Tautan-tautan Akses

BNPB: 12 Provinsi Alami Kekeringan Parah


Kawasan hutan pegunungan tengah provinsi Aceh salah satu wilayah rawan kebakaran akibat kemarau panjang. (VOA/Budi Nahaba)
Kawasan hutan pegunungan tengah provinsi Aceh salah satu wilayah rawan kebakaran akibat kemarau panjang. (VOA/Budi Nahaba)

Wilayah Bali, Jawa dan Nusa Tenggara mengalami defisit air, artinya ketersediaan air sudah tidak mencukupi kebutuhan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan 12 provinsi di Indonesia mengalami kekeringan parah, dan beberapa diantaranya mengalami defisit air.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (29/7), mengatakan bahwa wlayah-wilayah yang mengalami kekeringan tersebut meliputi 77 kabupaten kota dan 526 kecamatan di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Sumatra Selatan dan Sulawesi Selatan.

Selain itu, berdasarkan hasil kajian keseimbangan air, kata Sutopo, wilayah Bali, Jawa dan Nusa Tenggara sekarang ini mengalami defisit air, yang artinya ketersediaan air sudah tidak mencukupi kebutuhan.

Secara kuantitaf, tambahnya, defisit air terutama di Jawa dan Bali mencapai 18,79 milliar meter kubik.

Untuk mengatasi kekeringan tersebut, lanjut Sutopo, BNPB bersama lembaga lainnya telah menyiapkan dua langkah untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek adalah dengan memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih melalui tangki-tangki air dan perbaikan pipa bocor serta bak penampungan, sampai dengan Desember 2015

Sementara untuk jangka panjang, Kementerian Pekerjaan Umum akan membangun 49 waduk di Indonesia yang mulai tahun ini hingga 2019. Waduk-waduk tersebut akan dibangun diantaranya di Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Banten dan Yogyakarta. Kementerian Pertanian juga akan menyiapkan lumbung padi, ujar Sutopo.

Untuk mengatasi masalah kekeringan ini, BNPB menurut Sutopo telah menyiapkan dana Rp 75 milliar .

Menurutnya, diperlukan suatu terobosan dalam mengatasi persoalan kekeringan.

"Diperlukan komentmen semua pihak untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Selama ini kecepatan perbaikan kualitas lingkungan lebih lambat dibanding degradasi lingkunganya," ujarnya.

Musim kemarau ini juga menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan ini, BNPB kata Sutopo melakukan operasi darat dan udara. Lembaga tersebut menyiapkan 10 helikopter water bombing dan juga melaksanakan hujan buatan atau modifikasi cuaca dengan tiga pesawat.

Berdasarkan data satelit, lanjutnya, di Sumatra ada 148 titik api -- 55 di Sumatera Selatan, 45 di Riau, 35 di Jambi, sembilan di Bangka dan Belitung, dan empat di Lampung.

Dia mengatakan 99 persen dari kebakaran hutan ini dilakukan secara sengaja. Untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan ini, kata Sutopo, lembaganya menyiapkan dana Rp 385 milliar.

"Karena hotspot tadi menyebabkan kualitas udara di Pekan Baru sudah tidak sehat dan jarak pandang hanya 1,5 kilometer karena tertutup oleh asap," ujarnya.

Juru kampanye hutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengatakan, tidak adanya tindakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan dengan sengaja membuat bencana asap terus terjadi setiap tahunnya.

Zenzi menyatakan kebakaran hutan dan lahan mulai rutin terjadi setiap tahunnya sejak 2006 , setelah banyaknya konsesi yang dikeluarkan dalam bentuk perkebunan dan Hutan Tanaman Industri di Riau dan Provinsi lainnya.

"Selain itu metode perkebunan juga membuat kanal-kanal di kawasan gambut ini membuat kawasan gambut lebih mudah terbakar karena sangat kering. Yang kedua, kita memang menemukan titik api di kawasan konsesi," ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG