KPK Tak Hadir, Sidang Praperadilan Budi Gunawan Ditunda

  • Fathiyah Wardah

Hakim Sarpin Rizaldi usai menunda sidang praperadilan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan di PN Jakarta Selatan (2/2). (VOA/Fathiyah Wardah)

Mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya oleh KPK.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/2), menunda sidang praperadilan perdana yang diajukan calon Kepala Kepolisian RI Komjen Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam sidang, hakim tunggal sidang praperadilan kasus ini, Sarpin Rizaldi mengatakan, penundaan tersebut dilakukan karena KPK sebagai termohon tidak hadir. Sidang akan dilakukan 9 Februari 2015 dan pihak lembaga anti-rasuah itu oleh hakim Sarpin diminta hadir pada sidang berikutnya.

Sidang praperadilan tersebut diajukan oleh Budi, yang merupakan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri itu, terkait penetapan tersangka dirinya oleh KPK.

Budi sebagai pihak pemohon juga tidak hadir dan ia diwakili tim pengacaranya yang dipimpin Maqdir Ismail.

"Saya perintahkan juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memanggil yang bersangkutan agar datang pada hari dan waktu yang sudah ditetapkan," ujar Sarpin.

Salah satu pengacara Budi Gunawan, Fredrich Yunadi mempertanyakan keabsahan penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan oleh KPK ketika komposisi pimpinan lembaga anti korupsi tersebut hanya berjumlah empat orang dan bukan lima orang sebagaimana mestinya.

Saat ini KPK dipimpin oleh Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen. Sementara Busro Muqoddas sudah berakhir masa jabatannya.

Selain itu, kata Fredrick, kuasa hukum juga mempersoalkan status penyidik KPK yang menangani kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan. Menurutnya, penyidik yang menangani kasus ini merupakan penyidik eks polri tetapi berdasarkan undang-undang yang ada, KPK tidak memiliki kewenangan mengangkat penyidik.

"Saat ini penetapan tersangka itu adalah melawan hukum. Saya tanya bisa tidak KPK melakukan pengusutan segala kasus secara hukum. Kalau KPK mengaku dirinya penegak hukum., dia harus sadar tidak bisa melakukan apapun kecuali kasus-kasus lama yang diputus oleh lima pimpinan," ujar Fredrick.

Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi menyatakan pihaknya tidak hadir dalam sidang praperadilan karena KPK baru mengetahui bahwa materi praperadilan yang diajukan Budi bertambah pada Kamis malam.

Johan mengatakan, KPK membutuhkan waktu lebih lama dari waktu yang tersisa untuk mempersiapkan jawaban atas tambahan gugatan tersebut. Menurut dia, alasan itu wajar dalam proses praperadilan sehingga tidak perlu dipermasalahkan.

Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengungkapkan pihaknya menerima delapan pengaduan dari masyarakat terkait hakim Sarpin, salah satunya menyangkut suap.

Kasus-kasus tersebut, lanjutnya masih dalam proses pemeriksaan.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, menilai gugatan praperadilan yang diajukan Budi atas penetapannya sebagai tersangka adalah salah alamat.

Menurutnya, pengajuan gugatan praperadilan oleh Budi merupakan yang pertama kali dalam sejarah sejak lembaga antikorupsi itu berdiri. Sementara gugatan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka pernah terjadi dua kali dalam kasus yang ditangani oleh kejaksaan, ujarnya.

Dalam gugatan itu satu ditolak dan satu diterima. Gugatan yang diterima terkait kasus yang melibatkan Chevron dan tersangkanya ketika mengajukan praperadilan sudah ditahan.

Dikabulkannya gugatan Chevron tersebut membuat hakim PN Jakarta Selatan yang menangani perkara tersebut mendapat mosi tidak percaya sebab hakim dianggap mengeluarkan keputusan yang salah. Di sisi lain, ujar Denny, putusan tersebut juga tidak mempengaruhi prosesnya.

"Jadi pak Budi Gunawan kalau mengajukan ini keliru. Dua, menggunakan yurispudensi Chevron salah karena tersangkanya tetap divonis empat tahun oleh Mahkamah Agung. Hakimnya yang mengabulkan diberi sanksi tegas oleh Mahkamah Agung," ujarnya.​