Tautan-tautan Akses

Nadia Madjid: Pentingnya Merasa Nyaman dengan Diri Sendiri - 2003-05-13


“Selamat berjumpa pemirsa, dari studio VOA-TV di Washington kali ini kembali Nadia Madjid akan menemani anda…” begitulah sapaan hangat yang biasa kita saksikan di Metro TV dalam acara “Dunia Kita.” Suara renyahnya juga bisa disimak di radio, lewat program-program seperti Ajang Musik Country atau Dunia Hiburan. Itulah Nadia Madjid, sosok yang antusias menjelajahi karirnya di dunia media.

Kehadirannya di VOA berawal dari tahap yang awam dijalani orang yang baru lulus sekolah, yaitu mencari-cari pekerjaan lewat internet. Pencarian Nadia yang pada tahun 2000 berhasil meraih Master di bidang Arts in the Humanities dari University of Chicago berakhir setelah menemukan iklan lowongan pekerjaan VOA. Mulai 10 Juli 2000, suaranya mulai terdengar menyapa para pendengar di Indonesia.

Keluwesan Nadia dalam dunia komunikasi memang telah teruji sejak mengajar public speaking dan bahasa Inggris di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Menurut Pat Davis, yang pertama bekerja sama dengannya saat tahap awal siaran “Halo VOA,” Nadia sangat kooperatif dalam bekerja. “Ia senang membagi pengetahuan dan pengalaman sehingga sangat membantu rekan-rekan kerja,” tambah Pat. Karenanya ia senang sekali ketika sekali lagi Nadia bekerja sama dengannya dalam merevisi program Siaran Pagi, yang akan mengudara sebentar lagi.

Pengalaman Nadia membawakan acara di TPI tahun 1998 membuatnya tidak canggung membidani dan menangani program televisi, suatu bagian yang terbilang baru di VOA seksi Indonesia. Acara televisi pertama yang ditanganinya adalah “Halo VOA,” di mana saat itu ia bertindak sebagai produser. Kini, penggemar sinema yang rajin menonton film dan acara-acara televisi untuk mengasah keterampilannya dalam produksi televisi ini, terlibat dalam pembuatan pilot sebuah program baru. Selain bertugas sebagai pembawa acara, ia bertindak sebagai produser sekaligus penyulih suara segmen-segmen berbahasa asing dalam “Dunia Kita.”

Ketika ditanya apa pengalaman yang paling berkesan selama bertugas di VOA, dengan spontan Nadia menjawab, “Sebelas September! Ketika itu saya benar-benar terbelah antara profesionalitas dan kepentingan pribadi.” Bagaimana tidak, sesaat setelah suami tercinta mengantarnya ke kantor, pesawat jatuh di Pentagon, yang jaraknya cuma sekian mil dari jalan raya yang dilalui sang suami. Jalur komunikasi dan transportasi sempat terputus, semua terkurung di dalam gedung, sementara permintaan liputan dari Indonesia makin meningkat. “Sudah mau menangis saking khawatir keselamatan suami, tapi kan harus tetap profesional,” kenangnya.

Memang, keluarga dan karir adalah dua komponen penting dalam hidup wanita yang senang jalan-jalan berkendara dan mencoba berbagai jenis makanan ini. Dukungan suami tercinta memberinya dorongan untuk giat mengembangkan hobinya yang dulu terpendam, yaitu mengarang cerita anak-anak. Telah 8 buku anak-anak dihasilkannya, baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Kecintaan Nadia dan suami pada dunia anak telah membentuk hobi bersama yang unik. “Saya dan suami jadi senang mengarang cerita anak-anak sebelum kami tidur. Mungkin karena kepingin sekali punya anak ya,” tuturnya sambil tertawa.

Coba tengok filosofi hidupnya. Apa sih kuncinya menjalani hidupmu Nad? “Yang penting menjaga hubungan vertikal antara diri dengan yang Maha Kuasa, juga hubungan horizontal dengan sesama manusia. Selama bisa menjaga hubungan baik di kedua sisi tadi, I’m comfortable in my own skin,” paparnya. Ia percaya pada kebaikan semua umat. Sikap positif ini berakar dari kedua orang tuanya, “Saya adalah diri saya yang sekarang ini berkat pendidikan, dukungan dan cinta orang tua.”

Lalu bagaimana dengan rencana ke depan? “Buat saya, rumah adalah tempat di manapun suami saya berada. Biarpun di Kutub Utara sekalipun, kalau memang suami bertugas di sana, itulah rumah saya,” tutur Nadia sambil tersenyum. Ia menggenggam sebuah keinginan untuk bisa bertualang sekali setahun bersama suami dan anak-anak, menjelajah tempat-tempat baru dan mempelajari bahasa-bahasa asing bersama. Jadi, prinsip kebahagiaan bagi seorang Nadia Madjid adalah, “Ketika kita bisa merasa nyaman dengan diri sendiri, sehingga tidak terpengaruh apa yang dikatakan, diperbuat dan dimiliki orang lain,” ungkapnya menutup perjumpaan.

Oleh: Anne Budianto

XS
SM
MD
LG