Indonesia Ratifikasi Perjanjian Kabut Asap Awal 2014

Kabut asap dari kebakaran hutan di Indonesia menyelimuti Marina Bay Sands Hotel di Singapura, Juni 2013. (Foto: Dok)

Indonesia merupakan satu-satunya anggota ASEAN yang belum meratifikasi Perjanjian mengenai Polusi Asap Antar Perbatasan yang dibuat pada 2002.
Pemerintah Indonesia mengatakan akan meratifikasi perjanjian regional pada awal 2014 untuk mengatasi kabut asap dari kebakaran hutan yang membawa penderitaan bagi jutaan orang, namun seorang aktivis mengatakan diperlukan langkah-langkah yang lebih keras daripada itu.

“Kami harap dapat meratifikasi perjanjian tersebut pada akhir tahun ini atau awal tahun depan,” ujar Menteri Negara Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya pada wartawan Rabu (17/7).

Kambuaya dan menteri-menteri lingkungan hidup dari empat negara Asia Tenggara lainnya, yang membentuk “komite asap”, bertemu Rabu untuk membahas cara-cara mencegah kebakaran hutan di Indonesia.

Indonesia merupakan satu-satunya anggota Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) yang belum meratifikasi Perjanjian mengenai Polusi Asap Antar Perbatasan yang dibuat pada 2002.

Perjanjian tersebut bertujuan menghentikan kabut asap antar perbatasan dari kebakaran hutan dengan mewajibkan pihak-pihak terkait untuk mencegah pembakaran, mengawasi upaya-upaya pencegahan, bertukar informasi dan saling menyediakan bantuan.

Perjanjian ini juga mengikat penanda tangan untuk “menanggapi segera” terhadap permintaan-permintaan atas informasi dari negara-negara yang terkena asap, dan untuk mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan kewajiban-kewajiban mereka di bawah perjanjian itu.

T. Jayabalan, konsultan kesehatan publik dan penasihat lembaga Friends of the Earth Malaysia, memuji langkah pemerintah Indonesia untuk berjanji meratifikasi perjanjian tersebut, namun ia memperingatkan bahwa kurangnya penegakan hukum akan membuat masalah asap tetap ada.

“Ini langkah yang hangat-hangat kuku. Anda dapat memiliki semua regulasi, namun jika penegakan hukum kurang, kita akan terus menghadapi kabut asap,” ujarnya.

Jayabalan mengatakan banyaknya lahan gambut yang mudah terbakar di Sumatra juga berarti sulitnya penegakan hukum.

“Yang kita perlukan adalah regulasi yang bermakna. Kesehatan publik harus ada di atas keuntungan ekonomi,” ujarnya.

“Kita memerlukan aturan praktik yang termasuk langkah-langkah pembuat jera untuk mencegah pembakaran, dimana direktur-direktur perusahaan dapat dipenjarakan.”

Pemerintah telah menyalahkan Dewan Perwakilan Rakyat karena penundaan yang lama dalam meratifikasi perjanjian asap tersebut. Proposal untuk ratifikasi ditolak DPR pada 2008 dan pakta itu telah diajukan lagi ke badan legislatif tersebut.

Kambuaya mengatakan delapan perusahaan sedang diinvestigasi karena kaitannya dengan krisis asap baru-baru ini dan pemerintah akan mengidentifikasi mereka “secepat mungkin.”

Ia mengatakan pemerintah siap membagi peta-peta konsesi daerah yang rentan api dengan pemerintah lainnya, namun mereka tidak akan terbuka untuk publik seperti yang diminta oleh Singapura.

Peta konsesi menunjukkan siapa yang memiliki hak untuk menanam tumbuhan atau menebang pohon di lahan-lahan tertentu, memungkinkan mereka untuk diselidiki dan diadili untuk kebakaran hutan tersebut.

“Kita tidak diizinkan menerbitkan peta konsesi untuk publik,” ujarnya.

Menteri Lingkungan Hidup Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan negaranya berkompromi untuk membagi data tersebut hanya di antara pemerintah “setelah konsultasi yang intens.. menyusul episode asap terburuk yang pernah kami hadapi.”

“Kami mengatakan secara jujur pada menteri-menteri lain bahwa kita harus berbuat sesuatu,” ujarnya dalam sebuah pernyataan di Facebook.

“Sayang sekali kita tidak dapat memperoleh transparansi dan akses publik yang lebih besar.”

Faizal Parish, penasihat teknis senior proyek hutan gambut ASEAN, mengatakan tidak ada cara cepat untuk mengatasi kabut asap.

“Tidak ada tongkat sihir... perlu waktu lama untuk membalikkan situasi ini,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa musim kemarau dipastikan akan mendatangkan lebih banyak asap pada bulan-bulan mendatang. (AFP)