Caleg Stres Diperkirakan Capai Ribuan

Poster para kandidat legislatif di luar Jakarta. (Foto: Dok)

Pemerintah memiliki wacana mengubah aturan sehingga para kandidat wajib menjalani pemeriksaan kesehatan mental sebelum dapat bertarung dalam pileg.
Tubuhnya bergetar hebat dan Sofyan menjerit keras saat seorang dukun mencoba menenangkan calon anggota legislatif (caleg) itu, salah satu di antara semakin banyaknya dari mereka yang mencari pengobatan karena masalah kesehatan jiwa menyusul pemilihan legislatif (pileg) minggu lalu.

Banyak diantara sekitar 230.000 kandidat caleg untuk tingkat nasional dan lokal di seluruh Indonesia yang merogoh koceknya dalam-dalam untuk mendanai kampanye, namun beberapa sekarang membayar harga yang lebih besar.

Beberapa menjadi stres atau depresi karena kemungkinan kehilangan segalanya sementara yang lain terlihat menderita lebih parah, seperti yang diberitakan mencuri sandal tetangganya sebelum bersembunyi di atas pohon kelapa.

Ribuan caleg dirawat untuk penyakit terkait stres menyusul pileg 2009, dan laporan media dalam beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa situasi yang sama akan terjadi setelah pileg 9 April.

Meski banyak dari mereka yang jatuh sakit adalah yang kalah, hal itu tidak selalu terjadi karena stres dan biaya melakukan kampanye bisa sangat tinggi, apapun hasil akhirnya.

"Mereka telah kehilangan uang, tanah, rumah dan seorang kandidat bahkan kehilangan istrinya yang pergi dengan pria lain karena ia terlalu sibuk kampanye," menurut Muhammad Muzakkin, dari sebuah pusat penyembuhan tradisional di Pulau Jawa, yang telah merawat 51 kandidat yang stres dalam seminggu terakhir.

Banyak yang berani mengambil risiko karena imbal baliknya dianggap besar, seperti kemudahan berbisnis dan kesempatan jadi kaya dengan menerima suap.

Kurangnya dana kampanye dari partai-partai membuat banyak caleg memakai uang mereka sendiri. Sofyan, misalnya, menjual dua sepeda motor dan mengambil pinjaman lebih dari Rp 300 juta untuk mendanai kampanye untuk mendapatkan kursi DPRD Cirebon.

Uang itu adalah untuk membiayai bahan-bahan kampanye seperti poster dan uang yang dibagi-bagikan pada pemilih.

Meski hasilnya baru keluar Mei, namun tim politiknya yakin ia dapat meraih salah satu kursi untuk Partai Demokrat. Meski demikian, ia khawatir sesuatu yang salah akan terjadi dan prospek kehilangan uang yang sangat membuatnya depresi.

"Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan jika kalah," ujarnya.

Kandidat-kandidat lain kehilangan temperamennya ketika yakin mereka kalah, beberapa mengobrak-abrik tempat pemilihan suara dan ada yang minta pengembalian sumbangan dari masjid.

Unit-unit psikiatri di rumah-rumah sakit mengatakan siap merawat kandidat yang depresi, namun banyak yang mencari pengobatan tradisional.

Muzakkin mengatakan para praktisi pengobatan tradisional menggunakan doa-doa untuk "mengusir jin" yang menyebabkan depresi para caleg, banyak diantaranya ada dalam keadaan buruk saat tiba di kliniknya.

"Seorang pria mengamuk dan menelanjangi diri sampai harus disimpan ke kamar isolasi," ujarnya.

Masalah ini mulai dikhawatirkan pemerintah sampai ada wacana mengubah aturan sehingga para kandidat wajib menjalani pemeriksaan kesehatan mental sebelum dapat bertarung dalam pileg.

Eka Viora, Direktur Bina Kesehatan Jiwa pada Kementerian Kesehatan, mengatakan pemilihan umum dapat menjadi bencana bagi para kandidat, terutama yang kalah.

"Mereka tidak hanya kehilangan aset dan pekerjaan, tapi juga harga diri," ujarnya.

Namun analis politik Dodi Ambardi mengingatkan bahwa adalah tanggung jawab setiap kandidat untuk mengevaluasi apakah mereka sanggup menjalaninya.

"Ini judi yang berisiko. Jika mereka jelas tidak layak, mereka seharusnya jangan terlalu percaya diri dan ingin maju dalam pemilu," ujarnya. (AFP)