Tautan-tautan Akses

Lapas di AS Berikan Pelatihan Komputer bagi Narapidana


A police officer walks in the middle of Indonesian union workers protesting against a government tax amnesty, on their way to the presidential palace in Jakarta.
A police officer walks in the middle of Indonesian union workers protesting against a government tax amnesty, on their way to the presidential palace in Jakarta.

Narapidana di penjara San Quentin, California, mendapat pelatihan computer coding, satu dari ketrampilan yang paling diincar dalam pasar tenaga kerja Amerika.

Penjara San Quentin hanya berjarak 32 kilometer dari kawasan teluk San Francisco yang makmur.

Semula bagi sebagian besar narapidana, kesenjangan mereka dengan dunia teknologi tinggi tampaknya tidak akan dapat diperkecil, namun hal itu akan segera berubah. Sebagian narapidana kini mendapat pelatihan membuat program komputer atau computer coding, satu dari ketrampilan yang paling diincar dalam pasar tenaga kerja Amerika.

Seorang instruktur mengatakan, "Mulai dengan membuat situs sederhana, hanya sebuah tag HTML …."

Delapan belas narapidana duduk di depan layar komputer, mendengarkan dengan tekun pengajarnya lewat saluran konferensi video. Ini adalah Code 7370, kursus baru kode komputer atau computer coding yang dimulai sejak tahun lalu di penjara San Quentin.

"Nah! Lalu kita tekan control-save dan akan kembali refresh," tambah instruktur memberi penjelasan.

Gary Valentino Hollis sedang belajar membuat situs menggunakan Java Script, HTML, dan CSS. Ia seorang napi yang dijatuhi hukuman karena melakukan usaha pembunuhan tahun 1990-an dan telah menghuni penjara itu selama 20 tahun. Dia akan lulus dari kursus coding ini pada April depan, bersamaan dengan waktu pembebasannya dari penjara San Quentin.

"Ini benar-benar sebuah kehormatan dan sekaligus berkat bisa lulus program komputer ini, khususnya di penjara ini. Ini merupakan sebuah mimpi besar karena memberi harapan bagi banyak orang, seperti saya sendiri. Saya akan keluar dari penjara 108 hari lagi. Keluar dari penjara ini, saya sekarang punya ketrampilan, saya bisa memasarkan ketrampilan saya dan selanjutnya memberi saya dan keluarga saya nafkah dan menjadi warga negara yang lebih prodiktif dibandingkan 20 tahun lalu. Setiap orang patut mendapat kesempatan baru, jadi inilah kesempatan baru saya, jalan hidup saya yang baru,” ujar Hollis.

Napi di penjara San Quentin mendapatkan pelatihan di kelas (foto: dok).
Napi di penjara San Quentin mendapatkan pelatihan di kelas (foto: dok).

Kursus coding di penjara ini dimulai oleh The Last Mile, sebuah organisasi nirlaba San Francisco yang didirikan olehChris Redlitz and Beverly Parenti, pakar industri teknologi. Pada kunjungan pertamanya ke San Quentin, muncul gagasan dari Redlitz, untuk membekali napi dengan ketrampilan sehingga mereka bisa terjun kembali ke dalam masyarakat kalau mereka sudah bebas.

Semula, Beverly Parenti menganggap gagasan Chris itu sesuatu yang mustahil.

Masalah pertama adalah tidak ada akses internet. Penjara-penjara Amerika tidak memperbolehkan napinya punya akses ke dunia maya. Jadi,Redlitz minta bantuan sekolah Hack Reactor, dan mereka mengembangkan sebuah program yang tidak membutuhkan akses ke Internet.

Hack Reactor menyediakan relawan yang bersedia mengajar serta menayangkan pelajarannya ke kelas di penjara dari lokasi lain.

Masalah kedua, ketika program itu dimulai tahun lalu, setengah dari napi-napi itu tidak berpengalaman mempergunakan komputer. Untuk Gary Valentino Hollis, belajar computer coding seperti belajar Bahasa asing saja layaknya.

"Maksud saya, menghidupkan telepon saja, saya tidak bisa. Saya bahkan tidak tahu apa app itu, atau bagaimana menghidupkannya. Ada saat-saat saya sangat putus asa. Tapi saya tidak akan menyerah. Tidak ada seorangpun di sini yang berpikiran untuk menyerah. Kami semua bekerja sebagai satu tim tunggal. Lihatlah di dinding ini yang tertulis, Percayalah pada proses? Dan itulah kuncinya, kita harus punya rasa percaya kepada prosesnya. Berjuang terus dan akhirnya tercapai," tutur Hollis selanjutnya.

Kelas computer coding itu merupakan sebuah kursus yang intensif selama 6 bulan.Para napi menghabiskan 10 jam per hari, 4 hari seminggu mempelajari bahasa coding.The Last Mile punya kebijakan yang sangat ketat, jika siswanya absen atau berperilaku tidak sopan, mereka langsung dikeluarkan.

Chris Redlitz mengatakan, ia punya harapan tinggi bahwa mereka akan berhasil. "Anda tahu, peluang memperoleh pekerjaan besar, terutama dalam industri ini. Jika kita dapat menyusun program yang bagus, orang tidak peduli dengan riwayat masa lalu kita.Ini benar-benar akan menghilangkan permasalahan kita dimasa lalu. Buat program yang bagus dan Anda dijamin akan punya sebuah pekerjaan”.

Kalau napi-napi ini nanti lulus kursus ini dan selesai menjalani hukuman mereka, maka mereka siap menghadapi tantangan di dunia luar. Sedikit sekali kemungkinan mereka kembali ke penjara, karena peluangnya besar memperoleh pekerjaan dengan balas jasa yang tinggi. Chris Redlitz dan Beverly Parenti berharap akan bisa memperluas program The Last Mile ini dan memperkenalkannya di penjara-penjara lainnya di Kalifornia dan Pesisir Barat.

(JoAnn Mar/VOA).

XS
SM
MD
LG