Tautan-tautan Akses

Pelukis Indonesia Pamerkan 30 Hasil Karya Seni di Amerika


Pelukis Dian Paramita di Amerika dan hasil karya lukisannya (Dok: VOA)
Pelukis Dian Paramita di Amerika dan hasil karya lukisannya (Dok: VOA)

Belum lama ini pelukis asal Indonesia, Dian Paramita, memamerkan 30 hasil karyanya di galeri Twenty-Two di kota Philadelphia, Pennsylvania. Tema makanan dari berbagai budaya termasuk Indonesia, merupakan inspirasi dari pameran yang bertajuk "Food for Thought" ini.

Makanan menjadi inspirasi 30 lukisan karya warga Indonesia, Dian Paramita, yang dipamerkan selama tiga minggu di galeri Twenty-Two di kota Philadelphia, Pennsylvania. Berbagai jenis makanan populer dari berbagai budaya, seperti nasi goreng, durian, semangka, ikan, burger, dan lainnya dituangkan ke kanvas.

“Inpirasi makanan itu tumbuh dari kecintaan saya terhadap makanan dan apresiasi saya pada makanan yang mampu mempererat hubungan antar manusia,” papar pelukis kelahiran tahun 1982 ini kepada VOA.

Indonesia kerap kali menjadi inspirasi dari lukisan-lukisannya. Salah satunya yang diberi judul "Still Life With Curry Ingredients."

Hasil karya pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: Dian Paramita)
Hasil karya pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: Dian Paramita)

"Jadi saya masukkan ada kelapa, kemudian cabe Indonesia, sama pala untuk menunjukkan kalau orang Indonesia masak (bahan-bahannya) seperti itu," kata lulusan S1 dari Temple University di Philadelphia ini.

Pameran bertajuk "Food For Thought" ini merupakan pameran tunggal Dian yang pertama, memamerkan 30 lukisan cat minyak dengan harga yang berkisar antara dua juta hingga mendekati 20 juta rupiah. Ikan merupakan obyek favorit Dian dalam melukis. Di salah satu sudut galeri Twenty-Two terpampang lukisan Dian yang menggambarkan empat buat ikan yang terlihat sangat nyata. Lukisan ini adalah salah satu hasil karyanya yang termahal, yaitu sekitar 19,7 juta rupiah.

Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)
Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)

“Lukisan ini merupakan salah satu lukisan saya yang termahal karena ukurannya lebih besar dibanding lukisan-lukisan lain yang di sekitar sini dan juga teknik kompleksitasnya lebih tinggi dibanding yang lain. Di sini saya inkorporasi empat ikan, dimana lukisan-lukisan lain hanya satu atau dua, kemudian juga teknik melukisnya ini butuh waktu lama sampai saya bisa comfortable melukis sebebas ini,” ujar pelukis yang juga pernah melakukan pameran bersama dengan pelukis lain sebanyak 19 kali ini.

Pemilik dari Twenty-Two Gallery yang sudah beroperasi sejak tahun 2003 ini adalah warga Amerika, Shawn Murray, yang suka gaya yang ditampilkan oleh Dian melalui lukisan-lukisannya.

"Saya menyukai lukisan Dian, karena beralih sedikit dari aliran realisme lalu ia berkreasi sendiri. Namun, ia memiliki pilihan warna dan tekstur yang bagus," ujar Shawn Murray.

Sebagian lukisan Dian sudah terjual, dimana dua puluh persen dari hasil penjualannya akan disumbangkan ke organisasi nirlaba MANNA yang memberikan penyuluhan kesehatan, serta menyediakan makanan bernutrisi tinggi bagi orang-orang yang mengidap penyakit berat, seperti kanker dan AIDS. Dian memilih MANNA karena teringat almarhum ayahnya yang meninggal karena sakit beberapa waktu lalu.

“Saya tersentuh pada saat bapak saya meninggal karena kanker. Saya ingat masa-masa itu susah sekali untuk mencari makanan bernutrisi yang bisa di makan oleh bapak. Jadi dengan pengalaman itu saya berharap lukisan-lukisan yang saya bikin ini juga bisa membantu orang-orang yang mengalami kanker atau penyakit parah lainya,” ujar perempuan yang hobi traveling ini.

Sebelum menjadi pelukis, Dian adalah seorang profesional bidang komunikasi. Selain pernah mendapatkan gelar sarjana di Amerika, Dian juga pernah belajar hingga ke Inggris dan Cina dan mendapatkan gelar pasca sarjana di bidang global media dan komunikasi.

"Jadi dari dulu saya memang suka gambar, suka melukis. Pada saat saya ambil S1 sempat kepikiran untuk ambil (jurusan) nya di seni lukis. Cuman pada saat itu kan ekonomi lagi lemah dan orang tua saya menyarankan untuk ambil program yang lebih gampang dapat pekerjaan. Sehingga saya memutuskan untuk ambil komunikasi, tapi hasrat untuk melukis itu, kalau seniman ya memang enggak bisa di stop saja gitu kan, jadi meskipun saya sudah kerja bertahun-tahun di bidang komunikasi, tetap saja saya kalau ada waktu luang saya melukis," jelasnya.

Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)
Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)

Demi mengejar mimpinya, Dian rela banting setir dan mengambil pelatihan seni selama empat tahun di Studio Incamminati di Philadelphia, Pennsylvania, yang dikhususkan untuk para pelukis dan orang-orang yang ingin berkarir di dunia seni lukis.

"Tahun 2012 pada saat saya liburan ke Amerika, saya menemukan sekolah ini. Di situ saya merasa terpanggil untuk mengikuti program ini lebih lanjut. Jadi saya ingin hasrat melukis saya ini tertuangkan, sehingga enggak penasaran lagi di masa depan," papar Dian.

"(Pesan) saya untuk pendengar, ikuti keingintahuan anda. Jadi jangan dihentikan, karena rasa penasaran itu akan selalu ada. Jadi meskipun anda misalnya tertarik di melukis, tapi enggak ada waktu untuk melukis karena punya pekerjaan atau apa, sesempat-sempatnya, misalnya on weekends atau hari-hari dimana anda tidak kerja untuk tetap saja melukis gitu dan kalau bisa tunjukkan ke orang-orang jadi kita tahu pendapat orang tetntang lukisan kita itu apa dan siapa tahu bisa saja lukisan kita itu memberikan pandangan baru untuk orang yang melihat," tambahnya.

Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)
Pelukis Dian Paramita di Amerika (Dok: VOA)

Tantangannya bagi Dian adalah untuk tetap teguh dengan jalan yang ia pilih, yaitu melukis.

"Meskipun banyak orang yang pesimis dan nyinyir," ujar Dian sambil bercanda.

Setiap hari ia berusaha untuk memotivasi dirinya untuk melakukan berbagai hal yang produktif yang sejalan dengan karirnya, mengingat bahwa ia tidak memiliki bos.

"Kalau ingin full time menjadi pelukis, pasti akan banyak halangan di perjalanan yang menyenangkan ini. Dihadapi saja. Dihadapi dengan harapan pastinya nanti baik-baik saja," tambahnya.

Pameran "Food For Thought" ditutup dengan penampilan kelompok tari Indonesia lokal, Modero and Company yang menampilkan tari Cendrawasih dan Kembang Girang. Usai pameran, Dian pindah ke kota Dallas di negara bagian Texas untuk memulai pekerjaan barunya sebagai pengajar di The Society of Figurative Arts.

XS
SM
MD
LG