Tautan-tautan Akses

MA India Tolak Upaya Penggantian Nama Tempat-Tempat Bersejarah


Seorang polisi India mengibarkan dengan bendera India di depan gedung legislatif negara bagian Uttar Pradesh selama persiapan perayaan Hari Kemerdekaan di lucknow, India, Kamis, 11 Agustus 2022. (Foto: AP/Rajesh Kumar Singh)
Seorang polisi India mengibarkan dengan bendera India di depan gedung legislatif negara bagian Uttar Pradesh selama persiapan perayaan Hari Kemerdekaan di lucknow, India, Kamis, 11 Agustus 2022. (Foto: AP/Rajesh Kumar Singh)

Mahkamah Agung India telah menolak petisi seorang pemimpin nasionalis Hindu untuk mengganti nama seluruh kota dan tempat-tempat bersejarah di negara itu. Menurut pemimpin tersebut, tempat-tempat itu diberi nama yang sama dengan orang-orang yang ia sebut sebagai “para penjajah asing yang biadab” beberapa abad silam.

Dalam petisinya, Ashwini Upadhyay, seorang pengacara dan pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, meminta izin dari Mahkamah untuk menunjuk sebuah “komisi penggantian nama” guna menyiapkan daftar “tempat-tempat sejarah-budaya keagamaan (Hindu) kuno” yang diberi nama sama dengan penguasa Muslim semasa pemerintahan mereka dan menawarkan nama-nama Hindu.

Dalam menolak petisi Upadhyay, majelis beranggotakan dua hakim itu mengatakan proposal tersebut bertentangan dengan prinsip sekularisme yang diabadikan dalam Konstitusi.

“Kita sekuler dan seharusnya melindungi Konstitusi. Anda mengkhawatirkan masa lalu dan menggalinya untuk membebankannya pada generasi sekarang. Setiap hal yang Anda lakukan dalam hal ini akan menciptakan lebih banyak ketidakharmonisan,” kata majelis hakim.

Buruh bekerja di kompleks kuil di sebelah pagar tembok Masjid Gyanvapi menjelang peresmian koridor baru Kuil Kashi Vishwanath oleh Perdana Menteri India Narendra Modi 12 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Pawan Kumar)
Buruh bekerja di kompleks kuil di sebelah pagar tembok Masjid Gyanvapi menjelang peresmian koridor baru Kuil Kashi Vishwanath oleh Perdana Menteri India Narendra Modi 12 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Pawan Kumar)

Dimulai pada abad ke-12, suksesi Kerajaan Muslim – terutama kesultanan Delhi dan Kekaisaran Mughal – mendominasi anak benua India selama hampir tujuh abad. Selama pemerintahan Muslim, pertumbuhan perdagangan dan perniagaan disertai dengan pertumbuhan pesat kota-kota di seluruh penjuru India.

Penguasa Muslim mendirikan banyak kota, menamai kota-kota itu dengan nama mereka sendiri atau leluhur mereka.

Sejarawan Syed Ali Nadeem Rezavi, profesor sejarah abad pertengahan di Universitas Muslim Aligarh India, sependapat.

“Dengan cara ini, kami menemukan nama-nama tempat yang terkait dengan Muslim serta para ahli bangunan Hindu atau nenek moyang mereka. Agama jelas bukan dasar penamaan tempat-tempat ketika itu,” kata Rezavi kepada VOA.

Dalam beberapa tahun belakangan, beberapa tempat dengan nama yang terdengar seperti nama Muslim telah diganti namanya oleh pemerintah BJP. Pada tahun 2018, kota Allahabad di India Utara, yang didirikan oleh kaisar Mughal Akbar, diganti menjadi Prayagraj. Mughalsarai, persimpangan kereta bersejarah di dekatnya, diganti menjadi Persimpangan Pandit Deen Dayal Upadhyaya. Pandit Upadhyaya adalah pemimpin nasionalis Hindu abad ke-20.

Sepekan silam, Aurangabad, kota di India Barat yang dinamai oleh Kaisar Mughal Aurangzeb, diganti menjadi Chhatrapati Sambhaji Nagar. Chhatrapati Sambhaji adalah putra pahlawan Hindu Raja Chhatrapati Shivaji.

Dengan berkuasanya PM Narendra Modi, Hindutva – kelompok-kelompok nasionalis – meningkatkan tuntutan untuk mengganti nama banyak lokasi yang terdengar seperti nama Muslim.

Dalam petisinya, pemimpin BJP Upadhyay mengklaim bahwa lokasi-lokasi bersejarah yang ditemukan dalam naskah agama Hindu kuno dikenal dengan nama-nama yang disebutnya “para penjarah asing.”

Seorang pendukung Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India mengibarkan bendera partai selama kampanye pemilihan yang disampaikan oleh Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi, India, 8 Mei 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
Seorang pendukung Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India mengibarkan bendera partai selama kampanye pemilihan yang disampaikan oleh Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi, India, 8 Mei 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)

“Pemerintah–pemerintah yang berikutnya belum mengambil langkah-langkah untuk mengoreksi tindakan biadab penjajah dan kerugian terus berlanjut,” kata petisi Upadhyay.

Hakim K.M. Joseph mengatakan bahwa petisi Upadhyay melihat ke masa lalu secara selektif, secara spesifik menarget Muslim – warga minoritas agama terbesar India.

“India sekarang ini adalah negara sekuler. Jari-jari Anda diarahkan pada komunitas tertentu, yang disebut biadab. Apakah Anda ingin membuat negara ini tetap mendidih?” tanyanya.

Alok Vats, pemimpin senior BJP, membela petisi Upadhyay.

Vats mengatakan kepada VOA, "Penguasa tiran Muslim yang menghancurkan kuil-kuil Hindu dan secara paksa mengubah warga Hindu menjadi Islam sama sekali tidak dihormati dan diingat. Karena itu perubahan nama dibenarkan. Hal yang sama berlaku untuk penguasa kolonial. Sekarang, di bawah kepemimpinan BJP yang sekarang, sentimen Hindu berada pada puncaknya. Warga Hindu keluar untuk membatalkan semua perbuatan jahat dan anti-Hindu yang dilakukan pada masa lalu.”

Para tokoh dan aktivis Muslim di India, meskipun lega oleh penolakan Mahkamah Agung terhadap petisi Upadhyay itu, merasa khawatir atas kebangkitan Hindutva yang nyata di negara itu sejak BJP berkuasa.[uh/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG