Tautan-tautan Akses

Netanyahu Kecam Pencantuman Label untuk Produk dari Permukiman Israel


Seorang petugas menempelkan stiker pada botol wine sebelum dilemmas untuk ekspor di pabrik pembuatan wine, Shiloh Wineries, sebelah utara Ramallah, Tepi Barat, 8 November 2015 (Foto: dok).
Seorang petugas menempelkan stiker pada botol wine sebelum dilemmas untuk ekspor di pabrik pembuatan wine, Shiloh Wineries, sebelah utara Ramallah, Tepi Barat, 8 November 2015 (Foto: dok).

Para pejabat Uni Eropa di Brussels mengatakan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memperjelas peraturan-peraturan yang ada sekarang ini mengenai barang-barang yang dijual di Eropa.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam pedoman baru Uni Eropa mengenai pencantuman label untuk produk-produk yang dibuat di permukiman Israel di wilayah Palestina. Keputusan Uni Eropa yang diumumkan hari Rabu itu mengharuskan para produsen Israel untuk mencantumkan label yang menjelaskan bahwa produk mereka yang diekspor ke Uni Eropa berasal dari wilayah-wilayah permukiman.

Sementara itu, Palestina hari Rabu kemarin memperingati 11 tahun meninggalnya pemimpin mereka Yasser Arafat.

Ketentuan baru Uni Eropa mengenai pencantuman label itu berdampak pada barang-barang yang diproduksi perusahaan dan pertanian Israel di wilayah yang direbutnya dalam Perang Arab-Israel tahun 1967. Para pejabat Uni Eropa di Brussels mengatakan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memperjelas peraturan-peraturan yang ada sekarang ini mengenai barang-barang yang dijual di Eropa. Tetapi Israel secara umum menganggapnya sebagai kebijakan anti-Semit.​

"Eropa seharusnya merasa malu. Eropa telah mengambil suatu keputusan tak bermoral. Dari ratusan wilayah konflik di seluruh dunia, Eropa memilih Israel saja, hanya Israel, sementara Israel berjuang keras menghadapi gelombang terror. Uni Eropa tidak akan bisa merusak perekonomian Israel. Israel cukup kuat untuk mengatasi ini," ujar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Hubungan antara Uni Eropa dan Israel mendingin dalam beberapa tahun belakangan ini, di tengah-tengah meningkatnya kritik Eropa terkait perlakuan Israel terhadap Palestina. Suatu gerakan global yang disebut The Boycott, Divestment and Sanctions yang menyerukan tekanan terhadap Israel untuk mengakhiri pendudukan, memperoleh momentum di kalangan akademisi Eropa, meskipun dikecam oleh para pemimpin politik.

"Saya tidak dapat memikirkan hal lainnya yang lebih bodoh daripada mengatakan bahwa kalian menginginkan divestasi atau sanksi-sanksi, atau apapun, atau boikot terhadap suatu negara yang, patut diingat, merupakan satu-satunya demokrasi di kawasan," kata Walikota London Boris Johnson.

Tetapi permukiman Yahudi di wilayah pendudukan dianggap sebagai penghambat terbesar untuk mencapai suatu perjanjian perdamaian yang abadi di kawasan yang bergolak itu. Peringatan meninggalnya Arafat pada hari Rabu merupakan pengingat betapa sedikitnya perubahan pada rakyat Palestina sepeninggal pemimpin lama mereka itu.

"Kami menolak pendudukan dan memperjuangkan itu dengan semua cara yang kami punya. Kami akan melanjutkan jejak Arafat hingga pendudukan berakhir," kata Abdallah Abu Rahmah, seorang aktivis Palestina.

Arafat meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Perancis yang menyatakan ia mengalami stroke. Tetapi banyak warga Palestina meyakini bahwa kematiannya diatur oleh Israel. [uh/lt]

XS
SM
MD
LG