Tautan-tautan Akses

Bukan 'Lockdown', Jokowi Perintahkan Pembatasan Sosial dalam Skala Besar


Para pengunjung di sebuah rumah sakit di Padang, Sumatra Barat, duduk berjauhan untuk mencegah penularan virus corona (COVID-19), 21 Maret 2020. (Foto: Antara via Reuters)
Para pengunjung di sebuah rumah sakit di Padang, Sumatra Barat, duduk berjauhan untuk mencegah penularan virus corona (COVID-19), 21 Maret 2020. (Foto: Antara via Reuters)

Pemerintah tetap tidak menjalankan opsi lockdown dalam mengantisipasi penyebaran virus COVID-19. Pembatasan sosial dalam skala besar yang dipilih.

Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh untuk tidak melakukan lockdown di Indonesia sebagai upaya mencegah penularan virus Corona. Jokowi memerintahkan adanya pembatasan sosial atau physical distancing dalam skala yang lebih besar.

“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas lebih disiplin dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi juga sudah saya sudah sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” ujarnya dalam Telekonferensi Rapat Terbatas, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (30/3).

Untuk memberlakukan pembatasan sosial dalam skala besar ini, Jokowi meminta agar aturan detil pelaksanaannya dipersiapkan. Hal ini, katanya, perlu dilakukan agar seluruh provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia mendapatkan panduan yang jelas terkait hal ini.

Dalam kesempatan tersebut, mantan Walikota Solo ini juga menegaskan bahwa kebijakan karantina wilayah merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.

“Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah. Saya berharap seluruh Menteri memastikan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, harus memiliki visi yang sama. Harus satu visi. Memiliki kebijakan yang sama. Semuanya harus dikalkulasi, semuanya harus dihitung, baik dari dampak kesehatan maupun dampak sosial ekonomi yang ada,” ujarnya.

Dalam skema pembatasan sosial dalam skala besar ini, Jokowi meminta apotek dan toko atau supermarket bahan makanan pokok tetap buka untuk melayani masyarakat, dengan catatan tetap mengedepankan protokol jaga jarak yang sangat ketat.

Pemerintah, kata Jokowi juga telah menyiapkan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi yang diperuntukkan bagi pelaku UMKM, dan pekerja informal yang terdampak akibat pandemi global ini. Kebijakan tersebut, masih disusun oleh pemerintah dan akan segera diumumkan kepada masyarakat.

Bukan 'Lockdown', Jokowi Perintahkan Pembatasan Sosial dalam Skala Besar
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:19 0:00

Jokowi Imbau Mayarakat untuk Menunda Mudik

Bulan Ramadan sudah di depan mata. Sudah pasti tradisi mudik akan dilakukan oleh kebanyakan umat muslim. Namun dalam rangka pencegahan penularan COVID-19, Jokowi meminta kepada masyarakat untuk tidak mudik dalam masa pandemi global saat ini.

“Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah. Saya melihat sudah ada imbauan dari tokoh-tokoh dan gubernur kepada perantau di Jabodetabek untuk tidak mudik dan ini saya minta untuk diteruskan dan digencarkan lagi. Tapi menurut saya imbauan-imbauan seperti itu juga belum cukup. Perlu langkah-langkah yang lebih tegas untuk memutus rantai penyebaran COVID-19,” ungkap Jokowi.

Ia pun mendapatkan laporan bahwa sudah terjadi percepatan arus mudik dari Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur selama delapan hari terakhir. Tercatat ada 876 armada bus antar provinsi yang membawa kurang lebih 14 ribu penumpang dari Jabodetabek.

Menurutnya, percepatan arus mudik kali ini bukan karena faktor budaya, melainkan karena banyakpekerja informal keilangan pekerjaan akibatwabah virus corona. Maka dari itu, Jokowi pun meminta kepada jajarannya untuk mempercepat program stimulus ekonomi bagi masyarakat yang terdampak ini.

“Banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang. Tidak ada pendapatan sama sekali akibat diterapkannya kebijakan tanggap darurat yaitu kerja di rumah, belajar di rumah dan ibadah di rumah. Karena itu saya minta percepatan program social safety net atau jaring pengaman sosial yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal, para pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro usaha kecil, betul-betul dilaksanakan di lapoangan sehinga para pekerja informal buruh harian pedangang asongan semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari,” tegasnya.

Ia pun berpesan kepada kepala daerah yang terlanjur wilayahnya sudah didatangi oleh para pemudik, agar menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat lagi. Peningkatan pengawasan harus ditingkatkan lagi, terutama dalam melacak atau tracing kasus positif virus Corona di daerah-daerah. Hal ini, katanya,penting agar penularan virus ini tidak semakin meluas.

Doni Monardo: Kebijakan Darurat Sipil Masih Dikaji

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan saat ini pemerintah telah melibatkan sejumlah pakar hukum guna membahas kebijakan darurat sipil COVID-19.

“Aturan ini sedang dibahas. Tentu pakar-pakar dibidang hukum akan berada pada garis terdepan untuk bisa menghasilkan sebuah konsep yang mana kita bisa mengurangi resiko yang besar , dan kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujar Doni.

Lanjutnya, ia berpendapat bahwa penegakan hukum dalam hal ini bukanlah yang terbaik. Namun, apabila dilakukan harus memenuhi beberapa faktor.

“Sekali lagi dalam menghadapi hal ini bagaimana kesadaran kolektif, yang diperlukan sekarang adalah disiplin dan disiplin. Tanpa disiplin pribadi mungkin kita akan kewalahan. Sekali lagi peningkatan disiplin ini penting. Mungkin bisa diimbangi penegakkan hukum bagi mereka yang tidak disiplin,” tegasnya. [gi/ab]

XS
SM
MD
LG