Kuba Minta AS Tak Masukkan Negara itu dalam Daftar Teroris 

Bendera AS dan Kuba tergantung di sebuah balkon di Old Havana, Kuba, 19 Desember 2014.

Kuba pada Rabu (30/12) memperingatkan pemerintahan Trump agar tidak menetapkan negara itu sebagai sponsor terorisme. Langkah yang dilaporkan sedang dibahas dapat menghambat diplomasi Presiden terpilih Joe Biden.

Menurut sumber yang mengetahui situasi itu, sebelum masa jabatannya berakhir pada 20 Januari, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo sedang meninjau kemungkinan memasukkan lagi Kuba dalam daftar hitam, yang sangat menghambat investasi asing.

Stasiun TV CNN, mengutip seorang pejabat senior pemerintah yang tidak disebut namanya, mengatakan bahwa Pompeo akan membuat keputusan "dalam beberapa hari mendatang."

Harian New York Times pertama kali melaporkan bahwa Departemen Luar Negeri telah menyusun usul itu, tetapi belum jelas apakah Pompeo akan menandatanganinya atau tidak.

Pembahasan mengenai penetapan itu dilakukan menjelang peringatan 60 tahun, pada 3 Januari, Amerika memutus hubungan dengan Kuba setelah revolusi komunis Fidel Castro.

Ketegangan kedua negara mereda semasa Presiden Barack Obama, yang menyatakan kebijakan mengisolasi pulau itu gagal. Ia menjalin hubungan diplomatik dan menghapus Kuba dari daftar terorisme pada 2015.

Biden, yang ketika itu wakil presiden Obama, mengindikasikan ia akan melonggarkan lagi pembatasan perjalanan orang Amerika ke Kuba dan pengiriman uang kepada keluarga di pulau itu. Namun, ia tetap menyatakan keprihatinan akan hak asasi manusia. Biden dapat kembali menghapus Kuba dari daftar hitam, tetapi Departemen Luar Negeri perlu meninjau secara resmi dan menyatakan bahwa negara itu tidak terlibat terorisme dalam enam bulan.

Hanya tiga negara yang masuk daftar hitam terorisme Amerika, yaitu Iran, Korea Utara, dan Suriah. Presiden Donald Trump bulan lalu menghapus Sudan dari daftar tersebut.[ka/pp]