Tautan-tautan Akses

Bush, Kerry dan Mahkamah Agung <br> Leon Howell - 2004-10-19


Peran Presiden Amerika dalam mencalonkan hakim untuk duduk dalam Mahkamah Agung tidak banyak mendapat sorotan dalam pemilihan presiden Amerika kali ini. Isu isu penting lain – Irak, terorisme, lapangan kerja, layanan kesehatan dan lain lain menenggelamkan isu nominasi anggota Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung adalah sebuah lembaga dengan wewenang yang sangat besar. Dalam teori, sebagai cabang yudikatif dalam sistem pemerintahan Amerika, Mahkamah Agung sama kuatnya dengan cabang eksekutif yang dipimpin presiden, dan cabang legislatif, yaitu Kongres.

Kesembilan anggota Mahkamah Agung membahas dan menjatuhkan putusan dalam kasus-kasus yang diajukan oleh mahkamah yang lebih rendah. Setiap tahun, Mahkamah Agung menangani sekitar 100 kasus.

Kadang-kadang, putusan yang diambil Mahkamah Agung menimbulkan perubahan yang sangat besar. Pada tahun 1954, Mahkamah Agung mengakhiri segregasi rasial di sekolah dan tempat-tempat umum. Tahun 1973, Mahkamah Agung memutuskan bahwa perempuan memiliki hak untuk melakukan aborsi. Tahun 2000, dengan lima hakim mendukung dan empat hakim menentang, Mahkamah Agung menetapkan George W. Bush sebagai Presiden Amerika.

Kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung antara lain menyangkut legalisasi aborsi, pelonggaran undang-undang lingkungan, izin untuk berdoa di sekolah, pencabutan bantuan hukum gratis untuk orang miskin, dan isu-isu lain.

Presiden Amerika mencalonkan hakim untuk menjadi anggota Mahkamah Agung, dan Senat Amerika melakukan pemungutan suara untuk mengukuhkan atau menolak nominasi itu.

Falsafah hukum Presiden Bush adalah konservatif. Sebegitu jauh, ia belum pernah mencalonkan anggota Mahkamah Agung, tetapi 201 hakim mahkamah lebih rendah yang dicalonkannya, umumnya mencerminkan pandangan Presiden Bush. Ia mengatakan, dua orang hakim konservatif yang sekarang duduk dalam Mahkamah Agung adalah hakim yang harus dijadikan teladan.

Senator John Kerry berjanji akan mencalonkan hakim-hakim yang lebih moderat.

Umumnya, para anggota Mahkamah Agung mencerminkan pandangan Presiden yang menominasikan mereka. Tetapi tidak selalu begitu. Kedua anggota Mahkamah Agung sekarang ini yang berpandangan paling liberal dicalonkan oleh Presiden dari Partai Republik.

Kesembilan anggota Mahkamah Agung menduduki jabatan itu seumur hidup. Selama 10 tahun ini, tidak ada Hakim Agung yang meletakkan jabatan. Tetapi sekarang ini, seorang Hakim Agung umurnya 84 tahun, dan Ketua Mahkamah Agung berumur 80 tahun. Hanya satu Hakim Agung yang usianya di bawah 65 tahun. Diperkirakan, paling tidak satu, dan mungkin empat orang Hakim Agung, akan meletakkan jabatan dalam empat tahun yang akan datang.

Kalau itu terjadi, siapapun yang menang dalam pemilihan presiden tahun ini, akan dapat mempengaruhi susunan anggota Mahkamah Agung, untuk masa yang panjang.

Pertanyaannya bagi para pemilih adalah: calon presiden mana yang akan mencalonkan hakim yang pandangannya sesuai dengan keinginan mereka?

(Adaptasi: Djoko Santoso)

XS
SM
MD
LG