Tautan-tautan Akses

WHO Serukan Pembaruan Upaya Pencegahan COVID-19 di Tengah Perebakan Omicron


Seorang petugas medis melakukan tes PCR terhadap seorang penumpang di bandara Johannesburg, di tengah perebakan COVID-19 varian Omicron di Afrika Selatan (27/11).
Seorang petugas medis melakukan tes PCR terhadap seorang penumpang di bandara Johannesburg, di tengah perebakan COVID-19 varian Omicron di Afrika Selatan (27/11).

Badan Kesehatan Dunia WHO mengatakan upaya pembaruan untuk mencegah perebakan virus corona dibutuhkan, sementara para ilmuwan berjuang keras untuk menentukan risiko varian baru omicron. Tingkat vaksinasi yang rendah dan kelelahan publik dengan langkah-langkah keselamatan yang ditetapkan membuat lebih banyak orang di Afrika kini berisiko terjangkit virus baru itu.

Para pakar mengatakan bukan hal mengejutkan ketika muncul varian baru virus corona. Kurang dari 8% orang di Afrika yang divaksinasi terhadap COVID-19, menciptakan lingkungan bagi virus ini untuk terus merebak dan bermutasi.

Dr. Mary Stephen, pakar teknik di WHO Kantor Afrika mengatakan dengan tidak adanya vaksin, warga masyarakat perlu didorong untuk menerapkan langkah-langkah lain untuk mengurangi perebakan dan menyelamatkan jiwa.

“Kita tidak boleh lelah. Kita harus terus memastikan bahwa kita mematuhi aturan untuk mengenakan masker wajah, menjaga jarak dan mencegah pertemuan dalam jumlah besar yang tidak perlu, memastikan keberhasihan tangan; jadi ada bentuk-bentuk perlindungan lain yang dapat dilakukan selain vaksinasi.”

Para ilmuwan di Afrika Selatan pekan lalu mendeteksi varian omicron. Penelitian masih terus dilakukan untuk menentukan bagaimana varian baru ini menyebar dan reaksinya terhadap vaksin.

Di tengah ketidakpastian ini, Inggris, Amerika dan Uni Eropa telah memberlakukan larangan perjalanan ke bagian selatan Afrika.

Namun Dr. Mary Stephen mengatakan varian baru ini sudah melintasi benua dan melarang penerbangan ke negara-negara Afrika yang telah sejak lama memberlakukan uji medis bagi wisatawan mereka, adalah tanggapan yang salah.

“Dunia sedianya bereaksi terhadap mereka (negara-negara di bagian selatan Afrika.red) dengan solidaritas. Solusinya bukan dengan melarang perjalanan, tetapi dengan meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi kasus-kasus ini, mengidentifikasi potensi risiko, mengurangi risiko; sementara memfasilitas perjalanan internasional karena telah melihat dampak buruk yang ditimbulkan COVID-19 terhadap perekonomian,” kata Stephen.

Jeremiah Tshukudu terlalu dekat dengan mereka yang menjadi korban dalam pandemi ini. Pengemudi Uber berusia 45 tahun itu mengatakan dua mobilnya disita tahun lalu karena ia tidak lagi mampu membayar cicilan mobilnya akibat kebijakan lockdown. Ia mengatakan khawatir akan menerima pukulan finansial lain akibat kemunculan varian omicron ini.

“Saya melihat kami seperti hampir kehilangan sekitar 50% dari apa yang kami hasilkan baru-baru ini. Mengandalkan Uber, bisnis turun, berarti saya tidak lagi bisa menafkahi keluarga,” ujarnya.

Terlepas dari dampak pandemi pada dirinya, Tshukudu mengatakan ia masih ragu divaksinasi.

Dengan ancaman varian baru, para pakar berharap orang-orang seperti Tshukudu mempertimbangkan kembali keputusannya.

Dr. Michelle Groome di Institut Nasional Untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan mengatakan, “Saya berharap dengan keprihatinan akan kemungkinan munculnya gelombang keempat, semoga mereka yang selama ini belum divaksinasi, kini bersedia divaksinasi.”

Lebih dari 3.200 orang di Afrika Selatan Sabtu lalu (27/11) terbukti positif mengidap COVID-19, menandai peningkatan dibanding hari sebelumnya.

Pemerintah Afrika Selatan kini melakukan kampanye intensif agar lebih banyak orang bersedia divaksinasi. Mereka menawarkan kupon makanan bagi yang bersedia divaksinasi.

Data pemerintah menunjukkan sedikitnya 41% orang dewasa di Afrika Selatan kini telah divaksinasi. [em/lt]

XS
SM
MD
LG