PDIP: Pemerintah Siap Tak Populer Pasca Kenaikan BBM

  • Iris Gera

Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka Jakarta, Senin malam 17/11 (foto: Andylala/VOA).

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dipertanyakan sejumlah anggota DPR RI, namun Pramono Anung dari Fraksi PDIP menilai pemerintah tidak khawatir jika menjadi tidak populer.

Menyusul keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi, pemerintah terus berupaya menjelaskan kepada masyarakat alasan dan tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut. Menurut Menteri ESDM, Sudirman Said, anggaran subsidi untuk BBM berdampak negatif pada banyak hal sehingga harus dihapus.

Sementara menurut Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, tidak relevan jika dikaitkan antara kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini dengan turunnya harga minyak mentah dunia.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dipertanyakan sejumlah anggota DPR RI, namun Pramono Anung dari Fraksi PDIP menilai pemerintah tidak khawatir jika menjadi tidak populer.

Penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi terus dilakukan berbagai kalangan di berbagai daerah. Kenaikan tersebut dinilai memberatkan dan masyarakat kecewa terhadap langkah Presiden Jokowi yang tidak pro rakyat.

Menanggapi hal tersebut, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Pramono Anung kepada pers di Jakarta Selasa (18/11) menilai pemerintah sudah memperhitungkan seluruh resiko kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi termasuk turunnya popularitas.

“Pemerintah sekarang ini menaikkan dalam waktu kurang dari satu bulan, tentunya budget fiskal kita sungguh sangat berat dan memerlukan terobosan untuk itu, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan pemerintah sekarang dengan menaikkan pada momen yang seperti ini kemudian menjadi tidak popular dalam waktu dekat, ini kan resiko yang harus ditanggung,” ujar Pramono.

Para mahasiswa melakukan demonstrasi di daerah Cikini, Jakarta menyusul pengumuman kenaikan harga BBM oleh Presiden Jokowi, Senin 17/11 (foto: Andylala/VOA).

Rencananya, DPR akan mengundang pemerintah sekaligus mempertanyakan tidak dilakukannya konsultasi dengan DPR terkait kenaikan harga BBM bersubsidi.

Padahal sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya Yudha menegaskan kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan wewenang pemerintah.

“Kewenangan pemerintah penuh untuk melakukan kenaikan BBM, tugas DPR adalah mengkritisi di daerah mana yang terkena dampak langsung, supaya daya belinya tidak tergerus," ungkap Satya Yudha.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said berpendapat alokasi anggaran untuk subsidi BBM berdampak negatif terhadap banyak hal, termasuk potensi maraknya perdagangan BBM secara ilegal. Kondisi tersebut diingatkanya justeru sangat merugikan masyarakat.

Ia menjelaskan, “Kita memanjakan diri kita dengan subsidi, subsidi harus pelan-pelan habis, subsidinya diberikan kepada kegiatan yang lebih produktif, bukan kepada BBM, mesti diberikan kepada rakyat dalam bentuk irigasi yang baik, sarana kesehatan yang baik, murah, pendidikan yang baik, infrastruktur, pelabuhan, jembatan, nelayan dan sebagainya, karena subsidi ini bukan semata-mata masalah fiskal, bukan karena beban saja tetapi juga disparitas harga selalu saja memancing black market.”

Banyaknya kalangan yang menilai kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini tidak tepat karena harga minyak mentah dunia sedang turun, mendapat tanggapan dari Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Menurut Menteri Keuangan turunnya harga minyak mentah dunia bersifat sementara sehingga tidak dapat mempengaruhi anggaran negara mampu menekan subsidi.

“Harga minyak meskipun sudah di bawah, bicara mengenai subsidi dan harga harus melihat konteks budget dalam setahun, karena subsidi tidak ada satu hari, dua hari, yang ada adalah subsidi dalam setahun,” papar Bambang.

Bambang Brodjonegoro juga mengakui kenaikan harga BBM bersubsidi akan meningkatkan inflasi hingga akhir tahun sebesar 2 persen, sehingga target inflasi 2014 sekitar 5,3 persen meningkat menjadi 7,3 persen. Namun inflasi akan kembali terkendali pada awal 2015.

Meski demikian pemerintah mengklaim kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter mampu menghemat anggaran sebesar Rp 100 trilyun. Penghematan tersebut akan dialihkan untuk kebutuhan masyarakat kurang mampu.