Tautan-tautan Akses

Militer AS di Timur Tengah Sering Diserang Sejak Meletusnya Perang Israel-Hamas


Kapal perusak AS "USS Carney" berhasil menembak beberapa drone dari milisi Houthi Yaman di Laut Merah (foto: dok).
Kapal perusak AS "USS Carney" berhasil menembak beberapa drone dari milisi Houthi Yaman di Laut Merah (foto: dok).

Sejak awal perang Israel-Hamas pada tanggal 7 Oktober, proksi-proksi yang didukung Iran telah meningkatkan serangan terhadap anggota militer AS di Timur Tengah, dan Houthi yang didukung Iran di Yaman telah menyerang beberapa kapal militer dan komersial dengan rudal balistik dan drone.

Sejak pertengahan Oktober, pasukan AS telah menjadi sasaran sekitar 100 kali di 10 lokasi berbeda di Irak dan Suriah.

Kolonel (Purn.) Myles Caggins adalah pakar militer di New Lines Institute, sebuah lembaga kajian non-partisan di Washington, DC.

“Terjadi lebih banyak serangan dalam satu bulan terakhir dibandingkan beberapa tahun ketika saya berada di Irak dan Suriah sebagai juru bicara koalisi global antara Agustus 2019 dan September 2020,” ungkapnya.

Waktu itu juga merupakan masa yang penuh gejolak, ketika serentetan serangan yang didukung Iran menyebabkan AS menewaskan Qassem Soleimani, pemimpin elit Pasukan Quds Iran, dalam serangan udara pada bulan Januari 2020.

Militer AS mengatakan serangan yang menewaskan Soleimani itu untuk mencegah serangan terhadap AS yang sudah dalam perencanaan, seperti diungkapkan oleh Kolonel Myles.

“Keadaannya serius, sangat intens. Tapi, sekarang kita melihat tindakan yang lebih mematikan, lebih mengancam, lebih membahayakan dan lebih provokatif dari milisi dukungan Iran yang jelas-jelas berusaha membunuh pasukan AS di Irak dan Suriah.”

Amerika Serikat telah menanggapi serangan-serangan itu dengan sekitar enam serangan balasan, seperti yang terjadi terhadap fasilitas pelatihan yang digunakan oleh militer Iran di Suriah.

Namun para analis mengatakan Amerika perlu berbuat lebih banyak untuk menuntut pertanggungjawaban kelompok-kelompok proksi Iran atas serangan mereka, seperti disampaikan oleh Laksamana Muda (Purn.) Mark Montgomery dari Yayasan Pertahanan Demokrasi (Foundation for Defense of Democracies/FDD), sebuah lembaga kajian di Washington, DC.

“Kita tidak boleh menganggap serangan-serangan ini menjadi hal yang biasa, karena pada akhirnya serangan-serangan ini akan sangat berhasil, dan pada akhirnya akan ada korban di pihak AS,” kata Montgomery.

Montgomery, seorang peneliti senior di FDD, menambahkan bahwa pemerintah AS terlalu memfokuskan pada pencegahan perluasan perang antara Israel dan Gaza di Timur Tengah sementara mengabaikan faktor-faktor lain.

“Masalah yang mereka hadapi adalah mereka (pemerintah AS) tidak berusaha menghalangi ancaman yang dihadapi terhadap pasukan AS. Jika pasukan AS mengalami serangan besar yang memakan korban jiwa, maka AS akan terpaksa melakukan tindakan balasan yang sangat keras. Respons keras itu pada gilirannya akan menyebabkan eskalasi yang mereka khawatirkan.”

Sementara proksi-proksi yang didukung Iran menyerang pasukan Amerika di darat, militan Houthi yang didukung Iran meluncurkan rudal ke arah kapal-kapal komersial dan militer AS di laut.

Kembali Laksamana Muda (Purn.) Mark Montgomery mengatakan, “Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan kematian di laut, hambatan pada lalu lintas pengapalan, peningkatan tarif asuransi dan biaya pengiriman, serta berdampak pada perekonomian global.”

Militer AS mengatakan pihaknya kini bekerja sama dengan koalisi internasional untuk menanggapi serangan-serangan maritim tersebut, namun mereka tidak bersedia menjelaskan seperti apa tanggapan yang akan diberikan. [lt/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG