Bisnis Kelapa Sawit Ancam Habitat Orangutan di Indonesia

Seekor anak Orangutan mengintip dari balik kandangnya untuk menjalani program konservasi di Batu Mbelin, dekat Medan, Sumatra Utara (foto: dok).

Bisnis kelapa sawit di Indonesia tidak hanya memicu kebakaran terburuk di dunia, namun juga memungkinkan perdagangan ilegal yang banyak menelan korban nyawa hewan, termasuk orang utan.

Reporter David Boyle dan Laura Villadiego pergi ke Sumatra, untuk meninjau, upaya apa yang dilakukan untuk menyelamatkan anak-anak orang utan yang terancam punah ini.

Induk orangutan yang dulunya dipelihara dalam kandang ini membesarkan anak-anak mereka di bukit ekosistem Leuser, perbatasan antara provinsi Aceh dan Sumatera Utara, hutan dengan keanekaragaman hayati paling besar di Asia.

Satwa yang diungsikan akibat penebangan yang serakah itu diperkenalkan kembali ke dalam hutan semi-liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Di taman nasional ini, hewan-hewan yang menjadi korban penggundulan hutan diperkenalkan kembali ke eksistensi setengah liar. Makin banyak anak orang utan yang tumbuh tanpa induk, karena induk mereka dibunuh oleh pemburu liar. Para pemburu liar menembak tewas induk orang utan untuk memperoleh anaknya.

Panut Hadisiswoyo memimpin patroli terhadap perburuan ilegal, yang menurutnya terjadi karena penggundulan hutan sehingga mengakibatkan orang utan hidup di kantong-kantong kecil habitat.

"Orang ingin memiliki orang utan sebagai hewan piaraan sehingga perdagangan orang utan meningkat karena ada akses yang dipicu oleh penebangan liar dan oleh karena itu pedagang ingin menjual orang utan ke luar negeri termasuk ke Malaysia dan Thailand," kata Panut, pendiri 'Orangutan Information Center'.

Pemburu liar umumnya beroperasi ekosistem Leuser yang luasnya 2,5 juta hektar, yang menjadi habitat sekitar 6.700 orangutan, dan juga badak, gajah, harimau dan macan tutul. Menurut Global Forest Watch, lebih dari 1,3 juta hektar hutan musnah di Sumatera antara tahun 2001 dan 2014, sebagian besar di dalam hutan Leuser.

Orang-orang seperti Ian Singleton, pendiri Program Pelestarian Orang Utan Sumatera harus mengurusi korban-korban ini, termasuk seekor urang utan jantan dewasa yang mengalami 62 luka tembak senapan angin.

“Ketika perusahaan-perusahaan itu memasuki daerah-daerah ini mereka menebang semua pohon besar dan menggunakan buldoser untuk meratakan tanah, mereka akan membakar hutan dan membunuh setiap makhluk hidup, bukan hanya orang utan, tapi bahkan semut dan lumut. Saya selalu menyebut orang-orang utan ini sebagai penyintas yang beruntung dalam gelombang penghancuran hutan, tetapi mereka adalah juga pengungsi,” ujar Ian Singleton.

Pemerintah semi-otonomi di Aceh sekarang ingin membuka lahan-lahan luas di Leuser, hampir setengah taman nasional itu menurut kelompok-kelompok pecinta lingkungan, untuk budidaya legal melalui sebuah rencana tata ruang yang diusulkan. Bagi para pegiat yang bekerja tanpa lelah untuk melindungi hewan liar, itu akan merupakan sebuah bencana yang mengerikan. [ps/ds]