Biasa mengerjakan animasi untuk film-film Hollywood, animator Indonesia, Rini Sugianto kini menjajaki sebuah tantangan yang baru. Masih tetap bergerak di bidang animasi, kini ia bekerja untuk perusahaan di bidang teknologi, Genies, Inc., di Los Angeles, sebagai animation supervisor, sejak akhir tahun 2020.
“Kalau sekarang saya justru lebih ke arah manajemen. Jadi saya manage animation department seluruhnya, semua animatornya, juga untuk planning projects, planning strategy business, tapi di sisi animasinya,” jelas Rini Sugianto kepada VOA belum lama ini.
Genies adalah perusahaan teknologi pembuat avatar untuk ruang virtual terbesar di dunia. Avatar ini bisa didandani sesuai dengan keinginan pribadi dan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti Instagram, Facebook Messenger, WhatsApp, iMessage, dan masih banyak lagi.
“Mungkin yang paling gampangnya, kalau yang sering nonton atau yang pernah nonton (film) “Ready Player One,” itulah arah tujuan kami, membuat avatar di dunia digital,” ujar lulusan S2 dari Academy of Art University di San Francisco ini.
Produk avatar ini mendorong penggunanya untuk berkreasi, seperti mengubah warna rambut atau baju sesuai keinginan masing-masing. Baru sekitar tiga tahun berdiri, Genies sudah melayani banyak klien artis papan atas dunia, seperti Justin Bieber, Rihanna, Cardi B, DJ Khaled, Offset, J.Lo, dan yang terkini, Shawn Mendes.
Khususnya di tengah pandemi ini, popularitas Genies semakin meningkat di kalangan para artis.
“Kayak artis atau musisi, mereka enggak bisa ada konser selama setahun kan,” kata animator yang berdomisili di Orange County, California ini.
“Mereka memakai avatar mereka untuk mengadakan live concert, konser virtual. Jadi mereka live singing tapi memakai avatar mereka dan penontonnya juga menggunakan avatar mereka sambil menonton konser,” tambahnya.
Tidak hanya itu, bersama Genies, penyanyi Shawn Mendes menjual barang-barang serta asesoris seperti rompi, kaos, gitar, dan cincin dalam bentuk digital, yang seluruh hasil penjualannya akan diserahkan kepada The Shawn Mendes Foundation “Wonder Grants,” yang fokus mendukung para inovator muda dalam berkarya.
Barang-barang ini dijual melalui situs OpenSea, yang adalah lokapasar digital terbesar di dunia yang menjual aset kripto sebagai koleksi.
Selain konser virtual menggunakan avatar, para klien Genies ini juga menggunakan avatar mereka untuk melakukan promosi. Seperti yang dilakukan oleh penyanyi Justin Bieber belum lama ini.
“Jadi kita menciptakan AR (Augmented Reality atau Realitas Berimbuh/Tertambah) buat dia dan juga mempromosikan musiknya pas natal dan di pertontonkan di Times Square,” kata animator yang pernah terlibat dalam penggarapan animasi untuk film “Avengers: Age of Ultron,” “Ready Player One,” dan “The Adventures of Tintin” ini.
Tidak hanya artis-artis papan dunia, Rini juga terlibat dalam penggarapan avatar untuk pemain sepak bola, Mesut Ozil.
“(Mesut Ozil) pergunakan avatarnya untuk (membuat) pengumuman, karena dia pindah dari Arsenal ke tim di Turki,” cerita Rini.
Belum lama ini bersama Genies, beberapa barang digital Mesut Ozil yang langka, termasuk seragam dan paku sepatu bola-nya berhasil terjual dengan harga mencapai total lebih dari 500 ribu dolar AS, hanya dalam waktu 10 menit.
Bisa terlibat dalam pembuatan avatar untuk artis dan atlet papan atas tentunya mendatangkan rasa kegembiraan yang berbeda dan juga tantangan tersendiri. Rini mengatakan terkadang waktunya sangat mendesak, padahal ia dan tim harus berusaha membuat avatar-avatar ini semirip mungkin.
“Selebriti enggak pernah membuat rencana, bahkan tiga minggu sebelumnya,” katanya sambil tertawa.
"Karena industrinya masih baru, kita masih enggak tahu reaksi dari (artis) seperti apa. Juga reaksi dari fans-nya! Sulit memuaskan fans!" tambahnya.
Peluang di Tengah Pandemi
Data dari organisasi nirlaba Women in Animation yang mendukung peran perempuan di dunia animasi internasional, menunjukkan lebih dari 60 persen murid di sekolah animasi dan seni adalah perempuan. Namun, pada kenyataannya, jumlah perempuan yang memegang jabatan sebagai pekerja kreatif di dunia animasi, hanya mencapai 20 persen.
Menurut Rini, jika dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, jumlah animator perempuan kini sudah meningkat dan tersebar di berbagai negara. Hampir setengah dari tim Rini yang berjumlah sekitar 10 orang adalah perempuan. Di tengah pandemi ini, perusahaannya banyak mempekerjakan seniman dari berbagai negara.
“Apalagi sekarang semuanya remote (red.bekerja dari jarak jauh/di luar kantor). Jadi lebih meluas lagi. Jadi kayak perusahaan Genies, Inc. ini, sebelumnya kan mereka, karena mereka lokasinya di LA, hiring-nya terbatas dengan (seniman) yang lokasinya di LA, tapi sekarang sejak kita going remote, kita bisa hire (seniman) yang dari Jerman, Spanyol, Meksiko, jadi sekarang kita malah multi-cultural company,” jelas Rini.
Melihat peluang kerja sebagai animator semakin banyak, Rini berpesan agar jangan ragu untuk mengirimkan demo reel ke berbagai perusahaan yang dituju.
“Apalagi sekarang ya, dengan adanya remote work kayak gini, cobain aja. Kirim kemana saja, di luar Indonesia, dalam Indonesia, kamu enggak pernah tahu perusahaan mana yang bakalan menelpon balik,” katanya lagi.
Pekerjaannya pun semakin beragam dan tidak terbatas di industri film saja, seperti di periklanan atau video game. Khususnya bagi perempuan yang ingin mengikuti jejak karirnya sebagai animator, Rini berpesan agar selalu percaya diri akan kemampuan masing-masing.
Untuk kedepannya, Rini mengaku tetap terbuka untuk mengerjakan animasi untuk film Hollywood. Namun, untuk sekarang ia akan fokus di industri dan tantangan yang baru ini.
“Never say never, ya,” pungkasnya. [di/aa]