Tautan-tautan Akses

Menilik Pemilu AS - Akankah Terjadi Perubahan Keseimbangan Kekuasaan?


Pada tanggal 7 November, warga Amerika akan melaksanakan pemilu kongres yang akan mengubah keseimbangan kekuasaan di Washington. Pihak oposisi Demokrat berharap dapat memenangkan kembali kendali atas sekurang-kurangnya satu kamar dalam Konggres untuk pertama kalinya sejak 1994.

Ini adalah ritual yang dilaksanakan setiap dua tahun seperti yang dimandatkan oleh Konstitusi AS. Keseluruhan 435 anggota majelis perwakilan rakyat siap untuk melaksanakan pemilu tahun ini, demikian juga dengan 33 dari 100 kursi Senat. Untuk mendapatkan kembali kendali atas kedua majelis, Oposisi Demokrat harus memperoleh 15 kursi dalam dewan.

Inikah Akhir Dominasi Republikan?

Pihak Demokrat beranggapan bahwa masyarakat telah siap untuk sebuah perubahan, sementara pihak Republikan berkeinginan untuk terus mempertahankan mayoritas mereka di dalam dewan dan Senat. Selama berbulan-bulan, jajak pendapat opini publik menyatakan bahwa perubahan politik tampaknya akan menguntungkan Demokrat pada November nanti.

Karlyn Bowman dari American Enterprise Institute di Washington memonitor pendapat publik AS. “Warga Amerika cukup pesimistik saat ini. Saya rasa perang di Irak telah merusak banyak anggapan di berbagai bidang, sehingga Anda dapat melihat pesimisme di bidang-bidang yang tidak terkait secara langsung dengan perang di Irak, misalnya pesimisme dalam bidang ekonomi, padahal sebenarnya situasi ekonomi kita dalam kondisi baik,” jelas Bowman.

Para analis politik beranggapan bahwa ketidaksenangan publik terhadap perang di Irak akan menjadi faktor utama dalam kampanye pemilu tahun ini.

Stuart Rothenberg yang menerbitkan selebaran politik non-partisan di Washington mengatakan, “Ini bukan pemilu biasa. Ini adalah pemilu rasa hati. Anda mau perubahan atau Anda mau status quo? Dan beberapa orang menginginkan perubahan karena perang di Irak, beberapa lagi karena masalah imigrasi, sementara yang lainnya karena masalah skandal. Apapun, lah. Tetapi tidak ada masalah yang spesifik, seperti pajak misalnya, yang bakal menentukan pemilu ini.”

Walaupun pihak Republikan sadar atas kekisruhan di dalam negeri sehubungan dengan kasus Irak, tetapi mereka beranggapan bahwa AS tidak memiliki pilihan lain. Presiden Bush terus berusaha meyakinkan publik bahwa Irak adalah garis depan dalam perang melawan teror. “Dan ini adalah kerja keras antara kaum ekstrimis dan radikal, dan orang-orang yang bersikap biasa-biasa saja yang hanya ingin hidup dengan damai. Dan tuntutan negara ini pada abad ini adalah apakah kita akan menyokong keinginan ini atau tidak. Inilah pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh bangsa Amerika di luar jabatan kepresidenan saya,“ujar Presiden Bush.

Irak dan Perang Melawan Teror

Pihak Demokrat cepat sekali dalam mengkritik presiden dalam penanganan Irak. Walaupun demikian, partai tersebut tidak memiliki posisi untuk melakukan sesuatu atas konflik tersebut. Demokrat beranggapan bahwa Republikan ingin mengubah arah debat pemilu ke arah perang melawan teror yang lebih luas dan tidak hanya mengenai Irak karena dukungan publik terhadap usaha Irak sudah menipis.

Senator Hillary Clinton sedang mencoba masa keduanya di New York tahun ini dan dianggap akan menjadi lawan untuk nominasi presidensial Partai Demokrat tahun 2008. “Mereka (yaitu Republikan) mungkin tidak memiliki rencana untuk secara sukses menyelesaikan misi di Irak, tetapi mereka punya renacana untuk memenangkan pemilu. Taruhannya terlalu tinggi bagi mereka,” jelas Clinton.

Jajak pendapat menyatakan bahwa kubu Demokrat memiliki kelebihan dalam sejumlah masalah termasuk Irak, perekonomian dan kesehatan. Norman Ornstein dari American Enterprise Institute mengatakan, “Ini semakin menekankan realita yang sudah kita ketahui sejak lama, yaitu bahwa akan ada banyak dukungan terhadap Demokrat dalam pemilu ini; bahwa ini akan menjadi pemilu yang berat bagai partai-partai yang berkuasa.”

Dalam kebanyakan jajak pendapat, Republikan tetap menang tipis atas pertanyaan tentang partai manakah yang paling bisa menjaga keamanan Amerika dari terorisme. Hal itu adalah faktor kunci yang membantu Republikan dalam pemilu kongres tahun 2002 dan dalam kemenangan kembali Presiden Bush tahun 2004.

Analis opini publik Karlyn Bowman mengatakan, “Warga Amerika tampaknya tidak puas dengan performa Republikan dan juga dengan performa Konggres secara keseluruhan. Namun mereka juga tidak yakin apakah kubu Demokrat mampu bekerja dengan lebih baik.”

Skandal Foley

Mayoritas Republikan di dalam Konggres dalam keadaan bahaya akibat skandal yang melibatkan mantan anggota Konggres Republikan Mark Foley dari Florida. Foley mundur setelah ketahuan bahwa ia mengirim e-mail-e-mail yang tidak pantas kepada seorang pemuda yang sedang magang di Konggres. Bahkan seandainya Demokrat memenangkan kendali atas satu ataupun kedua majelis di dalam kongres, Presiden Bush akan tetap duduk di White House sampai akhir masa pemerintahannya dua tahun lagi. Para ahli mengatakan bahwa hal itu dapat menaikkan dukungan dan juga kemandekan politik dalam dua tahun ke depan.

Ahli politik Norman Ornstein mengatakan, ”Ke manapun arahnya, adalah fakta bahwa majelis dengan margin partisan yang rendah bukanlah formula untuk pemerintahan yang stabil ataupun untuk menjauhkan kita dari konflik partisan yang penuh kebencian yang telah mendominasi Konggres selama beberapa tahun terakhir ini.”

Ornstein dan yang lainnya meramalkan bahwa kendali Demokrat terhadap salah satu ataupun kedua majelis akan berujung pada banyak pengusutan dan penyelidikan di dalam konggres yang dapat membuat pemerintahan Bush dan sekutu Republikannya marah.

XS
SM
MD
LG