Kelangkaan Pangan dan Virus Corona Tambah Beban bagi Afrika

Para tunawisma dialihkan untuk menempati stadion Caledonia di kota Pretoria, Afrika Selatan sebagai upaya untuk mencegah perebakan Covid-19 di negara itu.

Badan-badan dunia memperingatkan, pandemi virus corona kemungkinan akan menimbulkan kelangkaan pangan di seluruh dunia, dan negara-negara Afrika – yang telah bersusah payah mengatasi dampak bencana alam dan konflik selama ini – akan menjadi salah satu benua yang terpapar paling buruk.

Sebelum virus corona atau Covid-19 menjangkiti dunia, 113 juta orang di dunia telah berjuang mengatasi kelangkaan pangan sangat parah akibat kondisi yang sudah ada sebelumnya, mulai dari bencana alam hingga krisis.

Contoh terburuk adalah Ethiopia, Kenya dan Somalia; di mana Badan Urusan Pangan PBB FAO mengatakan 12 juta orang sudah berada dalam kondisi yang mengerikan akibat kekeringan berkepanjangan, gagal panen dan – di atas semuanya – wabah belalang gurun yang menyerang tanaman dan padang rumput antara bulan Desember dan Januari lalu.

Dalam laporan April ini, Jaringan Pencegahan Krisis Pangan FCPN mengatakan, konflik-konflik ini telah menimbulkan kelangkaan pangan dan malnutrisi di negara-negara cekungan Lake Chad, kawasan Liptako-Gourma, yaitu Mali, Niger dan Burkina Faso, dan di sebagian Nigeria. Ditambahkan, sekitar 17 juta orang akan menghadapi krisis gizi dan pangan pada bulan Juni hingga Agustus nanti.

Issoufou Baoua, pakar di Permanent Interstate Committee for Drought Control di Sahel, mengingatkan bahwa 50 juta orang saat ini “tertekan” dan berisiko terjerumus dalam krisis.

Ia menjelaskan bahwa populasi yang tertekan ini biasanya dapat menghidupi dirinya sendiri, tetapi tidak dapat mengelola pengeluaran non-pangan lainnya. Jika seseorang jatuh sakit misalnya, mereka perlu menjual sebagian persediaan makanan mereka, yang sebenarnya mereka andalkan untuk bertahan hidup, untuk menutupi biaya yang dibutuhkan itu. Sehingga selanjutnya mereka menghadapi masalah.

Pandemi virus corona dan langkah-langkah untuk mengatasinya juga merupakan tantangan. Afrika Selatan telah memperpanjang kebijakan lockdown di tingkat nasional hingga dua minggu lagi, yaitu hingga akhir April, karena terus meluasnya perebakan virus mematikan ini. Negara-negara lain memberlakukan jam malam.

Meskipun ada penutupan perbatasan dan pembatasan di dalam negara, sedianya tetap ada kecukupan pangan, ujar Sekou Sangare, Komisioner Agriculture, Environment and Water Resources of the Economic Community of West African States, ECOWAS.

Sekou Sangare mengatakan langkah-langkah lockdown yang penting itu seharusnya tidak mencegah para petani menjual produk-produk mereka di pasar. Karena jika itu terjadi maka akan mengganggu rantai pasokan makanan, menciptakan kelangkaan pangan dan meningkatkan harga.

Sejumlah LSM mengingatkan bahwa obatnya bisa jadi lebih buruk dibanding penyakit yang menjangkiti negara-negara dengan ekonomi yang rentan ini. Dampak kelaparan dapat menimbulkan lebih banyak korban dibanding virus itu sendiri, demikian peringatan ketua kelompok Action Against Hunger, Pierre Micheletti.

Micheletti mengatakan langkah-langkah lockdown berakibat hilangnya lapangan kerja bagi orang-orang yang berusaha bertahan hidup, yang sebagian besar berada di sektor informal. Menurutnya, seluruh gagasan tentang sistem jaring pengaman sosial dan subsidi moneter yang dimiliki negara maju tidak realistis untuk diterapkan di negara berkembang. [em/jm]