LSM: Hillary Harus Bahas Intoleransi, Papua dan Munir

  • Fathiyah Wardah

Menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dalam jumpa pers di Rarotonga, Selandia Baru (foto: Reuters).

Komnas HAM dan Human Rights Working Group mendesak Hillary Clinton membahas intolerasi beragama, isu Papua dan kasus pembunuhan Munir.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga swadaya masyarakat Human Rights Working Group (HRWG) mendesak Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton, yang sedang berkunjung ke Indonesia, untuk membicarakan persoalan intolerasi beragama dan insiden kekerasan terhadap kelompok agama minoritas yang marak terjadi di Indonesia.

Selain itu, kedua lembaga itu juga berharap agar Clinton juga membahas penyelesaikan masalah di Papua dan juga mempertanyakan penyelesaikan kasus Munir kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Clinton datang Senin (3/9) ke Jakarta dalam rangkaian lawatan 11 hari ke sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik.

Wakil ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada VOA menyatakan pembicaraan tersebut sangat penting agar pemerintah Indonesia serius menangani persoalan intoleransi beragama dan mendorong pemerintah Indonesia untuk segera menggelar dialog dengan masyarakat Papua agar persoalan yang terjadi di Papua dapat diselesaikan secara menyeluruh.

“Terkait dengan isu-isu toleransi itu sudah menjadi komitmennya agar kita bisa hidup berdampingan. Yang kedua, persoalan Papua sudah menjadi perhatian masyarakat internasional agar papua tidak akan ada kekerasan lagi. Saya kira ini efektif untuk dilakukan Hillary terhadap pemerintah Indonesia,” ujar Ridha.

Wakil direktur HRWG Chairul Anam mengatakan pihaknya berharap Hillary memberikan perhatian yang serius soal intoleransi khususnya kasus penyerangan terhadap kelompok Syiah yang terjadi di Sampang, Madura baru-baru ini.

Salah satu yang harus menjadi perhatian, kata Anam, adalah bagaimana skenario penegakan hukum yang komprehensif sehingga aktor intelektual dalam kasus tersebut tertangkap dan juga tidak terjadi lagi kasus-kasus intoleransi di Indonesia.

Selain itu, ia meminta Clinton mempertanyakan perkembangan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir kepada Presiden Yudhoyono.

“Hillary pernah bertemu dengan mbak Suci (istri Munir), berjanji untuk mendorong kasus Munir agar terungkap dengan baik. Besok adalah peringatan delapan tahun pembunuhan Munir, Hillary ada di Jakarta, ingatkan lagi, tanyakan lagi bagaimana perkembangan kasus Munir karena belakangan ini Presiden beserta jajaran penegak hukum yang lain nutup-nutupin, melemahkan kasus ini sehingga kasus ini menjadi beku dan tidak mungkin diseret pelaku-pelaku lain, Itu ditanyakan bagaimana kondisinya bisa seperti itu dan lain sebagainya. Kasus Munir jadi sangat penting,” ujarnya.

Sementara itu Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan Indonesia adalah negara berdaulat dan tidak dapat diintervensi oleh negara manapun.

Perihal persoalan intoleransi beragama di Indonesia, Julian menyatakan Presiden akan selalu mengedepankan kebebasan berpendapat dan kebebasan memeluk agama. Presiden Yudhoyono, kata Julian, juga tidak membenarkan adanya kekerasan atas nama agama.

Julian mengaku belum mengetahui secara pasti apa yang akan dibicarakan antara Clinton dengan Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa. Kemungkinan keduanya, kata Julian, akan membicarakan soal peningkatan kerjasama dan juga bagaimana mempererat persahabatan kedua negara.