump memberi tahu para pendukungnya untuk “pulang” dalam pesan video, dia tidak mengutuk tindakan mereka dan mengulangi klaimnya yang tidak berdasar bahwa pemilu telah dicuri darinya. Video tersebut kemudian dihapus oleh Facebook dan YouTube, sementara Twitter menangguhkan akunnya, dengan alasan informasi yang salah tentang pemilu dan hasutan untuk melakukan kekerasan. [lt/ft]