Tautan-tautan Akses

Indonesia Kecam Pernyataan Dua Menteri Israel Ingin Usir Warga Palestina dari Gaza


Anggota keluarga Abu Jarad, yang mengungsi akibat pemboman Israel di Jalur Gaza, memanggang roti di tenda kamp darurat di daerah Muwasi, Gaza selatan.
Anggota keluarga Abu Jarad, yang mengungsi akibat pemboman Israel di Jalur Gaza, memanggang roti di tenda kamp darurat di daerah Muwasi, Gaza selatan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengutuk dan menolak keras pernyataan dua menteri Israel yang menyerukan pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza dan kemudian membangun permukiman Yahudi di sana. 

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyebut pernyataan dua menteri Israel, yaitu Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang menyerukan pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza dan kemudian membangun permukiman Yahudi di sana, sebagai pernyataan yang sangat provokatif, berlawanan dengan hukum internasional, dan tidak menghormati hak bangsa Palestina. Indonesia mengajak masyarakat internasional untuk mencegah proyek migrasi warga Palestina dari Gaza menjadi kenyataan.

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo kepada VOA, Minggu (7/1) menilai pernyataan Ben Gvir dan Smotrich kontraproduktif dengan gagasan solusi dua negara karena Jalur Gaza dan Tepi Barat adalah wilayah Palestina.

Ditambahkannya, kebijakan Israel terus memperluas permukiman Yahudi akan membuat wilayah Palestina makin kecil.

"Kalau memang ada perluasan permukiman yahudi dan seterusnya, tentu bisa berpotensi terhadap peningkatan konflik karena masyarakat Palestina tetap melihat apa yang dilakukan Israel ini sebagai bentuk penjajahan. Perluasan (permukiman ) itu akan berimbas pada potensi konflik akan tetap ada dan tinggi," katanya.

Jika Israel memaksakan mengusir warga Palestina dari Gaza dan membangun permukiman di sana, lanjut Agung, tentu tekanan terhadap Israel akan makin kuat. Kunci untuk menggagalkan rencana tersebut adalah menekan Amerika sebagai mitra strategis Israel untuk mendorong Israel tidak mewujudkan ide itu.

Pengamat: Pemerintah Netanyahu Ingin Negara Israel Tanpa Palestina

Secara terpisah, peneliti Timur Tengah di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nostalgiawan Wahyudhi mengatakan tidak terkejut dengan pernyataan kontroversial Ben Gvir dan Smotrich baru-baru ini karena pemerintahan Netanyahu memang pernah memperlihatkan peta Israel tanpa Palestina.

Nostalgiawan mengatakan ini sesuai dengan rencana besar Israel sebelum perang bahwa Gaza sehabis perang tidak sama dengan Gaza sebelumnya.

Tentara Israel berkumpul dengan kendaraan mereka di perbatasan dengan Jalur Gaza pada 7 Januari 2024, di tengah pertempuran Israel-Hamas yang terus berlanjut.
Tentara Israel berkumpul dengan kendaraan mereka di perbatasan dengan Jalur Gaza pada 7 Januari 2024, di tengah pertempuran Israel-Hamas yang terus berlanjut.

"Sekarang sebetulnya yang tersisa dari rencana Israel adalah tinggal mengatasi potensi serangan dari Hamas dan membentuk pemerintahan politik yang ada di Gaza. Dua hal itu sebetulnya yang belum terjadi. Sedangkan penguasaan dan pengusiran itu sudah terjadi sekarang," ujarnya.

Menurutnya tak heran jika Israel sangat getol mengkampanyekan Hamas sebagai organisasi teroris dan berusaha mendapatkan dukungan internasional untuk menjustifikasi serangkaian serangan darat dan udara di Jalur Gaza, yang disebut sebagai “pembelaan diri” terhadap serangan Hamas sebelumnya.

Nostalgiawan menilai kemungkinan warga Palestina terusir dari Gaza sangat besar karena Israel sudah menantikan hal ini sejak lama, dan sudah membuat berbagai rencana untuk mewujudkannya. Sementara badan-badan dunia, seperti Organisasi Kerja Sama Islam OKI dan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, tidak berdaya.

Selama Amerika masih memveto resolusi untuk menekan Israel di Dewan Keamanan PBB, lanjutnya, Israel akan kebal dari sanksi internasional. Demikian pula dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) tidak memiliki kekuatan untuk mencegah apa yang diamui oleh Israel. Apalagi sudah ada normalisasi politik dengan Israel di sebagian negara anggota OKI.

Menurutnya, normalisasi politik merupakan sebuah prestasi besar Israel. Negara-negara Timur Tengah seharusnya sejak awal menyadari bahwa normalisasi politik dengan Israel tidak bisa menjanjikan situasi perdamaian yang baru, namun justru membuat Israel leluasa memerangi rakyat Palestina.

Situs berita Zaman Israel Jumat lalu (5/1) melaporkan para pejabat Israel tengah dalam pembicaraan dengan Rwanda dan Chad, untuk menerima pengungsi Palestina dari Jalur Gaza tinggal di sana. Tidak seperti negara-negara lain, seorang pejabat senior Israel mengatakan kedua negara di benua Afrika itu prinsipnya setuju untuk menerima pengungsi sukarela dari Palestina.

Indonesia Kecam Pernyataan Dua Menteri Israel Ingin Usir Warga Palestina dari Gaza
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:57 0:00

Deplu AS Kecam Keras Pernyataan Dua Menteri Israel

Departemen Luar Negeri Amerika pada 2 Januari mengeluarkan pernyataan resmi mengecam pernyataan kedua menteri Israel itu.

“Retorika ini bersifat menghasut dan tidak bertanggung jawab. Kami telah diberitahu berulang kali dan secara konsisten oleh pemerintah Israel, termasuk oleh Perdana Menteri, bahwa pernyataan-pernyataan seperti itu tidak mencerminkan kebijakan pemerintah Israel. Mereka harus segera berhenti,” demikian petikan pernyataan itu.

Deplu AS menggarisbawahi bahwa “kami telah menyatakan dengan jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi memegang kendali atas masa depannya dan tidak ada kelompok-kelompok teror yang dapat mengancam Israel. Itulah masa depan yang kami inginkan, demi kepentingan warga Israel dan Palestina, wilayah sekitarnya, dan dunia.” [fw/em]

Forum

XS
SM
MD
LG