Tautan-tautan Akses

Kontroversi Minyak 'Tar Sands' dari Kanada


Minyak yang diperas dari tar sands atau pasir berminyak di dekat Fort McMurray, Alberta, Kanada (foto: ilustrasi).
Minyak yang diperas dari tar sands atau pasir berminyak di dekat Fort McMurray, Alberta, Kanada (foto: ilustrasi).

Ketika pemerintahan Presiden Donald Trump baru berumur dua minggu lebih, protes terus bermunculan tentang berbagai kebijakannya yang dianggap kontroversial, mulai dari pembangunan tembok sepanjang perbatasan dengan Meksiko, larangan masuk ke Amerika bagi orang-orang dari sejumlah negara yang penduduknya mayoritas Islam, sampai pada pembangunan pipa minyak yang bermasalah.

Tidak lama setelah masuk ke Gedung Putih, Presiden Trump mengeluarkan keputusan untuk melanjutkan proyek pembangunan pipa minyak Keystone Xl yang akan menyalurkan minyak mentah dari Kanada, dan proyek pipa minyak Dakota Access yang banyak diprotes karena keprihatinan akan masalah polusi dan pelanggaran hak-hak suku Indian.

Pimpinan kelompok lingkungan Greenpeace USA, Annie Leonard mengatakan, “Saya sangat khawatir. Saya telah bergiat sebagai aktivis lingkungan selama seperempat abad, tapi di masa lampau kami bisa bergerak dalam konteks demokrasi, di mana pemerintah menghormati hasil-hasil penelitian ilmiah dan punya lebih banyak pengertian tentang fakta-fakta di lapangan dibanding yang ditunjukkan Presiden Trump sekarang.”

Kata Annie Leonard lagi kepada stasiun radio dan televisi democracynow, keputusan untuk melanjutkan kedua proyek pipa minyak yang tertunda itu, serta usaha untuk membungkam badan perlindungan lingkungan Amerika, menunjukkan betapa Presiden Trump tidak menghormati peraturan perlindungan lingkungan dan hak-hak warga Indian yang diakui pemerintah.

Pembangunan pipa minyak Keystone XL telah dihentikan oleh pemerintahan Presiden Obama karena kekhawatiran akan terjadinya polusi, karena minyak yang akan disalurkan dari Kanada itu adalah minyak yang diperas dari tar sands atau pasir berminyak di Kanada.

Minyak itu dianggap lebih kotor dari minyak bumi yang ditambang secara konvensional dan proses penambangannya memerlukan banyak air, serta bahan-bahan kimia untuk mengencerkannya supaya bisa disalurkan lewat pipa. Pipa minyak Dakota Access diprotes oleh suku-suku Indian karena akan dibangun melewati tanah yang mereka anggap suci, serta adanya kekhawatiran terjadi polusi apabila pipa itu bocor.

“Tapi yang paling merisaukan adalah kenyataan bahwa pemerintahan Trump tidak mau melihat kenyataan, di mana sebagian besar pakar dunia berpendapat bahwa 80 persen minyak mentah yang masih terkandung dalam bumi sebaiknya dibiarkan tetap berada di dalam tanah. Karena itu kita tidak memerlukan pembangunan lebih banyak jaringan pipa minyak,” kata Annie Leonard lagi.

Tindakan pemerintah Presiden Trump yang lebih membuat risau para pakar lingkungan adalah dihapusnya semua rujukan tentang perubahan iklim dari laman website Gedung Putih. Kantor berita Reuters melaporkan bahwa Badan Perlindungan Lingkungan atau EPA juga diperintahkan untuk menghapus websitenya tentang iklim, yang memuat tautan pada riset tentang peningkatan suhu bumi dan polusi yang terus meningkat.

Tapi bukan hanya itu; EPA juga dilarang mengeluarkan keterangan pers atau menerbitkan blog tentang iklim. Kata pejabat Greenpeace Annie Leonard lagi:

“Saya setuju dengan Presiden Trump bahwa kita perlu menciptakan lapangan kerja baru. Tapi menurut saya, penciptaan lapangan kerja itu haruslah berkesinambungan, aman dan tidak menimbulkan penyakit. Dengan kata lain, kita harus menciptakan lapangan kerja baru dengan memanfaatkan sumber-sumber energi bersih, bukan energi fosil.” [ii]

XS
SM
MD
LG