AS Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran, Harga Minyak Melonjak

Pemandangan dermaga minyak dari sebuah kapal di pelabuhan Kalantari di Kota Chabahar, 300 km (186 mil) timur Selat Hormuz, Iran, 7 Januari 2012.

Harga minyak melonjak lebih dari 2 persen dan bertengger di level tertinggi selama 3,5 tahun, Rabu (9/5), setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran, Reuters melaporkan.

Keputusan AS itu diperkirakan akan mengurangi ekspor minyak mentah negara anggota OPEC tersebut hingga memotong pasokan ke pasar yang sudah ketat.

Selasa (8/5), Trump memutuskan AS keluar dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran yang ditandatangani akhir 2015. Langkah itu akan memperbesar risiko konflik di Timur Tengah dan memicu ketidakpastian mengenai pasokan minyak dunia.

Harga minyak berjangka Brent sempat menyentuh $76,75 per barel, harga tertinggi yang dicapai sejak November 2014. Brent kemudian diperdagangkan menjadi $76,66 per barel, naik sebanyak $1,81 atau 2,4 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya.

Baca: Pengamat: Mundur dari Perjanjian Nuklir Iran, AS Makin Sendirian

Harga minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), naik sebanyak $1,55 per barel atau $70,61 per barel, mendekati level tertinggi yang pernah dicapai pada akhir 2014.

Iran muncul kembali menjadi salah satu eksportir minyak besar pada 2016 setelah pencabutan sanksi internasional sebagai imbalan penghentian program nuklir Iran. Ekspor minyak mentah Iran pada April mencapai 2,6 juta barel per hari.

Saat ini Iran tercatat sebagai eksportir minyak mentah ketiga terbesar di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) setelah Arab Saudi dan Irak.

Dengan keluar dari kesepakatan artinya AS kemungkinan besar akan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran setelah 180 hari, kecuali ada perjanjian lain yang disepakati sebelum itu.

Penurunan ekspor minyak Iran akan paling dirasakan oleh Asia karena kawasan ini adalah pembeli terbesar minyak Iran.

Ekspor minyak Iran ke Asia dan Eropa hampir pasti akan menurun tahun ini hingga 2019 karena negara-negara pembeli akan berusaha mencari sumber pasokan lain untuk menghindari masalah dengan AS dan ketika sanksi mulai efektif.

“Ada kekhawatiran ekspor Iran bisa turun sebanyak 1 juta barel per hari dari level ekspor sekarang,” kata Tomomichi Akuta, ekonom senior dari Mitsubishi UFJ Research and Consulting di Tokyo.

“Pasokan/ permintaan masih seimbang saat ini, tapi bisa jadi kekurangan pasokan (bila ada pembatasan pasokan baru). Harga minyak bisa naik sebanyak setidaknya $10 per barel dengan Brent bisa naik mendekati $90,” kata dia. [ft]