BNPB Imbau Masyarakat Bersiap Hadapi Cuaca Ekstrem

Kepala Pusat Data Infomasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Penanganan Darurat, Bencana Banjir Bandang, Tanah Longsor dan Angin Puting Beliung di Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2019. (Foto: VOA/Ghita)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperingatkan masyarakat agar bersiap menghadapi cuaca ekstrem di penghujung tahun ini. Mitigasi bencana pun terus disosialisasikan agar tidak banyak korban jiwa berjatuhan.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengimbau masyarakat untuk bersiap menghadapi cuaca ekstrem, khususnya curah hujan tinggi. Doni meminta masyarakat untuk menghindari tempat-tempat yang memiliki risiko ancaman bencana yang tinggi, terutama masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang dialiri sungai, dan juga yang tinggal di bukit-bukit.

“Ancaman terutama masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang dialiri oleh aliran sungai termasuk juga di kawasan-kawasan yang merupakan daerah rendah, demikian juga yang dekat dengan bukit-bukit yang berisiko terjadinya longsor, demikian juga yang berhubungan dengan angin puting beliung. Sudah diingatkan dari awal, agar bisa memangkas cabang-cabang pohon, ranting-ranting pohon sehingga beban pohon tidak terlalu berat ketika ada angin. Kalau bisa dipangkas, bukan ditebang, jangan sampai pohonnya ditebang, tapi dipangkas, dikurangi jumlah rantingnya sehingga ketika ada angin kencang, angin puting beliung, pohonnya tidak roboh,” ujar Doni dalam konferensi Pers di kantornya, di Jakarta, Selasa (17/12).

Ditambahkannya, BNPB juga akan meningkatkan pemeriksaan seluruh anak-anak sungai dengan melibatkan berbagai komponen termasuk para relawan dan juga pegiat lingkungan, untuk melakukan pemeriksaan terhambat atau tidaknya aliran air. Hal ini dilakukan guna meminimalisir dampak banjir bandang yang bisa menelan banyak korban.

Kepala BNPB Doni Monardo memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Penanganan Darurat, Bencana Banjir Bandang, Tanah Longsor dan Angin Puting Beliung di ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (17/12). (Foto: Humas BNPB)

“Oleh karenanya apabila ada tutupan yang dapat membuat anak sungai ini menjadi bendungan kecil, lantas curah hujan yang tinggi, akhirnya bebannya tidak kuat, sehingga jebol, nah ini bisa menimbulkan banjir bandang. Kita sangat khawatir kalau banjir bandang. Kalau banjir biasa saja mudah-mudahan tidak menimbulkan korban jiwa, tetapi kalau banjir bandang apalagi di ikuti dengan bebatuan, ini sangat mematikan, sama halnya seperti tsunami kecil. Jadi semua hal yang berhubungan dengan risiko, kita inventarisasi kemudian kita lakukan upaya-upaya mitigasinya. Demikian juga kesiapsiagaan untuk dapur lapangan, logistik, perlengkapan medis, tenaga medis dan semuanya,” jelas Doni.

2019 Jumlah Bencana Meningkat, Korban Sedikit

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Data, Informasi , dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo mengatakan sepanjang 2019 telah terjadi 3.622 peristiwa bencana di seluruh Indonesia. Mayoritas bencana yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi.

“Tahun ini ada 3.622 sampai tanggal 15 Desember. 90 persen adalah bencana hidrometeorologi, ini trennya naik terus. Yang paling banyak bencana dari tahun ke tahun adalah bencana angin puting beliung, naik terus. Lalu diikuti dengan tanah longsor, kekeringan, dan karhutla,” jelas Agus.

Your browser doesn’t support HTML5

BNPB Imbau Masyarakat Bersiap Hadapi Cuaca Ekstrem

Ditambahkannya, 3.622 bencana tersebut terdiri dari bencana angin puting beliung sebanyak 1.282 bencana, lalu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mencapai 744 bencana, diikuti dengan banjir 734 bencana, lalu tanah longsor 685 bencana. Dari ribuan bencana tersebut jumlah total korban yang meninggal dunia mencapai 475 orang dan korban hilang sebanyak 108 orang. Jumlah korban tersebut, kata Agus lebih sedikit dibandingkan daripada tahun lalu. Hal ini disebabkan karena pada tahun ini Indonesia tidak terkena bencana geologi yang besar, meskipun dari sisi peristiwa bencana jumlahnya meningkat.

Adapun lima provinsi yang paling banyak terkena bencana adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh , dan Sulawesi Selatan.

BACA JUGA: Banjir Bandang di Sigi, Sulteng, 2 Meninggal Dunia

“Jumlah korban meninggal dan hilang akibat bencana dibandingkan dari tahun 2008 sampai tahun 2019 kita bisa lihat kalau tidak terjadi gempa yang besar korbannya sedikit, walaupun bencana hidrometeorloginya banyak. Tahun ini bencananya tiga ribu lebih, tapi korban meninggalnya hanya sekitar 500 orang, karena kita tidak ada bencana geologi yang besar, gempa, tsunami, likuifaksi dan sebagainya. Kita bandingkan 2010 dan 2011 tinggi karena ada gempa bumi Sumbar dan ada banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai dan erupsi gunung Merapi, sehingga korbannya tinggi,” ungkap Agus.

Lanjutnya, bencana hidrometeorologi tersebut akan dimulai pada Desember ini dengan curah hujan yang tinggi. Curah hujan tinggi ini, akan mencapai puncaknya pada Januari, Februari dan Maret, sehingga diperkirakan akan menimbulkan bencana banjir yang cukup banyak.

Sementara itu, terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Agus menjelaskan sepanjang 2019 BNPB mencatat sebanyak 942 hektar lahan terbakar di seluruh wilayah Indonesia. Ia merinci terjadi karhutla seluas 161 hektar di Kalimantan Tengah, 131 hektar di Kalimantan Barat, 120 hektar di Nusa Tenggara Timur, 115 hektar di Kalimantan Selatan, dan 92 hektar di Sumatera Selatan.

BACA JUGA: Penderita ISPA Akibat Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Mencapai 919 Ribu Orang

Selain berusaha melakukan pemadaman api dengan berbagai cara, ke depan BNPB pun akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan lagi. Menurutnya tindakan pencegahan lebih penting, ketimbang tindakan pemadaman api, yang seringkali sulit untuk dilakukan.

“Untuk di karhutla juga statusnya mencegah, kita untuk karhutla ke depan arahan Kepala Badan nomor satu adalah kita perlu mengembalikan gambut kepada kodrat aslinya. Jadi kodrat asli dari gambut itu adalah basah, berair dan berawa. Jadi kita akan mengembalikan. Makanya akan membangun sekat-sekat kanal, embung supaya basah kondisi gambutnya. Jadi operasinya kita sudah siap-siap dari sekarang. Kedua kita akan mengubah perilaku dari penduduk, kita akan usahakan ada sosialisasi supaya tidak membakar lahan untuk membukanya, yang kedua penduduk perlu menyesuaikan mata pencahariannya, yang sesuai dengan sifat lahan gambut tadi, diarahkan ada sagu, karena sagu kan cocok, kemudian perikanan ada ikan gabus, banyak. Kemudian misalnya nanas, padi dan sebagainya yang cocok dengan lahan basah, itu yang perlu disosialisasikan kepada mereka. Kita juga akan membantu bibit. Ada 5.000 bibit supaya banyak pohon supaya tidak ada longsor,” papar Agus.

Untuk tahun 2020, Agus menjelaskan bahwa bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung, masih akan mendominasi. Maka dari itu, pihaknya pun sudah mengirimkan surat kepada kepala daerah di seluruh Indonesia agar tetap waspada dan bersiap menghadapinya, termasuk kesiapan personel gabungan, logistik, fasilitas dan tenaga medis, dan sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat.

Dana siap pakai darurat pun, kata Agus siap digunakan. Setiap tahunnya BNPB memiliki dana darurat siap pakai senilai Rp4 triliun yang akan disalurkan ke berbagai daerah yang membutuhkan. Jumlah tersebut bisa meningkat tergantung kebutuhan daerah-daerah yang terkena bencana. [gi/ab]