DPR AS Selidiki Kegagalan Penarikan Pasukan dari Afghanistan Tahun 2021

Pasukan terjun payung AS bersiap untuk menaiki pesawat kargo C-17 di bandara internasional Hamid Karzai di Kabul, untuk kembali ke Amerika Serikat, 30 Agustus 2021.

Dewan Perwakilan Rakyat DPR Amerika yang mayoritas terdiri dari anggota-anggota faksi Republik hari Rabu (8/3) meluncurkan penyelidikan terhadap keputusan pemerintah Biden untuk menarik mundur pasukan dari Afghanistan pada Agustus 2021.

Sejumlah pakar imigrasi dan militer yang membantu proses evakuasi memberi kesaksian bahwa kekacauan penarikan pasukan itu disebabkan oleh pengambilan keputusan yang buruk selama beberapa dekade ini.

Hari-hari terakhir kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan ditandai dengan kekacauan dan kematian karena kemajuan pesat Taliban yang mengejutkan militer dan Departemen Luar Negeri Amerika.

Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR yang juga anggota faksi Republik dari negara bagian Texas, Michael McCaul, mengatakan, “Akibat kelalaian pemerintahan Biden, dunia menyaksikan pemandangan yang memilukan di dalam dan sekitar bandara Kabul selama dua minggu ke depan (pasca penarikan mundur pasukan).”

Sejumlah anggota Kongres dari Partai Republik memimpin penyelidikan terharap peristiwa penarikan mundur pasukan Amerika dari Afghanistan pada pertengahan AGustus 2021. Sementara anggota-anggota Partai Demokrat menilai hal utama yang melandasi kekacauan penarikan pasukan itu disebabkan oleh pemerintahan sebelumnya, dalam hal ini pemerintahan Trump.

BACA JUGA: PBB: Afghanistan, Negara Paling Represif di Dunia bagi Perempuan

Anggota faksi Demokrat dari negara bagian New York, Gregory Meeks mengatakan, “Pada tahun-tahun sebelum penarikan pasukan itu, keputusan untuk terlibat dalam perundingan langsung dengan Taliban dilakukan tanpa melibatkan pemerintah Afghanistan. Undangan untuk bertemu di Camp David menegaskan legitimasi internasional terhadap Taliban.”

Meeks merujuk pada rencana Presiden Trump pada Hari Buruh tahun 2019 untuk mengundang wakil-wakil Taliban ke Camp David, yang kemudian dibatalkan setelah dikritik tajam oleh sebagian pembantunya. Media, termasuk surat kabar New York Times, menyampaikan laporannya ketika itu.

Kongres juga mempertanyakan soal keterlambatan dalam pemrosesan visa bagi puluhan ribu warga Afghanistan yang sebelumnya dijanjikan keselamatannya karena telah membantu pasukan Amerika.

Peter Lucier di Team America Relief, sebuah organisasi yang membantu mendukung upaya evakuasi itu, mengatakan, “Ini bukan kisah kegagalan Biden atau Trump. Ini kegagalan Amerika dan dampak yang telah dirasakan dan masih terus dirasakan warga Afghanistan.”

Sebelum penyerahan kekuasaan resmi kepada Taliban, sekitar 122.000 orang telah diterbangkan keluar dari Afghanistan. Tetapi status imigrasi warga Afghanistna yang berhasil mencapai Amerika masih belum pasti, dan puluhan ribu lainnya masih terjebak di dalam Afghanistan.

Francis Q. Hoang di Allied Airlift 21 mengatakan kepada Kongres, “Kami menangis saat mendengar pesan yang ditinggalkan oleh anak-anak yang memohon bantuan kami.”

BACA JUGA: Pasca Penarikan Tentara AS dari Afghanistan, Hubungan AS-Pakistan Merosot

Sejumlah personil pasukan Amerika juga memberi kesaksian betapa tidak jelasnya aturan keterlibatan mereka di bandara Kabul, sehingga membuat mereka tidak berdaya menolong warga Afghanistan yang ingin keluar dari negara itu. Hal ini diduga menyebabkan pemboman pada 26 Agustus, hari yang paling banyak menelan korban jiwa warga Amerika dalam sejarah keberadaannya selama sepuluh tahun di sana.

Sersan Tyler Vargas-Andres dari Korps Marinir Amerika mengatakan, “Penarikan pasukan itu adalah bencana. Tidak ada akuntabilitas. Kelalaian yang terjadi tidak dapat dimaafkan. Masih belum ada jawaban atas tewasnya ebelas mariner, satu pelaut dan satu tentara yang tewas pada 26 Agustus itu.”

Anggota-anggota DPR mengatakan akan meminta kesaksian Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Llyod Austin tentang peran departemen yang mereka pimpin dalam evakuasi tersebut. [em/jm]