Tautan-tautan Akses

Presiden Lantik Panglima TNI dan Kepala BIN yang Baru


Jenderal Gatot Nurmantyo (kiri) dan Sutiyoso yang baru diangkat sebagai Panglima TNI dan Kepala BIN di Istana Negara (8/7). (VOA/Andylala Waluyo)
Jenderal Gatot Nurmantyo (kiri) dan Sutiyoso yang baru diangkat sebagai Panglima TNI dan Kepala BIN di Istana Negara (8/7). (VOA/Andylala Waluyo)

Kepala Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman berharap, baik Panglima TNI maupun Kepala BIN yang baru, mampu menghadapi tantangan Indonesia ke depan.

Presiden Joko Widodo hari Rabu (8/7) melantik Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Letnan Jenderal Purnawirawan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), di Istana Negara Jakarta.

Gatot menggantikan posisi seniornya, Jenderal Moeldoko, yang akan memasuki usia pensiun pada 1 Agustus mendatang. Sementara Sutiyoso menggantikan Letjen TNI Purn. Marciano Norman.

Usai dilantik, Gatot menyatakan rasa terima kasihnya atas dukungan dan kepercayaan dari Presiden Jokowi dan dari seluruh jajaran TNI Angkatan Darat.

Gatot mengatakan akan melanjutkan program kerja yang sudah dirintis sebelumnya oleh Moeldoko, diantaranya pembaruan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI, khususnya untuk angkatan udara.

Presiden Lantik Panglima TNI dan Kepala BIN
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:07 0:00

"Apa yang menjadi misi Presiden, harus mengembangkan dan menguatkan TNI Angkatan Laut dan Udara. Untuk itu, seluruh wilayah nusantara haruslah dapat terpantau. Kemudian bisa diamankan. Dan apabila terjadi hal-hal darurat, cepat kita atasi. Sudah diputuskan oleh Presiden untuk alutsista khususnya angkatan udara harus baru. Tentunya menyesuaaikan dengan anggaran yang ada," ujarnya.

Sementara itu, Sutiyoso mengatakan dalam waktu dekat akan merekrut lebih kurang 1.000 orang calon anggota BIN untuk pemantauan menjelang dan sesudah pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2015.

"Ya paling tidak satu kabupaten ada dua atau tiga aparat intelijen. Karena itulah target kita merekrut 1.000 personel. Saya mungkin akan mengambil dari berbagai sumber, bisa dari aparat TNI atau masyarakat sipil," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan baik Panglima TNI maupun Kepala BIN yang baru harus mampu menghadapi berbagai tantangan yang akan di hadapi bangsa Indonesia kedepan.

"Ya harapan kita dengan dilantiknya Pak Gatot dan Pak Sutiyoso, mampu menjadi mata dan telinga buat bangsa ini. Dari berbagai tantangan ya, baik itu dari dalam maupun dari luar. Juga dengan Panglima TNI yang baru kita harapkan tentu dapat meningkatkan peranan pertahanan bangsa ini. Termasuk profesionalisme dari para prajurit," ujarnya.

Presiden Jokowi menegaskan bahwa seluruh persyaratan administratif yang dibutuhkan bagi pelantikan calon Panglima TNI dan Kepala BIN itu sudah lengkap. Pelantikan Keduanya telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk menempati jabatan tersebut.

Gatot Nurmantyo lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada 13 Maret 1960. Ia sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-30. Jabatan itu disandangnya sejak 25 Juli 2014 setelah ditunjuk Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menggantikan Jenderal Budiman.

Gatot adalah lulusan Akademi Militer tahun 1982. Ia berpengalaman di kesatuan infantri baret hijau Kostrad dan pernah menjadi Komandan Kodiklat TNI-AD, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) V/Brawijaya, dan Gubernur Akademi Militer.

Adapun Sutiyoso adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1968 dan pernah melakukan studi perbandingan di Army Command and Staff College di Australia pada 1989-1990. Ia juga pernah menjalani pendidikan latihan di Brigade 5 Airbone, Aldershot, Inggris.

Mantan Gubernur Jakarta itu juga pernah bertugas di Komando Pasukan Khusus/Kopassus TNI Angkatan Darat, mulai dari jabatan Komando Peleton tahun 1969 hingga menjabat sebagai Asisten Operasi Komandan Kopassus tahun 1991.

Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Daerah Militer Jakarta Raya (Pangdam Jaya) ketika terjadi tragedi berdarah penyerangan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 27 Juli 1996, yang diduga dilakukan tentara.

Recommended

XS
SM
MD
LG