Tautan-tautan Akses

Serangan Udara Pimpinan Saudi Perburuk Ketidakstabilan di Yaman


Pemberontak Syiah Houthi dan para pendukungnya melakukan unjuk rasa memrotes serangan udara pimpinan Saudi di Sana'a, Yaman 26/3 (foto: dok).
Pemberontak Syiah Houthi dan para pendukungnya melakukan unjuk rasa memrotes serangan udara pimpinan Saudi di Sana'a, Yaman 26/3 (foto: dok).

Serangan oleh para pemberontak yang didukung Iran di Yaman telah mendorong aksi balasan dari koalisi pimpinan Saudi yang beranggotakan negara-negara Arab Sunni.

Ketidakstabilan di Yaman semakin memburuk ketika koalisi yang dipimpin Saudi melancarkan serangan udara terhadap para pemberontak yang merebut posisi-posisi yang dikuasai pemerintah di sebelah selatan, dan Liga Arab memutuskan untuk membentuk pasukan intervensi gerak cepat.

Iran yang dipimpin Syiah membantah mendukung para pemberontak itu, yang gerak majunya mendorong pembentukan pasukan intervensi gerak cepat Arab.

Seorang pengamat Institut bagi Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Yoel Guzansky, mengatakan negara-negara Arab lebih suka pemerintah AS atau Eropa memimpin dalam menanggapi konflik di Yaman itu. Tetapi karena tidak adanya respon dari negara-negara kuat di dunia, mereka merasa harus bertindak untuk melindungi kepentingan mereka sendiri.

“Yaman itu penting, bukan karena Yaman itu sendiri, tetapi karena Yaman adalah tempat di mana kelompok Arab melawan kelompok Persia, dan kelompok Sunni melawan Syiah. Yaman adalah pion di papan catur Timur Tengah,” ujar Guzansky.

Para pengamat mengatakan negara-negara Arab semakin prihatin dengan konflik di Suriah, Irak, Lebanon dan Yaman dimana kelompok-kelompok yang didukung Iran semakin kuat dan dimana kevakuman kekuasaan dimanfaatkan oleh militan Islamis.

Seorang pakar militer Arab di Institut yang sama, Yiftah Shapir, yakin pergolakan besar-besaran sedang terjadi di Timur Tengah.

“Timur Tengah akan sangat berubah. Saya rasa tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi. Sekarang masih dalam proses. Tetapi Timteng akan menjadi wilayah yang sangat berbeda dari sebelumnya,” paparnya.

Sebagian pengamat mengatakan pergolakan yang dimulai empat tahun lalu dengan beberapa demonstrasi damai pro-demokrasi dan bergulir menjadi konflik sektarian dan etnis akan mendorong perubahan batas-batas nasional yang ditetapkan negara-negara kolonial seabad lalu.

Namun, Guzansky mengatakan batas-batas negara itu tidak akan berubah secara fisik, tapi yang akan terjadi adalah perubahan struktur politik internal mereka.

“Kita melihat banyak negara-negara yang gagal, dan saya rasa Yaman mungkin merupakan model yang lebih akut dan lebih ekstrem,” tambah Guzansky.

Selanjutnya, Guzansky mengatakan masih ada pemerintahan kuat di sekitar negara-negara yang mengalami kegagalan itu, seperti Turki, negara-negara Arab di Teluk Persia Arab dan Israel. Dan ancaman yang dianggap datang dari Iran membuat mereka bersatu meskipun ada perbedaan mendalam.

“Kepentingan-kepentingan yang sama ini berpadu dan ini memang bukan hal baru tetapi semakin intensif antara Israel dan negara-negara Arab. Dan ada rasa kecemasan yang serius di negara-negara Arab,” katanya.

Para pengamat mengatakan kemungkinan kemenangan militer di Yaman cukup tipis dan serangan udara yang dipimpin Saudi bisa memicu balasan Iran di Yaman atau lewat sekutu-sekutu mereka dimana saja.

Mereka mengatakan solusi terbaik adalah membawa pihak-pihak yang bersengketa di Yaman kembali ke meja perundingan dan menyusun perjanjian bagi kekuatan.

XS
SM
MD
LG