Tautan-tautan Akses

Pemilu Jadi Ujian bagi Demokrasi di Myanmar


Pemilu Myanmar
Pemilu Myanmar

Myanmar hari Minggu (8/11) melangsungkan pemilu yang akan menguji apakah demokrasi mampu menggoyahkan cengkeraman militer selama puluhan tahun di negara itu.

Warga mulai mengantri di TPS-TPS yang dibuka pukul enam pagi waktu setempat di banyak kuil, sekolah dan gedung pemerintah. Ada kira-kira 30 juta orang yang berhak memilih.

Lebih dari 90 partai turut serta, termasuk yang mewakili suku-suku minoritas yang merupakan 40 persen dari sekitar 52 juta penduduk Myanmar. Tetapi persaingan utamanya adalah antara oposisi NLD pimpinan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi dan partai USDP yang berkuasa.

“Ini tampaknya akan menjadi pemilu pertama yang kredibel sejak tahun 1950an, jadi ini amat penting,” kata pengamat Myanmar, Richard Horsey, kepada kantor berita AP.

Pemilu ini dipandang sebagai kesempatan terbesar Myanmar untuk semakin menjadi negara demokratis jika partai Suu Kyi meraih kursi terbanyak di parlemen dan berhak membentuk pemerintahan.

Tetapi ambisi NLD sudah mendapat tantangan dari awal. Dari total 664 kursi parlemen, konstitusi menetapkan 25 persennya disediakan bagi militer. Ini berarti USDP, yang memang didukung militer, tidak perlu memenangkan surat suara mayoritas untuk menguasai parlemen. Ini artinya, NLD harus menang luar biasa besar.

Jika menang, ini akan menjadi langkah pertama bagi partai Suu Kyi untuk berkuasa penuh. Setelah pemilu, para anggota parlemen baru dan perwakilan militer akan mengajukan tiga calon dan memilih satu sebagai presiden. Dua lainnya akan menjadi wakil presiden.

Suu Kyi tidak bisa menjadi presiden karena konstitusi Myanmar melarang siapapun yang memiliki pasangan atau anak warga asing menjadi pemimpin negara itu. Mendiang suami Suu Kyi dan putranya adalah warga negara Inggris.

Militer Myanmar juga dijamin memimpin sejumlah kementerian utama yaitu pertahanan, dalam negeri dan keamanan perbatasan. Militer tidak berada dibawah kendali pemerintah dan bisa saja terus menindas kelompok-kelompok minoritas.

Tetapi para pengamat lebih mengkhawatirkan hak militer untuk merebut kontrol pemerintahan dan ekonomi.

Horsey mengatakan,” itu sebabnya militer tidak terlalu cemas jika NLD menang.” “Tapi itu tidak berarti hubungan antara NLD dan militer tidak akan kuat. Sulit membayangkan siapapun bisa memerintah negara tanpa didukung militer,” lanjutnya. [th]

Recommended

XS
SM
MD
LG