PBB: Kota Raqqa Hancur, Sebagian Besar Tak Bisa Dihuni

  • Lisa Schlein

Penasihat khusus untuk utusan khusus PBB untuk Suriah, Jan Egeland

Seorang pejabat senior Amerika melaporkan, misi PBB untuk mengkaji keadaan di Raqqa di Suriah utara mendapati kota tersebut hancur, sarat dengan bom yang tidak meledak, dan sebagian besar tidak bisa dihuni.

Awal pekan ini, satu tim beranggotakan 25 pakar dari badan-badan penting Amerika turut dalam misi pengkajian besar pertama ke Raqqa sejak pertempuran empat bulan untuk merebut kembali kota di Suriah itu dari militan ISIS berakhir pada pertengahan Oktober.

Penasihat khusus untuk utusan khusus PBB untuk Suriah, Jan Egeland, mengatakan para pakar dihadapkan pada kehancuran total, jauh lebih buruk daripada apa yang mereka saksikan setelah pertempuran brutal di Aleppo dan Homs.

“Yang menjadi keprihatinan khusus adalah bom-bom dan granat yang tidak meledak, dan bom-bom perangkap. Bom-bom perangkap ditinggalkan para pejuang ISIS sedangkan bom-bom dan granat yang tidak meledak adalah sisa serangan besar militer untuk merebut kembali atau membebaskan Raqqa,” ujar Egeland.

Pasukan Demokratik Suriah, aliansi pasukan Kurdi dan Arab yang didukung Amerika, melancarkan serangan itu untuk mengusir militan ISIS keluar dari Raqqa pada 6 Juni.

Egeland mengatakan, pakar-pakar PBB mendapati hampir 70 persen bangunan hancur atau rusak dan air, listrik dan perawatan kesehatan sangat terbatas. Ia menambahkan, satu rumah sakit swasta berfungsi dan sebagian sekolah beroperasi lagi, tetapi kekurangan bahan sekolah.

Ia mengatakan beberapa ruas jalan sudah dibersihkan dari bom- bom yang tidak meledak, tetapi senjata-senjata berbahaya itu belum dibersihkan dari rumah-rumah atau halaman belakang.

“Jadi, orang yang pulang tetap berisiko sangat besar. Dan, itu menunjukkan kesengitan pertempuran ini dan pertanyaannya, sekali lagi adalah - apakah perlu menghancurkan kota secara total untuk membebaskannya,” tambah Egeland.

Egeland mengatakan sekitar 100 ribu orang sudah pulang ke Raqqa dan lebih dari 100 ribu lainnya dilaporkan akan pulang. Ia mengatakan, sulit membayangkan begitu banyak orang tinggal di kota tanpa fasilitas umum.[ka/jm]