ISIS Bangun Pemerintahan di Suriah Timur Laut

Seorang militan Negara Islam (ISIS) menggunakan pengeras suara untuk mengumumkan pada warga kota Raqqa mengenai pengambilalihan kota Tabqa yang lokasinya dekat (24/9).

Negara Islam menyatakan bahwa mereka adalah sebuah pemerintahan, bukannya sekedar kelompok militan yang kebetulan memerintah.

Di kota-kota sepanjang dataran gurun Suriah Timur, kelompok ultra-militan terkait al-Qaida, Negara Islam, yang sebelumnya dikenal dengan ISIS, telah menyusup ke dalam hampir semua aspek kehidupan sehari-hari.

Kelompok yang dikenal dengan pemenggalan kepala, penyaliban dan pembantaian massal menyediakan listrik dan air, membayar gaji, mengatur lalu lintas, dan menjalankan hampir semuanya, dari mulai toko roti dan bank sampai sekolah, pengadilan dan masjid.

Meski taktik-taktik pertempuran yang tak kenal ampun dan pemberlakuan visi hukum syariah yang keras telah membuat kelompok itu jadi bahan berita, masyarakat mengatakan sebagian besar kekuatannya ada pada kemampuan memerintah yang efisian dan seringkali sangat pragmatis.

Provinsi Raqqa di Suriah timur memberikan ilustrasi terbaik dari metode-metode ISIS. Para anggota menyebut provinsi itu sebagai contohn kehidupan di bawah kekhalifahan Islam yang mereka harap suatu hari dapat berkembang dari China sampai Eropa.

Di ibukota provinsi, kota berselimut debu yang merupakan tempat tinggal bagi sekitar seperempat juta orang sebelum perang sipil Suriah yang telah berlangsung tiga tahun dimulai, kelompok itu tidak membiarkan lembaga atau layanan publik di luar kontrolnya.

"Jujur saja, mereka melakukan pekerjaan kelembagaan masif yang mengesankan," ujar seorang aktivis dari Raqqa yang sekarang tinggal di sebuah kota perbatasan di Turki.

Dalam wawancara-wawancara yang dilakukan jarak jauh, warga, pejuang Negara Islam dan bahkan aktivis yang melawan kelompok itu menggambarkan bagaimana ISIS telah membangun struktur yang serupa dengan pemerintahan modern dalam kurang dari setahun di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi.

Kemajuan kelompok itu telah membuat khawatir kekuatan-kekuatan regional dan Barat. Bulan lalu, Presiden AS Barack Obama menyebutnya "kanker" yang harus dihapus dari Timur Tengah sementara pesawat-pesawat tempur AS membombardir posisi-posisinya di Irak.

Namun Negara Islam telah menyusup secara sistematis ke dalam sistem kehidupan di tempat-tempat seperti Raqqa, sehingga mustahil bagi pesawat AS, apalagi Irak, Suriah dan pasukan Kurdi, untuk memusnahkan mereka hanya dengan kekuatan saja.

Pengantin Perempuan Revolusi

Tahun lalu, Raqqa menjadi kota pertama yang jatuh ke tangan pemberontak yang ingin menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Mereka menyebutnya "Pengantin Perempuan Revolusi."

Seorang militan anggota ISIS di Raqqa.

Beragam kelompok pemberontak mulai dari militan Islamis sampai kelompok agama moderat menguasai kota, meski para Islamis jelas mendominasi. Dalam setahun, Negara Islam merangkak menuju kekuasaan, tanpa ampun membantai pemberontak saingan.

Para aktivis yang kritis terhadap kelompok ini dibunuh, hilang, atau melarikan diri ke Turki. Alkohol dilarang. Toko-toko tutup sore hari dan jalanan kosong pada malam hari. Komunikasi dengan dunia luar, termasuk di kota-kota terdekat, diperbolehkan hanya melalui pusat media ISIS.

Para pemberontak dan aktivis yang tetap tinggal sebagian besar "bertobat", sebuah proses dimana mereka menyatakan kesetiaan pada Baghdadi dan diampuni "dosanya" terhadap Negara Islam, dan tetap tinggal di rumah atau bergabung dalam struktur organisasi kelompok tersebut.

Namun setelah serangan awal, kelompok itu mulai membentuk layanan dan lembaga-lembaga, menyatakan dengan jelas bahwa mereka berniat menetap dan menggunakan wilayah itu sebagai basis dalam perjuangan untuk menghapus batas-batas nasional dan membentuk sebuah "negara" Islam.

"Kami adalah sebuah negara," ujar seorang emir, atau komandan, di provinsi tersebut. "Situasi sangat baik di sini karena kami memerintah berdasarkan hukum Tuhan."

Beberapa Muslim Suni yang tadinya bekerja untuk pemerintahan Assad tetap tinggal setelah menyatakan sumpah setia pada kelompok tersebut.

"Warga-warga sipil yang tidak memiliki afiliasi politik telah menyesuaikan diri dengan kehadiran Negara Islam, karena mereka lelah dan capai, dan juga, jujur saja, kelompok itu melakukan pekerjaan kelembagaan di Raqqa," menurut seorang warga Raqqa yang menolak ISIS.

Sejak saat itu, kelompok itu "telah memperbaiki dan merestrukturisasi semua lembaga terkait layanan," termasuk sebuah kantor perlindungan konsumen dan pengadilan sipil, ujar seorang warga.

Brutalitas dan Pragmatisme

Dalam satu bulan terakhir saja, para pejuang Negara Islam telah menayangkan gambar-gambar mereka memenggal jurnalis-jurnalis AS James Foley dan Steven Sotloff, serta menangkap tentara Kurdi dan Lebanon, dan membantai tahanan Suriah yang hanya menggunakan pakaian dalam dengan senjata mesin.

Namun penggunaan kekerasan oleh kelompok itu bukan tidak pandang bulu. Kelompok itu seringkali melakukan perdagangan dengan para pengusaha yang loyal pada Assad jika sesuai dengan kepentingan mereka, misalnya.

Menurut seorang pejuang, mantan pegawai Assad yang sekarang berwenang atas mesin penggilingan dan pendistribusian untuk toko-toko roti di Raqqa. Para pedagang di waduk Raqqa, yang memasok lisrik dan air untuk kota, tetap berada di pos-pos mereka.

Kesediaan Negara Islam untuk menggunakan mantan-mantan pegawai Assad menunjukkan pragmatisme yang menurut masyarakat dan aktivis penting bagi keberhasilannya mempertahankan wilayah yang dicaplok.

Mereka telah dibantu oleh para ahli yang datang dari negara-negara termasuk di Afrika Utara dan Eropa. Orang yang ditunjuk Baghdadi untuk mengelola dan mengembangkan telekomunikasi Raqqa, misalnya, merupakan warga Tunisia dan memiliki gelar PhD dalam bidang tersebut, yang meninggalkan Tunisia untuk bergabung dengan kelompok itu dan melayani "negara."

Merefleksikan pernyataan Negara Islam bahwa mereka adalah sebuah pemerintahan, bukannya sekedar kelompok militan yang kebetulan memerintah, Baghdadi juga memisahkan operasi-operasi militer dari administrasi sipil, menugaskan pejuang hanya sebagai polisi dan tentara.

Baghdadi menunjuk wakil-wakil sipil yang disebut wali untuk mengelola lembaga-lembaga dan mengembangkan sektor-sektor mereka.

Wilayah-wilayah administratif dibagi menjadi waliyeh, atau provinsi, yang terkadang berhubungan dengan divisi yang ada namun, seperti di provinsi al-Furat yang dibentuk baru-baru ini, dapat menjangkau batas-batas nasional.

Para pejuang dan pegawai menerima gaji dari sebuah departemen yang disebut Badan Finansial Muslim, yang serupa dengan kementerian keuangan dan bank yang bertujuan mengurangi kemiskinan.

Para pejuang mendapat rumah, termasuk rumah-rumah yang disita dari warga non-Sunni lokal atau dari pegawai pemerintah yang melarikan diri, serta gaji sekitar US$400 sampai $600 per bulan, yang cukup untuk membayar biaya hidup sehari-hari di Suriah timur yang miskin.

Seorang pejuang mengatakan keluarga-keluarga miskin diberi uang. Seorang janda dapat menerima $100 untuk dirinya sendiri dan untuk setiap anak yang ia miliki, ujarnya.

Harga-harga juga dipertahankan untuk tetap rendah. Para pedagang yang memanipulasi harga dihukum, diperingatkan atau harus menutup usahanya jika tertangkap lagi.

Kelompok itu juga memberlakukan pajak syariah untuk pedagang dan keluarga kaya.

"Kami hanya memberlakukan Islam, zakat adalah pajak Islam yang diberlakukan Tuhan," ujar seorang jihadi di Raqqa.

Para analis memperkirakan bahwa Negara Islam juga menggalang jutaan dolar dengan menjual minyak dari ladang-ladang yang dikuasai mereka di Suriah dan Irak untuk para pengusaha Turki dan Irak dan dengan mengumpulkan tebusan bagi para sandera yang mereka tahan.

Baghdadi Berkuasa

Di jantung sistem Negara Islam adalah pemimpinnya, Baghdadi, yang pada Juni mendeklarasikan diri sebagai kalifah, setelah pecah dari al-Qaida.

Komandan Negara Islam, Baghdadi.

Masyarakat, pejuang dan aktivis sepakat bahwa Baghdadi sekarang sangat terlibat dalam pemerintahan di Raqqa, dan memiliki suara final untuk semua keputusan yang dibuat oleh para komandan dan pejabat. Bahkan harga-harga yang diberlakukan untuk barang-barang lokal harus dilaporkan padanya, ujar sumber-sumber lokal.

Warga mengatakan Baghdadi juga menyetujui pemenggalan dan eksekusi-eksekusi serta hukuman bagi para kriminal yang dihukum dalam pengadilan kelompok tersebut.

Di lapangan tempur, para pejuang menggambarkannya sebagai komandan yang keras dan berpengalaman.

Mereka mengatakan Baghdadi memimpin pertempuran-pertempuran besar, salah satunya yang mengambil alih basis militer Suriah yang dikenal sebagai Divisi 17 pada Juli, yang pertama dalam serangkaian kekalahan pemerintah Suriah di provinsi Raqqa.

"Ia tidak meninggalkan saudra-saudaranya. Dalam pertempuran untuk mengambil alih Divisi 17 ia juga terluka sedikit, tapi ia baik-baik saja sekarang," ujar seorang pejuang.

"Ia selalu bergerak. Ia tidak tinggal di satu tempat. Ia bergerak antara Raqqa, Deir al-Zor dan Mosul. Ia memimpin pertempuran."

Jihad Generasi Berikutnya

Meski pragmatisme merupakan kunci keberhasilan, ideologi juga penting dalam pemerintahan kelompok ini.

Dengan mendeklarasikan kekhalifahan dan membentuk "negara", Baghdadi ingin menarik jihadis-jihadis dan ahli asing dari luar negeri. Para pendukung mengatakan ribuan orang telah menanggapinya.

Pada saat yang sama, Islamis kaya dari seluruh dunia telah mengirim uang ke Raqqa untuk mendukung kekhalifahan, ujar jihadis.

Menurut sumber-sumber di Raqqa, kelompok itu mempertahankan tiga pabrik senjata yang terutama dirancang untuk membangun rudal. Ilmuwan-ilmuwan asing, termasuk para Muslim dari China, menurut klaim para pejuang itu, disimpan di lokasi privat dengan pengawal.

"Para ilmuwan dan pria-pria bergelar bergabung dengan ISIS," ujar seorang jihadis Arab.

Kelompok itu juga menanamkan modal besar pada generasi berikutnya dengan menginduksi anak-anak dengan ideologi mereka. Program-program sekolah dasar, menengah dan universitas sekarang memasukkan lebih banyak materi Islam.

Kelompok itu juga menerima perempuan yang ingin berjuang -- mereka dilatih mengenai "Islam yang sebenarnya" dan alasan berjuang.

Kelompok-kelompok pendidikan Islam diadakan di masjid-masjid untuk para pejuang yang baru tiba, yang menurut para militan di Raqqa, telah datang berbondong-bondong di wilayah yang dikontrol ISIS dalam jumlah yang bahkan lebih besar sejak Baghdadi mendeklarasikan kekhalifahan.

"Setiap tiga hari kami menerima sedikitnya 1.000 pejuang. Tempat-tempat penginapan dibanjiri mujahidin. Kami kehabisan tempat menampung mereka," ujar jihadi Arab tersebut. (Reuters)