Tautan-tautan Akses

Terbangun dari The American Dream - 2003-01-28


Jika dalam beberapa hari belakangan ini ribuan warga Indonesia di Amerika tidak bisa tidur dengan nyenyak, memang sangat beralasan. Upaya mereka untuk meraih The American Dream telah terusik dengan keputusan Dinas Imigrasi dan Naturalisasi Amerika (INS), yang mewajibkan mereka untuk mendaftarkan diri ke kantor-kantor INS di seluruh Amerika.

Mengapa harus resah dan terbangun dari mimpi mereka? Sudah bukan rahasia lagi, puluhan ribu warga Indonesia tinggal di Amerika ini secara tidak sah. Mereka tersebar dari pantai barat hingga pantai timur Amerika, mulai dari Los Angeles, San Fransisco, Houston, Chicago, Boston, New York, Washington, D.C, Atlanta hingga Miami.

Mereka tidak mempunyai status imigrasi yang jelas dan legal. Sebagian besar tinggal lebih lama daripada waktu yang ditetapkan di dalam visa mereka (overstay). Sebagian lagi masuk dan tinggal di Amerika tanpa dokumen imigrasi yang lengkap (undocumented). Bahkan, yang lebih parah lagi sebagian lagi tidak memegang paspor Indonesia yang masih berlaku. Pokoknya, sebagian besar tinggal secara gelap.

Walaupun sebagian besar warga Indonesia di Amerika ini tidak mempunyai status imigrasi, mereka telah tinggal selama bertahun-tahun di negeri ini, baik sekolah maupun bekerja. Dengan berbagai cara, sebagian besar warga Indonesia yang dikenal sebagai pekerja keras di Amerika ini, mampu hidup dengan layak, membeli mobil, rumah, mempunyai anak dan seterusnya. 'The American Dream' mereka seolah telah diraih.

Sebagian lainnya datang dengan hanya satu tujuan, bekerja keras menumpuk dolar dan pulang ke Indonesia. Walaupun tanpa dokumen ijin kerja yang sah, sebagian besar bekerja dan mengirim ratusan dolar setiap bulannya ke tanah air.

Perjuangan menumpuk dolar ini tampaknya mulai terusik dengan keputusan INS tadi. Perasaan resah dan marah ini memaksa mereka untuk mencari perlindungan kepada perwakilan pemerintah Indonesia di berbagai kota di Amerika. Mereka bahkan menuntut Presiden Megawati Soekarnoputri agar segera turun tangan menyelesaikan masalah ini, agar bertemu dengan Presiden George Bush untuk membahas masalah ini.

Batas waktu wajib lapor ini semakin dekat, antara tanggal 24 Februari hingga 28 Maret mendatang. KBRI di Washington, D.C. dan sejumlah kantor konsulat RI di Amerika disibukkan dengan urusan ini. Berbagai organisasi massa warga Indonesia di Amerika juga berupaya membantu mereka yang resah dan marah ini. Para pengacara imigrasi juga ikut sibuk memberikan advokasi.

Sebagian sudah memutuskan untuk menyatakan selamat tinggal Amerika, meninggalkan impian mereka. Sebagian berusaha bertahan dengan berbagai upaya hukum. Sebagian lagi menyatakan tekad bulat mereka untuk tidak melapor dan berisiko tertangkap dan dipulangkan. 'Kalau memang sudah gelap, ya sekalian saja gelap,' itu kata mereka. Good luck.

Oleh: Irawan Nugroho

XS
SM
MD
LG