Demo Buruh di Bandung, Aparat Diduga Lakukan Kekerasan pada Jurnalis dan Massa

  • Rio Tuasikal

Seorang jurnalis mengangkat poster dalam aksi Hari Buruh, menuntut penghapusan kekerasan terhadap awak media (courtesy: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung)

Aksi demo Hari Buruh di Bandung, Jawa Barat, diduga diwarnai kekerasan aparat terhadap massa. Oknum petugas juga diduga mengintimidasi sejumlah jurnalis.

Berdasarkan catatan koalisi masyarakat sipil, kekerasan itu diduga terjadi kepada buruh yang beraksi dari kawasan Dipatiukur ke Gedung Sate, Bandung, Rabu (1/5/2019) pukul 11.00 WIB. Kepala Departemen Sipil dan Politik LBH Bandung, Harold Aron, mengecam keras tindakan yang diduga dilakukan petugas ini.

“Mengecam kekerasan serta kekuatan berlebihan kepada massa aksi yang sbeenarnya menjalankan aksinya dengan damai,” ujarnya saat dihubungi VOA.

Your browser doesn’t support HTML5

Demo Buruh di Bandung, Aparat Diduga Lakukan Kekerasan pada Jurnalis dan Massa

Koalisi 10 organisasi sipil ini mengatakan, polisi melakukan tindakan ‘tidak manusiawi,’ ’kekerasan berlebihan’ dan penangkapan ‘sewenang-wenang’. Ujarnya, polisi sempat memukuli beberapa peserta aksi, mengejar massa, dan menangkapi mereka.

“Dalam praktiknya bisa dilihat dan dibuktikan bahwa ada penelanjangan, jalan jongkok, menggunduli kepala, mengecat tubuh, dan hal-hal lain,” ungkap Harold lagi.

Pihaknya mencatat, ada 619 orang peserta aksi yang ditangkap polisi termasuk 14 perempuan dan 293 orang di bawah 18 tahun. Pada pukul 20.00 WIB, massa perempuan masih ada di Mapolrestabes Bandung sementara massa laki-laki dipindahkan ke Mako Brimob, Jatinangor, sekitar 20 km dari lokasi aksi. Sejak Rabu malam hingga Kamis pagi, sebagian peserta aksi sudah dibebaskan pihak kepolisian.

BACA JUGA: Ribuan Buruh Turun ke Jalan Jakarta Peringati May Day 2019

Harold menyebut, tindakan aparat itu melanggar UU no 12/2015 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Politik Sipil serta Peraturan Kapolri 7/2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Koalisi masyarakat sipil menyatakan akan melayangkan gugatan hukum, meski lebih dulu fokus mendampingi massa aksi yang masih ditahan polisi.

Aparat Diduga Ikut Intimidasi Dua Jurnalis

Dua jurnalis yang merekam tindakan aparat kepada massa demo turut diintimidasi yang diduga juga dilakukan oleh aparat. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung mengatakan intimidasi itu dialami fotografer Prima Mulia dan jurnalis Iqbal Kusumadireza.

Menurut catatan AJI, keduanya mengaku melihat massa berbaju hitam dipukuli polisi dan mereka merekam kejadian itu dengan kamera. Ketika berpindah lokasi, keduanya dicegat polisi dan dipaksa menghapus gambar. Reza bahkan mengalami kekerasan.

“Sebelum kamera diambil juga udah ditendang-tendang. Saya mempertahankan kamera saya. Sambil bilang saya jurnalis,” kata Reza dalam rilis AJI Bandung. Dari hasil visum, Reza mengalami luka dan memar pada kaki.

Selain dari AJI, kecaman juga datang dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat mengecam tindakan aparat ini. IJTI Jabar meminta kepolisian menjerat pelaku dengan UU Pers. Pasal 18 UU ini melarang siapapun melakukan tindakan menghalang-halangi atau kekerasan kepada jurnalis.

Dalam video yang dirilis IJTI Jawa Barat, Kapolrestabes Bandung Irman Sugema nampak mendapatkan aduan langsung dari sejumlah jurnalis. Reza juga hadir dan memberikan kesaksian.

Merespon aduan itu, Irman mengatakan kasus itu bisa diproses di Propam. “Di Polrestabes kan ada Propam,” ujarnya singkat menanggapi kemungkinan gugatan hukum.

Laporan tahunan AJI mengungkap, kekerasan terhadap jurnalis terus terjadi. Dalam kurun 2006-2014, kasusnya naik turun dengan rata-rata 50 kasus per tahun. Kekerasan terhadap jurnalis tercatat dilakukan oleh pejabat publik, tentara, dan kelompok agama garis keras. [rt/em]