Tautan-tautan Akses

Parlemen Inggris Mulai Perdebatan Terkait Penanganan Migran


ILUSTRASI - Parlemen Inggris melakukan pemungutan suara terhadap RUU Rwanda, yang bertujuan untuk mengesampingkan hambatan hukum dalam pengiriman para pencari suaka ke Rwanda. (AP/Kin Cheung)
ILUSTRASI - Parlemen Inggris melakukan pemungutan suara terhadap RUU Rwanda, yang bertujuan untuk mengesampingkan hambatan hukum dalam pengiriman para pencari suaka ke Rwanda. (AP/Kin Cheung)

Parlemen Inggris akan memperdebatkan dan melakukan pemungutan suara terhadap Rancangan Undang-Undang Rwanda, yang diajukan oleh Perdana Menteri Rishi Sunak, yang bertujuan untuk mengesampingkan hambatan hukum dalam pengiriman para pencari suaka ke Rwanda.

Mengambil kembali kendali perbatasan, adalah janji penting dari politisi konservatif yang mendorong Inggris memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa pada 2016.

Pada tahun 2022, angka migrasi bersih melonjak menjadi tiga perempat juta orang.

Pemerintah berada di bawah tekanan untuk menekan angka-angka tersebut, terutama mereka yang tiba secara ilegal dengan perahu kecil melalui pantai selatan Inggris.

Hal ini diungkapkan oleh Suella Braverman, mantan menteri dalam negeri dan pendukung utama rencana pengiriman migran ke Rwanda, di Parlemen bulan lalu. “Kita semua di sini dekat dengan masalah ini: puluhan ribu orang yang sebagian besar adalah pemuda, banyak yang memiliki nilai-nilai sosial dan adat istiadat yang sesuai dengan kita, berdatangan ke negara kita, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun,” jelasnya.

Skema Rwanda, yang disetujui pada April 2022 oleh Perdana Menteri saat itu Boris Johnson, akan mengirim siapa pun yang tiba secara ilegal ke Inggris pada Januari tahun yang sama, ke Rwanda. Namun hakim Eropa memblokir penerbangan deportasi pertama pada Juni 2022.

Mahkamah Agung Inggris kemudian menguatkan keputusan bahwa skema tersebut melanggar hukum. Dikatakan bahwa para migran berisiko dipulangkan ke tanah air mereka atau ke negara-negara di mana mereka berisiko dianiaya. Meski belum ada yang dideportasi, Inggris sudah membayar Rwanda sebesar 300 juta dolar AS.

Dan meskipun London berharap dapat mengirim ribuan migran ke Rwanda, saat ini negara di Afrika Timur hanya mampu menampung beberapa ratus orang.

“Menghentikan perahu bukan hanya prioritas saya, tapi prioritas masyarakat!,” kata Rishi Sunak yang sejak menjabat, menjadikan upaya mempercepat rencana Rwanda ini sebagai prioritas.

Pemerintahannya mengatakan Inggris menghabiskan hampir AS $4 miliar per tahun untuk memproses permohonan suaka, dan sekitar AS $10 juta per hari untuk akomodasi bagi para migran.

Untuk mengatasi permasalahan yang diangkat oleh Mahkamah Agung, Sunak memperkenalkan “RUU Darurat” yang baru, yang saat ini sedang dibahas oleh anggota parlemen di Parlemen.

RUU ini pada dasarnya menegaskan kembali bahwa Rwanda adalah negara yang aman. RUU ini mengabaikan beberapa bagian dari Undang-Undang Hak Asasi Manusia Inggris. Dan hal ini memungkinkan para menteri memutuskan apakah mereka harus mematuhi perintah Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.

Banyak negara UE, seperti Jerman, telah memperketat kontrol perbatasan mereka untuk mengatasi masalah imigrasi. Denmark telah menandatangani perjanjian serupa dengan Rwanda, namun belum mengirimkan satupun migran ke sana. Dan Italia telah mengumumkan rencana untuk membangun pusat penerimaan di Albania. [ns/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG