Tautan-tautan Akses

Pemerintah Diminta Stabilkan Nilai Tukar Rupiah


Dalam dua pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah, bahkan sempat mencapai Rp 10.200 per dolar Amerika.
Dalam dua pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah, bahkan sempat mencapai Rp 10.200 per dolar Amerika.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang terus melemah dianggap membebani pengusaha dan masyarakat.

Dalam dua pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah, bahkan sempat mencapai Rp 10.200 per dolar Amerika.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yanuar Rizky, Jumat (19/7), mengatakan Bank Indonesia dan pemerintah tidak boleh menyerahkan nilai tukar rupiah pada pasar dan pasrah dengan pasar uang global karena akan semakin menekan nilai tukar rupiah.

Hal itu diungkapkannya menanggapi pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, bahwa lembaganya tidak akan banyak melakukan intervensi untuk memperkuat nilai tukar rupiah, dan akan membiarkan rupiah bergerak sesuai fundamental menuju keseimbangan hingga nilai tukarnya kembali menguat.

Menurut Yanuar, neraca perdagangan Indonesia begitu rentan karena untuk masalah kelangkaan daging sapi saja diatasi dengan impor.

“Bagaimana kita mau bicara fundamental, daging saja kita mengatasinya dari impor. Kalau nilai tukarnya melemah ya harga jualnya pasti tinggi,” ujar Yanuar, yang juga merupakan pengamat ekonomi Indonesia Corruption Watch (ICW).

“Kurs rupiahnya melemah kok, gimana kita mau ngomong fundamental kuat. Fundamental dari mana? Artinya negara harus bekerja, tidak bisa pasrah. Kalau sekarang ngomong biarkan pasar bekerja, pasar lagi ngerjain kita. Kalau pasrah ya tunggu saja, tunggu nasib.”

Yanuar mengatakan masyarakat telah menjadi korban, sehingga yang diperlukan dari BI dan pemerintah adalah harmonisasi kebijakan yang tepat sasaran, fokus dan keberanian untuk melakukan penegakan kebijakan.

Ia menilai seharusnya pemerintah mengurangi impor sehingga tidak terlampau bergantung pada mata uang Amerika sebab transaksi impor dilakukan dalam dolar Amerika.

Di sisi lain, menurutnya, BI harus mampu menjaga kondisi finansial dalam negeri sehingga tidak terlampau rentan jika sewaktu-waktu terjadi gejolak global.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo menganggap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika masih terjaga.

Jika pekan lalu BI masih berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah dengan cara intervensi secara ketat, Agus menegaskan saat ini BI agak longgar dalam mengintervensi rupiah dan membiarkan bergerak di pasar hingga mencapai keseimbangan, karena BI optimistis nilai tukar rupiah akan kembali menguat.

“Secara umum nilai tukar kita masih dalam kondisi yang baik, mencerminkan fundamentalnya. Kalau seandainya nilainya sekarang ada sedikit di atas Rp 10 ribu itu sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Kalau sudah mulai ada inflow ke Indonesia nanti kembali akan mencerminkan fundamentalnya,” ujarnya Rabu.

Sementara itu, Menteri Koordinasi bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah saat ini yang cenderung melemah disebabkan oleh faktor eksternal.
Hatta mengatakan penilaian banyak kalangan, bahwa jika nilai tukar rupiah di atas Rp 10.000 per dolar Amerika merupakan kondisi yang harus diwaspadai karena melampaui batas psikologis, adalah tidak tepat.

Meski anggaran negara 2013 memasukkan nilai tukar rupiah pada 9.500 per dolar Amerika, menurut Hatta bukan berarti jika sudah di atas Rp 10.000 merupakan kondisi tidak normal.

“Tapi lebih karena pengaruh penguatan dari dolar dan juga situasi makro ekonomi dunia. India juga melemah luar biasa. Semua mata uang kita yakin akan kembali menguat. Jangan ada ‘Wah, lewat angka psikologis’, nggak ada itu angka psikologis,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rahardjo Jamtono mengatakan, Kadin berharap nilai tukar rupiah menguat pada kisaran Rp 9.500 per dolar Amerika. Hal tersebut, ditambahkannya, terkait dengan daya saing industri dalam negeri terhadap industri negara-negara lain.

Ia menjelaskan produk Indonesia masih sangat bergantung pada bahan dasar impor sehingga pengusaha harus membeli bahan dasar tersebut sesuai kurs berlaku saat ini. Jika modal yang dikeluarkan tinggi, harga produk otomatis akan dijual dengan harga tinggi, yang membuat produk buatan Indonesia di pasar ekspor maupun dalam negeri kalah bersaing dengan produk negara-negara lain, ujarnya.

“Yang jelas kalau nilai rupiah meningkat, ekspor kita kan terkena. Jadi oleh karena itu, ya kita harus berusaha keras untuk jangan sampai melampaui batas-batas kemampuan eskportir kita,” ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG