Koridor Perjalanan Bisnis Indonesia-Korsel Berlaku Mulai 17 Agustus 

  • Fathiyah Wardah

Menlu RI Retno Marsudi. (Foto: Kemenlu RI)

Pemberlakuan koridor perjalanan bisnis antara Indonesia dan Korea Selatan akan dimulai 17 Agustus mendatang. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Kamis (13/8) mengumumkan pemberlakuan koridor perjalanan bisnis esensial antara Indonesia dan Korea Selatan mulai 17 Agustus atau Senin pekan depan.

Sebelum mengumumkan hal tersebut, Retno mengungkapkan bahwa pada hari Rabu (12/8) ia telah merampungkan pembahasan finalisasi mengenai pengaturan koridor perjalanan bisnis esensial dengan koleganya, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, melalui telepon.

"Oleh karena itu, pada hari ini (Kamis) saya umumkan bahwa pengaturan koridor perjalanan bisnis esensial dengan Korea Selatan telah disepakati dan akan berlaku mulai Senin, 17 Agustus 2020, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia ke-75," kata Retno.

Retno menambahkan kesepakatan dengan Korea Selatan tersebut merupakan koridor perjalanan bisnis kedua yang dimiliki Indonesia setelah dengan Uni Emirat Arab, yang berlaku sejak 29 Juli 2020.

Pembahasan koridor perjalanan bisnis dengan Korea Selatan itu dilakukan secara rinci dan membutuhkan waktu tidak sebentar. Hal ini untuk memastikan pengaturan koridor perjalanan bisnis tersebut selalu mematuhi protokol kesehatan untuk Covid-19 yang ketat.

Your browser doesn’t support HTML5

Koridor Perjalanan Bisnis Indonesia-Korsel Berlaku Mulai 17 Agustus

Koridor perjalanan bisnis dengan Korea Selatan itu diperuntukkan bagi pebisnis esensial, kalangan diplomatik, dan pemegang paspor dinas. Koridor ini tidak mencakup untuk kunjungan wisata.

Retno berharap koridor perjalanan bisnis dengan Korea Selatan itu dapat memfasilitasi kunjungan sektor swasta dan pebisnis esensial yang akan melanjutkan berbagai proyek kerjasama, investasi, dan bisnis kedua negara, supaya kegiatan ekonomi dapat tetap berjalan tanpa mengorbankan protokol kesehatan.

Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah. (Foto: VOA/Fathiyah)

Pada kesempatan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan untuk saat ini pemerintah masih memusatkan perhatian untuk membuka koridor perjalanan dengan negara-negara sahabat hanya untuk kalangan pebisnis dan bukan wisatawan. "Saat sekarang pembahasannya lebih fokus pada penanganan koridor perjalanan bisnis esensial," jelasnya.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemberlakuan koridor perjalanan bisnis ini bukanlah solusi untuk mengembalikan ekonomi.

Menurutnya untuk mengembalikan kondisi ekonomi, maka yang perlu dilakukan adalah menyelesaikan persoalan pandemi Covid-19 terlebih dahulu sehingga negara lain pun akan lebih terbuka kepada Indonesia.

Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara. (Foto: screenshot)

“Sekarang apa sih perlunya pengusaha untuk keluar negeri, itu kan untuk memastikan proyeknya berjalan. Sementara investasi nanti didorong karena adanya permintaan dalam negeri yang tinggi. Sekarang di tengah situasi pandemi seperti ini banyak investor justru menahan diri untuk investasi. Makanya di kuartal ke dua menurut data BKPM investasi asing turunnya sampai minus enam persen lebih,” kata Bhima.

Pandemi Covid-19 sejak Maret lalu telah membuat hampir semua negara di dunia menutup penerbangan internasional demi mencegah penyebaran virus Covid-19.

Tapi baru-baru ini, demi menghidupkan kembali kegiatan perekonomian, sejumlah negara sudah mulai membuka penerbangan internasional dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Salah satu mekanisme yang diambil adalah melalui penerapan koridor perjalanan antar dua negara untuk memastikan protokol kesehatan buat Covid-19 ditaati. [fw/em]