Kerry Bantah Intelijen AS Sadap Pelanggan Ponsel Indonesia

Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Jakarta. (VOA/Andylala Waluyo)

Menlu AS mengatakan Amerika tidak melakukan upaya intelijen kolektif yang diminta oleh perusahaan-perusahaan AS dan sektor komersial AS.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry membantah dugaan penyadapan oleh Amerika Serikat melalui Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) dan Direktorat Intelijen Australia (ASD) terhadap komunikasi telepon seluler yang digunakan pelanggan operator telekomunikasi Indonesia.

Menjawab pertanyaan wartawan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (17/2), Kerry juga membantah informasi yang dibocorkan bekas kontraktor NSA, Edward Joseph Snowden, seperti yang diberitakan harian The New York Times, terkait kasus penyadapan itu.

“Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden Barrack Obama dalam pidatonya mengenai hal ini, Amerika Serikat tidak melakukan upaya intelijen kolektif yang diminta oleh perusahaan-perusahaan AS dan sektor komersial AS. Dan dengan reformasi ini, dapat berdampak bahwa kami memiliki transparansi dan akuntabilitas yang melindungi hal-hal yang menjadi perhatian semua orang,” ujarnya.

Kerry menambahkan Presiden Obama menaruh perhatian serius atas hak pribadi seseorang dan memastikan perlindungan terhadap hak privasi itu. Presiden Obama, tambah Kerry, sudah memberikan perintah untuk melakukan reformasi di tubuh NSA.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan kekecewaan Indonesia atas penyadapan kali kedua yang kembali diduga melibatkan pemerintah Australia melalui Direktorat Intelijen Australia.

“Dengan pemerintah Australia, kita sampaikan bahwa tindakan seperti ini tidak sesuai dengan semangat kemitraan kedua negara. Australia harus segera mengambil keputusan, Indonesia dianggap sebagai sahabat atau sebagai musuh? That’s very simple,” ujarnya.

Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia masih belum berjalan normal karena belum ada perkembangan berarti sejak skandal penyadapan oleh Canberra. Sejak terbongkarnya skandal penyadapan intelijen Australia atas komunikasi telepon para petinggi Indonesia November 2013, seperti yang diungkap Snowden, hubungan kedua negara masih tegang.

Kedua pemerintah akhir tahun lalu sepakat adanya penerapan enam langkah sebagai prasyarat kembali pulihnya hubungan kedua negara. Namun menurut Marty, perkembangannya masih belum menunjukkan perkembangan yang positif bagi hubungan kedua negara.

“Hingga saat ini kami masih terhenti di langkah pertama. Saya mencoba bergerak dari poin satu, tetapi kan belum selesai. Dari dulu saya sampaikan, ayo kita duduk bersama. Apa yang kita ketahui, apa yang tidak kita ketahui. Jadi tidak akan ada lagi kejutan-kejutan. Setiap kali ada kegiatan selalu muncul yang baru lagi,” ujarnya.

Amerika dan Australia berkali-kali mengatakan, penyadapan yang mereka lakukan demi alasan keamanan dan mencegah terorisme. Namun, pengungkapan penyadapan kali ini menunjukkan, kedua negara menyadap percakapan dagang soal sengketa rokok kretek dan udang Indonesia.

Dalam artikelnya, Sabtu (15/2), The New York Times memberitakan soal kerjasama antara ASD dan NSA melalui operasi penyadapan pada 2010.

Penyadapan dilakukan intelijen ASD terhadap pembicaraan antara pejabat Indonesia dan sebuah perusahaan hukum asal Amerika. Tidak disebutkan kasus apa yang dimaksud, tapi tahun itu Indonesia tengah kisruh dengan Amerika Serikat soal rokok kretek dan udang.

NSA, dalam dokumen, diungkap memberikan data dalam jumlah besar milik Indosat, termasuk komunikasi para pejabat di sejumlah kementerian di Indonesia. Dokumen lain yang diungkap oleh New York Times menunjukkan, pada 2013, ASD mendapatkan hampir 1,8 juta kunci enskripsi induk yang digunakan operator selular Telkomsel, untuk melindungi percakapan pribadi dari pelanggannya. Intelijen Australia juga membongkar hampir seluruh enskripsi yang dilakukan Telkomsel.

Data pengguna telepon seluler pada 2012 menunjukkan bahwa Telkomsel memiliki 212 juta pelanggan atau sekitar 62 persen, sementara Indosat memiliki 52 juta pelanggan, atau 15 persen. Kedua operator ini menguasai 77 persen pelanggan seluler di Indonesia.