Komnas HAM Pastikan Penutupan Lokalisasi Dolly Tidak Melanggar HAM

  • Petrus Riski

Walikota Surabaya Tri Rismaharini memaparkan program rehabilitasi bagi kawasan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jumat, 13 Juni 2014 (Foto: VOA/Petrus)

Walikota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan rencana Pemerintah Kota, yang ingin mengubah kawasan prostitusi itu menjadi pusat pemberdayaan warga yang tinggal dilokalisasi.
Komnas HAM menemui Walikota Surabaya Tri Rismaharini di Balai Kota Surabaya, Jumat (13/6), usai menerima laporan dan menemui pihak pengadu yang menolak adanya penutupan lokalisasi Dolly. Penutupan lokalisasi Dolly itu dianggap akan mematikan kehidupan pekerja yang ada dilokalisasi serta warga yang hidupnya bergantung dari lokalisasi secara ekonomi.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan rencana Pemerintah Kota, yang ingin mengubah kawasan prostitusi itu menjadi pusat pemberdayaan warga yang tinggal dilokalisasi.

Risma menolak disebut melakukan pelanggaran HAM dengan menutup lokalisasi, karena pihaknya telah menyiapkan skema untuk memberdayakan warga dan pekerja di lokalisasi, namun banyak ditolak oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki penutupan lokalisasi.

“Wong kita akomodasi, itu staf saya sampai naik motor-motor ngambil (PSK), kenapa dihalang-halangi, kami kan juga punya hak sama, kenapa dia menghalangi. Kalau itu tidak dihalangi semakin cepat kita menyelesaikan kan semakin baik. Mana yang kami melanggar HAM, wong kami yang justru yang gak bisa masuk (ke lokalisasi), iya kan,” kata Tri Rismaharini, Walikota Surabaya.

Your browser doesn’t support HTML5

Komnas HAM Pastikan Penutupan Lokalisasi Dolly Tidak Melanggar HAM


Usai mendengarkan paparan Walikota Surabaya mengenai rencana penutupan serta skema rehabilitasi, Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi, meminta Pemerintah Kota Surabaya memastikan proses alih fungsi lokalisasi dan alih profesi pekerja lokalisasi, tidak sampai menimbulkan pelanggaran HAM oleh pemerintah terhadap rakyatnya.

“Komnas HAM ingin agar rencana alih profesi dan alih fungsi wisma itu yang dimulai patoknya pada tanggal 18 (Juni) besok itu, dijalankan dengan cara yang baik, tidak berpotensi melanggar HAM, dengan kekerasan, hak-hak ekonomi warga setempat, PSKnya kemudian menjadi terlantar dan sebagainya itu, " kata Dianto Bachriadi, Komisioner Komnas HAM.

"Kalau terjadi, kehidupan ekonomi masyarakat yang menurun, kalau mau kita bilang itu bukan penanggaran HAM, itu adalah kegagalan negara menjamin kesejahteraan warga, ya itu pelanggaran HAM. Bahasa pelanggaran HAM itu kan ada yang pelanggaran langsung, ada yang tidak langsung, karena negara tidak sanggup, tidak bisa atau gagal mensejahterakan warganya. Kalau itu bisa diselesaikan ya bagus,” lanjutnya.

Penolakan anggapan bahwa penutupan lokalisasi Dolly merupakan pelanggaran HAM, juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Pengabaian tanggungjawab pemerintah terhadap rakyat menurut Soekarwo, justru merupakan pelanggaran HAM karena pemerintah membiarkan rakyatnya hidup tidak bermartabat.

“Pembangunan kehidupan bermartabat itu HAM, kalau kita membiarkan mereka seperti itu terus saya melanggar HAM, karena HAM itu bukan seperti itu, HAM itu saya tidak melayani mereka hidup bermartabat itu HAM. Saya tidak mengkoordinir bersama Bupati Walikota untuk membantu mereka hidup layak itu melanggar HAM," kata Soekarwo, Gubernur Jawa Timur.

"Mereka ke situ itu bukan cita-citanya, cita-citanya hidup bermartabat. Kalau saya membiarkan saya melanggar HAM sebagai Gubernur. Jadi HAM itu juga luas, tidak memberikan kelayakan hidup orang miskin, juga pemerintah sebetulnya melanggar HAM,” lanjutnya.