Tautan-tautan Akses

PM Baru Inggris Janjikan Brexit 31 Oktober, Uni Eropa Tolak Renegosiasi


PM Inggris Boris Johnson menegaskan kembali janjinya untuk meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober mendatang. (Foto: ilustrasi).
PM Inggris Boris Johnson menegaskan kembali janjinya untuk meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober mendatang. (Foto: ilustrasi).

Perdana Menteri baru Inggris Boris Johnson menegaskan kembali janjinya untuk meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober dalam situasi apa pun sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa Inggris keluar dari blok 28 negara itu tanpa kesepakatan mengingat Uni Eropa telah menolak untuk membuka kembali perundingan. Johnson mengatakan, kesepakatan Brexit yang dirundingkan pendahulunya tidak dapat diterima dan harus dirundingkan kembali, sebuah gagasan yang ditolak Brussels.

Reporter VOA Henry Ridgwell melaporkan dari London, kemungkinan dilangsungkannya pemilu semakin meningkat mengingat parlemen mengalami kebuntuan dan publik Inggris sangat terpecah.

Wajah baru dan pendekatan baru. PM Inggris yang baru dilantik Boris Johnson melangsungkan perombakan kabinet besar-besaran pekan ini: menyingkirkan para saingannya, dan memberi posisi penting kepada para politisi pro-Brexit dan orang-orang yang setia kepadanya.

Dalam pidato pertamanya di parlemen, Johnson berjanji Brexit akan terwujud pada 31 Oktober, apa pun situasinya."Jika kita tidak melakukannya, kepercayaan terhadap sistem politik kita akan hilang,” kata Johnson.

PM Inggris Boris Johnson saat berpidato di hadapan anggota parlemen Inggris di London, 24 Juli 2019.
PM Inggris Boris Johnson saat berpidato di hadapan anggota parlemen Inggris di London, 24 Juli 2019.

Ia mengatakan, kesepakatan Brexit harus dirundingkan ulang, termasuk menghapus apa yang disebut "Irish backstop", yakni jaminan tertulis yang mempertahankan perbatasan terbuka antara Irlandia dan Irlandia Utara, konstituen Inggris, karena alasan ekonomi dan keamanan.

Orang-orang yang mendukung Brexit khawatir bahwa “Irish backstop” dapat menjebak Inggris dalam aturan perdagangan Uni Eropa tanpa batas waktu, dan berisiko mencegah London mencapai kesepakatan perdagangan dengan negara-negara lain .

Johnson menjanjikan bahwa era keemasan menanti Inggris setelah Brexit. "Kita akan melakukan perundingan ini dengan kegairahan dan tekad besar, serta semangat persahabatan. Saya berharap Uni Eropa sama siapnya. Mereka akan mempertimbangkan kembali penolakan mereka baru-baru ini untuk membuat perubahan terhadap kesepakatan Brexit. Jika mereka tidak bersedia, sekali lagi jika mereka tidak bersedia, kita tentunya akan ke luar Uni Eropa tanpa kesepakatan,” jelasnya.

VOA Today: PM Baru Inggris Janjikan Brexit 31 Oktober
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Ancaman Johnson mengundang kecaman dari pihak oposisi dan dari Eropa.

Perdana Menteri Irlandia Leo Varadkar mengatakan, "Tanpa kesepakatan adalah ancaman Inggris. Satu-satunya pihak yang menciptakan ketiadaan kesepakatan adalah pemerintah Inggris. Pendirian Uni Eropa dan pendirian Irlandia tidak berubah. ‘Irish backstop’ adalah bagian integral dari Brexit.”

Parlemen Inggris telah tiga kali menolak kesepakatan Brexit yang dirundingkan pendahulu Johnson, Theresa May.

Parlemen juga mengancam akan menghalangi usaha untuk meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, karena mengkhawatirkan kerugian ekonomi yang akan diakibatkannya. Boris Johnson belum menghapus kemungkinan untuk membekukan parlemen untuk memaksakan Brexit, meski mengetahui bahwa langkah itu memiliki implikasi besar terhadap konstitusi.

Mark Garnnet, pengamat politik Inggris dari Lancaster University mengatakan,
"Pendirian parlemen lebih kukuh sekarang. Apa yang bisa diharapkan Johnson sekarang adalah optimismenya didukung masyarakat Inggris. Jika rakyat mendukungnya, akan sangat sulit bagi parlemen untuk mempertahankan tentangannya.”

Uni Eropa kemungkinan setuju memperpanjang tenggat waktu Brexit untuk memungkinkan pemilu berlangsung di Inggris. Namun, jajak-jajak pendapat menunjukkan tidak ada satupun partai yang meraih mayoritas sementara publik sangat terbelah secara politik. Meski kini ada pemerintah baru, Inggris menghadapi masalah yang sama tanpa kejelasan kapan krisis politik yang sedang berlangsung akan berakhir. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG