Keputusan Inggris Keluar UE Hadapi Tantangan di Pengadilan Tinggi

Pendukung keanggotaan Uni Eropa berunjuk rasa sambil membawa bendera Uni Eropa pada hari pertama sidang yang membahas apakah pemerintah Perdana Menteri Theresa May dapat memicu keluar Inggris dari Uni Eropa tanpa tindakan Parlemen, di Pengadilan Tinggi, London, 13 Oktober 2016 (AP Photo/Alastair Grant).

Para aktivis di Inggris menantang kewenangan Perdana Menteri Theresa May untuk memulai proses negara itu keluar dari Uni Eropa, biasa disebut Brexit, tanpa pemungutan suara di parlemen.

Pengadilan Tinggi mulai menggelar tantangan hukum itu hari Kamis (13/10) dan putusannya dianggap akan menjadi putusan konstitusional yang paling penting dalam satu generasi ini.

Sementara, itu pemerintah menyatakan May memiliki kewenangan untuk memulai perundingan mengenai keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa pemungutan suara di Majelis Rendah, berkat hak istimewa eksekutif yang disebut “prerogatif kerajaan.”

Sementara itu, para aktivis, termasuk manajer investasi Gina Miller, berpendapat bahwa proses Brexit tidak dapat dimulai tanpa pemungutan suara di parlemen.

Miller, yang penuntut utama dalam kasus ini mengatakan, gugatan hukum itu tidak dimaksudkan untuk mempertahankan Inggris di dalam Uni Eropa, tetapi dimaksudkan untuk menjunjung proses demokrasi.

Dalam referendum 23 Juni di Inggris, para pemilih memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa dengan marjin 52 persen mendukung berbanding 48 persen menolak.

Demonstran dari kedua pihak mengenai isu itu berkumpul di luar Pengadilan Tinggi di London Kamis pagi, sebagai antisipasi bagi sidang di pengadilan, yang dijadwalkan akan berlangsung hingga Senin. [uh/lt]