Tautan-tautan Akses

Perusahaan Farmasi Raksasa AstraZeneca Hentikan Uji Vaksin Covid-19


Perusahaan farmasi raksasa Inggris-Swedia, AstraZeneca menghentikan uji coba global vaksin Covid-19 setelah seorang partisipan sukarelanya jatuh sakit setelah menerima vaksin eksperimental tersebut. (Foto: ilustrasi).
Perusahaan farmasi raksasa Inggris-Swedia, AstraZeneca menghentikan uji coba global vaksin Covid-19 setelah seorang partisipan sukarelanya jatuh sakit setelah menerima vaksin eksperimental tersebut. (Foto: ilustrasi).

Perusahaan farmasi raksasa Inggris-Swedia AstraZeneca telah menghentikan uji coba global vaksin Covid-19-nya yang berskala besar karena seorang partisipan sukarelanya jatuh sakit setelah menerima vaksin eksperimental itu.

Perusahaan tersebut Selasa mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan jeda dalam uji coba merupakan “tindakan biasa yang harus dilakukan kapan pun terjadi kondisi sakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan dalam salah satu pengujian, sementara kasus ini diinvestigasi, memastikan kami tetap mempertahankan integritas uji coba.”

AstraZeneca mengembangkan vaksin yang disebut AZD1222 itu bekerja sama dengan University of Oxford, Inggris. Vaksin itu sedang diujicobakan dalam Fase 2 dan Fase 3 yang berskala besar di beberapa negara, termasuk di AS, Inggris, Brazil, Afrika Selatan dan India. AZD1222 adalah satu dari tiga vaksin Covid-19 yang sedang dalam uji coba tahap akhir Fase 3 di AS.

Perusahaan tersebut tidak mengungkap kondisi sakit partisipan itu. Tetapi harian New York Times memberitakan bahwa sukarelawan yang berbasis di Inggris itu didiagnosis mengidap mielitis transversa, suatu sindrom peradangan yang mempengaruhi sumsum tulang belakang dan kerap dipicu oleh infeksi virus. Tetapi harian itu menyebutkan tidak diketahui apakah penyakit sukarelawan itu terkait langsung dengan vaksin AZD1222.

Beberapa jam sebelum mengumumkan jeda uji coba vaksin Covid-19-nya, AstraZeneca bergabung bersama delapan produsen obat lainnya dalam janji untuk tidak meminta persetujuan dari regulator pemerintah AS untuk vaksin apapun sebelum semua data menunjukkan vaksin itu aman dan efektif.

Para CEO dari sembilan perusahaan, yang mencakup Johnson & Johnson, Merck, Moderna dan Novavax, serta perusahaan yang memimpin dua proyek vaksin bersama, Pfizer dan BioNTech, serta Sanofi dan GlaxoSmithKline, mengeluarkan pernyataan berisi janji bahwa mereka “hanya akan meminta persetujuan atau otorisasi penggunaan darurat setelah vaksin menunjukkan keamanan dan kemanjuran melalui studi klinis Fase 3 yang dirancang dan dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan otoritas pengatur ahli,” termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).

Para CEO itu menyatakan mereka “akan selalu membuat keselamatan dan kesehatan individu-individu yang divaksinasi sebagai prioritas utama.”

Tekad bersama yang tidak biasa itu dimaksudkan untuk menyingkirkan kekhawatiran yang kian besar di kalangan pakar kesehatan bahwa perusahaan-perusahaan farmasi sedang dalam tekanan politik cukup besar untuk segera mengembangkan dan menyediakan vaksin Covid-19. Presiden AS Donald Trump telah berulang kali memberi kesan bahwa vaksin yang sukses diuji coba dapat disiapkan sebelum pemilihan presiden AS 3 November mendatang.

Tetapi Moncef Slaoui, penasihat vaksin utama Trump yang juga salah seorang direktur pada prakarsa pemerintah “Operation Warp Speed,” yang mendanai banyak upaya untuk mengembangkan, menguji coba dan memproduksi vaksin potensial, mengatakan kepada badan penyiaran publik NPR pekan lalu bahwa “sangat tidak mungkin” vaksin akan mendapat izin sebelum Hari Pemilihan.

PBB memperingatkan bahwa pandemi dapat membalik kemajuan yang telah dicapai selama puluhan tahun dalam menurunkan jumlah kematian anak-anak akibat penyakit yang dapat dicegah.

Suatu laporan baru dari tiga badan PBB – UNICEF, Organisasi Kesehatan Dunia, serta Divisi Populasi pada Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB – serta kelompok Bank Dunia menyatakan ada sedikit di atas 5 juta kematian yang dapat dicegah pada tahun 2019, dibandingkan dengan 12,5 juta kematian pada tahun 1990.

Tetapi laporan itu juga mendapati bahwa 68 persen responden di 77 negara melaporkan setidaknya ada beberapa gangguan dalam pemeriksaan fisik dan imunisasi pada anak-anak. Sebagian gangguan itu karena kekhawatiran orang tua bahwa anak-anak mereka akan terinfeksi virus.

Dalam rilis persnya, Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore mengatakan, sewaktu anak-anak tidak mendapat akses ke layanan kesehatan karena sistemnya kewalahan, dan karena perempuan takut melahirkan di rumah sakit karena khawatir tertular, mereka pun mungkin menjadi korban Covid-19.”

Pandemi juga terus mempengaruhi aktivitas sehari-hari di seluruh dunia. PM Inggris Boris Johnson, Rabu (9/9) diperkirakan akan mengeluarkan perintah yang membatasi jumlah orang yang ambil bagian dalam sebagian besar pertemuan sosial menjadi enam, dari 30 yang berlaku sekarang ini. Batas baru ini akan berlaku mulai pekan depan, sementara Inggris mengalami lonjakan hampir 3.000 tambahan kasus harian baru Covid-19 dalam beberapa pekan ini, angka yang tertinggi sejak Mei lalu.

Para pejabat di Kabupaten Los Angeles, California, telah mengeluarkan perintah yang melarang sebagian besar aktivitas Halloween, yang biasanya dirayakan pada 31 Oktober.

Aktivitas yang dilarang itu mencakup kegiatan tradisional trick-or-treating dari pintu ke pintu, sewaktu anak-anak mengetuk pintu untuk mendapatkan permen, dan trunk-or-treating, aktivitas serupa tetapi dilakukan dari mobil ke mobil. Berbagai acara di dalam dan di luar ruangan, termasuk karnaval, festival dan “rumah-rumah hantu” juga dilarang.

Para pejabat Kabupaten Los Angeles menyatakan hampir 250 ribu kasus virus corona telah dicatat di sana dan 6.036 di antaranya meninggal karena virus itu sejak pandemi mulai terjadi. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG