Indonesia Mengecam Penggunaan Senjata Kimia

  • Fathiyah Wardah

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta. (Foto: dok)

Pemerintah Indonesia mengecam keras penggunaan senjata kimia di Suriah. Meski mengecam, Indonesia meminta semua pihak untuk menghormati hukum internasional, khususnya terkait piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perdamaian.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, Kamis (19/4) menerima tiga duta besar, yakni Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan, Duta Besar Inggris Moazzam Malik, dan Duta Besar Perancis Jean-Charles Berthonnet. Mereka datang menemui Retno di kantornya untuk menjelaskan soal dugaan serangan senjata kimia terhadap warga sipil di Duma, Ghuta Timur, dan serangan balasan yang dilakukan Amerika, Inggris, dan Prancis terhadap fasilitas militer Suriah.

Dalam pertemuan itu, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam jumpa pers mingguan di kantornya, Jumat (20/4), Menteri Retno menyampaikan sejumlah posisi Indonesia menyikapi perkembangan terbaru di Suriah.

Arrmanatha menjelaskan pemerintah Indonesia merasa prihatin dengan perkembangan terbaru di Suriah setelah insiden di Duma.

"Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) kembali menegaskan bahwa kita mengecam dengan keras penggunaan senjata kimia oleh siapa pun. Ibu menteri meminta semua pihak untuk menahan diri dan memperhatikan aspek kemanusiaan, khususnya kepada perempuan dan anak-anak menjadi prioritas," kata Arrmanatha.

Arrmanatha menambahkan Menteri Retno meminta kepada semua pihak untuk menghormati hukum internasional, khususnya terkait piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perdamaian.

Menteri Retno, lanjut Arrmanatha, menekankan perdamaian di negara Syam tersebut hanya dapat terwujud melalui proses pembicaraan damai. Pemerintah Indonesia mendorong semua pihak mengambil langkah tersebut.

Mengenai keadaan warga negara Indonesia yang menetap di Suriah, Arrmanatha mengungkapkan pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Damaskus telah melakukan repatriasi ribuan warga Indonesia dari Suriah sejak pemberontakan meletup di negara itu pada 2011.

"Namun sampai saat ini masih ada sekitar dua ribu WNI. Sebagian besar yang masuk ke sana itu adalah secara ilegal karena kita tidak memiliki moratorium (pengiriman tenaga kerja)," kata Arrmanatha.

Lebih lanjut Arramanatha mengatakan KBRI Damaskus terus menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan warga negara Indonesia yang bermukim di Suriah. Pihak KBRI juga rutin menginformasikan bila ada hal-hal darurat yang memang harus dan penting diketahui oleh masyarakat Indonesia di Suriah.

Arrmanatha mengatakan Kementerian Luar Negeri Sabtu pekan lalu juga telah mengeluarkan peringatan (travel warning) yang isinya meminta warga negara Indonesia untuk tidak bepergian ke Suriah.

Arrmanatha memastikan serangan gabungan yang dilakukan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis tidak membahayakan keselamatan warga negara Indonesia di Suriah. Sebab serangan udara itu dilancarkan terhadap fasilitas-fasilitas militer milik rezim Presiden Basyar al-Assad.

Sebelumnya, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia harus mempunyai sikap yang tegas terkait hal ini, salah satunya dengan meminta PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam serangan itu. Indonesia lanjutnya dapat mengajak negara-negara ASEAN, Organisasi Kerjasama Islam, Gerakan Non Blok. Ini dimaksudkan tambahnya agar di kemudian hari tidak terjadi lagi serangan serupa.

"Kita kan negara yang menghargai hukum internasional. Kita negara yang mengedepankan etika dalam menyelesaikan krisis internasional. Tentunya Amerika Serikat, Inggris dan Perancis sadar Indonesia memiliki nama baik di dunia sebagai negara yang tengah-tengah. Mereka sangat berharap Indonesia mengurangi kritiknya atas tiga negara tersebut, walaupun ini posisinya sulit untuk Indonesia karena kita sangat berharap menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB jadi dengan kehadiran duta besar ini kan sedikit banyaknya memberikan tekanan ke Indonesia bahwa mereka bisa menghalangi Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB," lanjutnya.

Suriah menarik perhatian luas masyarakat internasional sejak awal April ini. Diawali dengan dugaan serangan senjata kimia ke Douma, daerah di pinggiran timur Suriah pada 7 April yang menewaskan sedikitnya 40 orang.

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia Mengecam Penggunaan Senjata Kimia

Dilanjutkan saling tuding dan bantah antara Amerika, Rusia dan pemerintah Suriah tentang pelaku serangan itu, serangan udara Amerika-Inggris-Perancis terhadap fasilitas-fasilitas riset biologi dan kimia Suriah, ditolaknya rancangan resolusi Rusia supaya Amerika menghentikan serangan udara itu, dan masuknya tim Organisasi Pelarangan Senjata Kimia OPCW untuk memastikan pelaku serangan itu.

Perkembangan mengenai Suriah ini mendorong Duta Besar Amerika Serikat Joseph Donovan, Duta Besar Inggris Moazzam Malik, dan Duta Besar Perancis Jean-Charles Berthonnet menemui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantornya di Jakarta, Kamis (19/4).

Dalam pertemuan tertutup selama sekitar satu jam itu, Retno Marsudi tidak memberikan keterangan pers kepada wartawan. Jumpa pers juga disampaikan ketiga duta besar itu seusai pertemuan.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan mengatakan selama beberapa tahun terakhir Suriah selalu menggunakan senjata kimia terhadap warga negaranya sendiri berulang kali. Padahal menurutnya Suriah merupakan salah satu negara yang telah menyepakati Konvensi Senjata Kimia tahun 2013, dan sepakat menyerahkan semua senjata kimia yang dimilikinya. Konvensi ini dengan tegas melarang negara penandatangan untuk menggunakan senjata kimia. [fw/em]