Tautan-tautan Akses

Perlukah Pemberian Suntikan Vaksin Penguat Sekarang?


Seorang mahasiswa di Jackson State University menerima suntikan vaksin COVID-19 di auditorium kampus di Jackson, Mississippi, 27 Juli 2021. (Foto: Rogelio V. Solis/AP)
Seorang mahasiswa di Jackson State University menerima suntikan vaksin COVID-19 di auditorium kampus di Jackson, Mississippi, 27 Juli 2021. (Foto: Rogelio V. Solis/AP)

Seiring munculnya varian-varian baru virus corona yang lebih kuat disertai berbagai laporan tentang menurunnya tingkat kemanjuran vaksin, banyak negara yang bersiap memberikan suntikan vaksin penguat. Namun, banyak pakar kesehatan mengatakan suntikan itu tidak diperlukan – setidaknya belum.

Setelah banyak permintaan agar lebih banyak vaksin tersedia bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pekan lalu menyerukan moratorium kepada negara-negara kaya yang memberikan suntikan penguat (booster) vaksin COVID-19 kepada warganya.

WHO mengatakan vaksin yang kini tersedia sepatutnya didistribusikan terlebih dahulu ke warga yang belum divaksinasi di negara-negara berkembang dan tertinggal.

“Kita tidak bisa dan tidak boleh membiarkan negara-negara yang sudah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin dunia untuk menggunakan lebih banyak lagi, sementara orang-orang yang paling rapuh di dunia tetap tidak terlindungi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Rabu (4/8) pekan lalu, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, mengatakan AS tetap menyalurkan bantuan, tetapi juga ingin mempersiapkan diri seandainya dosis penguat diperlukan.

“Kami merasa itu adalah pilihan yang keliru dan kami bisa melakukan keduanya. Kemarin kami baru saja mengumumkan bahwa kami mencapai tonggak penting karena telah menyumbang lebih dari 110 juta dosis vaksin ke seluruh dunia," ujar Psaki.

Seorang pria menerima vaksinasi COVID-19 di Masjid Houghton yang digunakan sebagai pusat vaksinasi drive-thru di Johannesburg, Rabu, 28 Juli 2021. (Foto: AP/Denis Farrell)
Seorang pria menerima vaksinasi COVID-19 di Masjid Houghton yang digunakan sebagai pusat vaksinasi drive-thru di Johannesburg, Rabu, 28 Juli 2021. (Foto: AP/Denis Farrell)

Jumlah itu lebih dari sumbangan negara-negara lain jika digabungkan. "Dan kami juga mulai menyumbangkan 500 juta dosis Pfizer yang kami beli," ujar Psaki.

Pekan ini, China berjanji memasok 2 miliar dosis vaksin ke negara-negara lain tahun ini dan akan menyumbang dana $100 juta ke COVAX, program yang bertujuan mendistribuskan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Ini menyusul Israel yang menjadi negara pertama yang memberikan dosis ketiga vaksin COVID-19 merek Pfizer kepada warga lansia pekan lalu. Negara-negara lain, termasuk Jerman dan Inggris, akan memberikan suntikan vaksin penguat mulai September.

Perlukah Pemberian Suntikan Vaksin Penguat Sekarang?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:06:11 0:00

Para pakar kesehatan angkat bicara.

“Saya percaya moratorium WHO itu untuk mencoba mengurangi dampak kegusaran mendapatkan vaksin penguat di AS dan Eropa terhadap seluruh pasokan vaksin dunia, dan saya rasa upaya itu sangat penting dalam menciptakan keadilan," kata Jessica Holzer dari Universitas New Haven.

“Yang jelas, banyak orang di seluruh dunia yang belum mendapatkan dosis pertama, dan saya rasa saat ini kita harus memusatkan perhatian kita ke sana...sebelum kita mulai memperkuat imunitas orang lain," ujar William Schaffner dari Pusat Kedokteran Universitas Vanderbilt.

Seorang pria menerima suntikan vaksin COVID-19 buatan Jhonson & Jhonson di Kabul, Afghanistan, 11 Juli 2021.
Seorang pria menerima suntikan vaksin COVID-19 buatan Jhonson & Jhonson di Kabul, Afghanistan, 11 Juli 2021.

Direktur Pusat Inovasi Kesehatan Dunia Universitas Duke, Krishna Udayakumar mengatakan bahwa yang perlu dilakukan adalah terus mengingatkan semua orang bahwa pandemi di AS dan di Afrika bukan dua pandemi yang terpisah.

"Ini adalah pandemi dunia...Dosis penguat menjadi penting, antara lain karena terkait durasi kekebalan tubuh, yang berarti kita belum cukup cepat memvaksinasi orang-orang di seluruh dunia untuk mengurasi risiko penularan, dan kedua, karena varian-varian baru yang bermunculan," paparnya.

Bulan lalu, Pfizer mengajukan permohonan kepada Badan Pengawas Makanan dan Obat (FDA) AS untuk mengizinkan pemberian dosis penguat vaksin COVID-19nya sesegera mungkin. Hal itu didasarkan pada bukti penurunan tingkat kemanjuran vaksin setelah enam bulan sejak pemberian dosis kedua serta berkurangnya kemanjuran terhadap varian delta yang sangat menular.

“Saya rasa penting untuk mengingat bahwa memudarnya (kemanjuran) itu adalah suatu penurunan, tapi bukan berarti kemanjurannya dari 95 persen, di mana Pfizer yang saya tahu merupakan perusahaan pertama yang muncul dan menyarankan dosis penguat, manjur 95% terhadap varian alpha, dan bahkan mempertahankan kemanjuran terhadap varian delta, kemudian turun, bukan berarti Anda tidak lagi terlindungi," ujar Jessica dari Universitas New Haven.

Schaffner mengatakan ia senang bila ada persediaan dosis penguat yang sudah diizinkan untuk digunakan, siap didistribusikan jika memang perlu, tapi tampaknya hal itu belum diperlukan.

“Varian delta kini menjadi penyebab 90% kasus COVID-19 di Amerika dan meskipun terjadi peningkatan tingkat keterisian rumah sakit, hampir semuanya orang-orang yang belum divaksinasi. Itu artinya vaksin ampuh melawan delta; ia menjauhkan orang-orang yang sudah divaksinasi dari rumah sakit, dan persis itulah tujuan utama vaksin," ujar Schaffner.

Pekerja mengenakan masker pelindung menurunkan Moderna hasil kerjasama internasional Indonesia-Amerika Serikat melalui fasilitas multilateral COVAX, di terminal kargo Soekarno Hatta International, 11 Juli 2021. (Foto: Courtesy Biro Pers via Reuters)
Pekerja mengenakan masker pelindung menurunkan Moderna hasil kerjasama internasional Indonesia-Amerika Serikat melalui fasilitas multilateral COVAX, di terminal kargo Soekarno Hatta International, 11 Juli 2021. (Foto: Courtesy Biro Pers via Reuters)

Selain itu, penting juga untuk membedakan mana kebutuhan mendesak, mana kebutuhan menengah dan jangka panjang, kata Udayakumar.

“Dalam jangka panjang, kita harus meningkatkan kapasitas produksi vaksin secara signifikan, dan sudah banyak investasi dilakukan (untuk itu). Kini kita mulai melihat investasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk di India, Afrika Selatan, Senegal," kata Udaykumar.

Kamis lalu (5/8), Moderna mengatakan vaksinnya bertahan pada 93 persen efektif enam bulan setelah pemberian dosis kedua. Perusahaan itu juga mengatakan pihaknya percaya dosis penguat akan diperlukan sebelum musim dingin.

Sementara itu, Schaffner menambahkan, dosis penguat mungkin bermanfaat untuk kelompok tertentu.

“Salah satu kelompok yang kami khawatirkan di AS – dan saya rasa juga di Eropa dan seluruh dunia – adalah orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya terganggu. Pertanyaannya adalah apakah orang-orang itu bisa mendapat manfaat dari dosis ketiga? Dan itu bisa saja. Anda bahkan mungkin menganggapnya bukan sebagai dosis penguat, tapi memang rangkaian tiga dosis (yang dibutuhkan) sejak awal," ujarnya.

Ketika ditanya VOA, Gedung Putih menjawab pada Jumat (6/8) bahwa para ilmuwan pemerintah juga tengah mempertimbangkan rekomendasi pemberian dosis penguat bagi orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh. [rd/ka]

XS
SM
MD
LG