Komnas HAM: Polisi Pelanggar HAM Tertinggi 2012

  • Fathiyah Wardah

Polisi merupakan pihak yang paling banyak diadukan dalam kasus pelanggaran HAM 2012. (Foto: Dok)

Sebagian besar pengaduan pelanggaran HAM yang diterima oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2012 menyangkut polisi.
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Muhammad Nur Khoiron kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Jumat (8/12) mengatakan polisi merupakan pelanggar HAM tertinggi pada 2012.

Selama Januari hingga November 2012, Komnas HAM menerima sekitar 1.734 pengaduan kasus pelanggaran HAM dari seluruh wilayah di Indonesia, dan pihak yang paling banyak diadukan adalah polisi.

Menurut Khoiron, hal-hal yang diadukan masyarakat terkait dengan kasus penahanan dan penangkapan (96 kasus), diskriminasi hukum dalam penyidikan (678 kasus), penyiksaan dalam proses pemeriksaan (31 kasus), penembakan dan kekerasan (71 kasus) dan kasus-kasus lainnya (90 kasus).

Menurutnya, isu-isu intoleransi dan kebebasan beragama dan juga kasus perebutan sumber daya alam merupakan kasus yang paling banyak terjadi di 2012 ini.

Lebih lanjut Khoiron mengungkapkan dalam kasus intoleransi dan kebebasan beragama, polisi kurang memberikan perlindungan kepada korban kekerasan atas nama agama. Polisi, kata Khoiron, cenderung melakukan pembiaran.

Pada 2012 ini, beberapa kasus kekerasan agama terjadi diantaranya kasus Syiah di Sampang Madura dan kasus perusakan tempat ibadah jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat.

Sedangkan dalam kasus penyelesaian konflik sengketa lahan antara masyarakat setempat dengan perusahaan, polisi cenderung membela perusahaan dan bukan masyarakat, ujarnya.

“Bentuk pengaduan ini langsung berhubungan erat dengan persoalan yang dilakukan menurunnya kinerja kepolisian. Terkait dengan masalah pengaduan yang lebih difokuskan dengan kepolisian kita juga membuat semacam review khusus terkait dengan masalah intoleransi yang terjadi di Indonesia, karena masalah ini berkait erat dengan ketidaksigapan aparatur negara khususnya kepolisian dalam mengatasi intoleransi yang ada di Indonesia,” ujar Khoiron.

Menurut Khoiron, polisi seharusnya menjadi penegak hukum yang menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia.

“Belum ada terobosan yang cukup revolusioner, drastis untuk mengubah paradigma kepolisian agar menjadi lembaga yang bisa memediasi dan menangani secara sikap persoalan intoleransi yang ada di Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jend. Timur Pradopo mengakui masih ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugasnya.


Meski demikian, kata Timur, pihaknya akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran.

“Kami menyadari bahwa masih ada berbagai celah serta kekurangan sehingga dalam pelaksanaan tugas di lapangan kerap kali ditemukan terjadinya pelanggaran yang dilakukan anggota. Menyikapi hal tersebut Polri tetap mendudukkan permasalahan secara proporsional. Bagi anggota yang melakukan pelanggaran secara tegas akan diajukan pertanggujawaban, baik secara pidana maupun kode etik profesi," jelas Timur.